AKHIR pekan lalu, Mendagri Gamawan Fauzi terangan-terangan mengaku belum menemukan jawaban atas berulangnya pertanyaan wartawan terkait polemik pemilukada Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar), Kalimantan Tengah (Kalteng)Pertanyaan yang kerap diajukan ke Gamawan, akankah dia mau meneken Surat Keputusan (SK) pengesahan pengangkatan pasangan bupati-wakil bupati Kobar, jika misalnya nama pasangan yang diajukan dari daerah adalah pasangan Yusuf Sugianto Sabran – Eko Soemarno, yang oleh MK dinyatakan harus didiskualifikasi?
"Saya belum menemukan jawabannya," ujar Gamawan
BACA JUGA: Marissa Haque Nyalon Lagi untuk Tangsel
Tapi di sisi lain, mantan gubernur Sumbar itu menegaskan, putusan MK yang memerintahkan KPU Kobar menetapkan pasangan Ujang Iskandar-Bambang Purwanto sebagai pasangan terpilih, sudah bersifat final dan mengikat.Jawaban Gamawan, sudah jelas mengindikasikan persoalan Pemilukada Kobar belum akan menemukan titik penyelesaian
BACA JUGA: Ide Gamawan Bakal Mental di Senayan
Terlebih lagi, KPU Kobar tetap pada keputusannya semula, yakni menyatakan dan mengusulkan pemenang Pemilukada adalah pasangan Sugianto–EkoSalahkah sikap KPU Kobar? Tak gampang menjawabnya
BACA JUGA: Bolos Enam Kali Layak Recall
Yang pasti, putusan MK terkait putusan ini mengundang kontroversiDibandingkan dengan putusan sengketa pemilukada Mandailing Natal (Madina), Sumut, yang sama-sama dinyatakan terbukti melakukan politik uang, tapi MK tidak mendiskualifikasi calon yang melakukan kecuranganUntuk kasus Madina, MK "hanya" memerintahkan pemungutan suara ulang.Politisasi pun menyeruak di Madina, dengan berkaca pada kasus KobarSebaliknya, yang di Kobar berkaca pada kasus MadinaDi Madina, terdengar suara agar pasangan yang dinyatakan terbukti melakukan politik uang, tak diikutkan pada pemungutan suara ulangSedang di Kobar, suara untuk mengabaikan putusan MK juga nyaring, dengan alasan toh di Madina calon yang curang tak diskualifikasi.
Dalam sebuah diskusi beberapa waktu lalu, Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TePi) Jeiry Sumampow menilai, majelis hakim MK mulai tidak konsistenDia menduga, hal ini disebabkan banyaknya kasus sengketa pemilukada yang harus ditangani MK"Ketika terlalu sumpek, maka menjadi rawan untuk diintervensi," begitu analisis JeirySebelumnya, Ketua MK Mahfud MD mengatakan, putusan Kobar diakui berat, namun harus diputus demikian karena pasangan calon cuman ada duaAkil Mochtar pun membantah anggapan putusan kasus Kobar melampuai kewenangan MK.
Peneliti senior dari Cetro yang juga pakar Hukum Tata Negera (HTN), Refly Harun, juga menilai, putusan MK dalam kasus Kobar dan Madina telah melampuai kewenangannyaNamun, lanjutnya, selain mendasarkan pada alat bukti, hakim juga menggunakan "keyakinan hakim" dalam memutus perkaraMeski UU membatasi MK hanya berwenang mengurus sengketa pemilukada yang berkaitan dengan hasil akhir penghitungan suara, hakim bisa melompati aturan itu"Hakim bukan corong Undang-undangItu doktrin hakim di seluruh dunia," ujar mantan staf ahli MK itu.
Dia mengatakan, kalau toh ditemukan ada indikasi konspirasi hakim MK, maka masyarakat bisa melaporkan agar dibentuk Majelis Kehormatan"Tapi putusan tetap putusan, yang harus dijalankanIni negara hukum, bukan negara Undang-undang," ujar ReflySemoga Gamawan cepat menemukan jawaban(sam/ara/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Absen Fingerprint Tak Jamin Sidang Ramai
Redaktur : Tim Redaksi