jpnn.com, JAKARTA - Baiq Nuril Maknun divonis enam bulan penjara dan denda Rp 500 juta karena dinyatakan terbukti melanggar UU ITE, menyebar rekaman pembicaraannya dengan Muslim.
Komisioner Komnas Perempuan Sri Nurherwati menyampaikan bahwa ada peluang Nuril untuk melaporkan Muslim. Apalagi dia memiliki bukti rekaman. ”Aduannya ini akan berbeda,” ujarnya.
BACA JUGA: Hasto: Hakim di MA tak Melihat Konteks Baiq Nuril Merekam
Dukungan juga disampaikan oleh Institute for Criminal Justice Reform (ICJR). Lembaga tersebut mendorong Presiden Joko Widodo memberi amnesti untuk Nuril. Direktur Ekeskutif ICJR Anggara menyampaikan bahwa selain Peninjauan Kembali (PK), amnesti dari presiden merupakan salah satu jalan untuk menyelamatkan Nuril dari hukuman penjara maupun denda.
”Meminta presiden menggunakan haknya berdasarkan konstitusi. Yaitu memberi amnesti,” imbuhnya. UUD 1945 maupun UU Darurat Nomor 11 Tahun 1954 tentang Amnesti dan Abolisi bisa menjadi dasar.
BACA JUGA: Tim PH Baiq Nuril Beber Fakta Persidangan, Ternyata!
Menurut Anggara, amnesti untuk Nuril juga akan menjadi bukti, Jokowi berkomitmen memperkokoh perlindungan hak korban. Dalam perkara Nuril, sambung dia, Nuril merupakan korban yang mendapat kekerasan seksual secara verbal dari mantan atasannya.
”Ibu Nuril merupakan korban pelecehan seksual yang seharusnya wajib diberikan perlindungan oleh negara,” ungkap dia tegas.
BACA JUGA: Baiq Nuril Segera Dijebloskan ke Penjara
Disamping itu, ICJR juga meminta pemerintah kembali merevisi UU ITE yang dipakai untuk menjerat Nuril. Meski sudah ada revisi dua tahun lalu, revisi itu dinilai belum menyelesaikan masalah.
Putusan kasasi terhadap Nuril menjadi salah satu contoh. Menunjukkan UU itu berpotensi melahirkan kontroversi di masyarakat. Beberapa hal yang harus direvisi dari UU ITE di antaranya yang berhubungan dengan kebijakan pidana.
Termasuk di antaranya kesesuaian pasal-pasal dalam UU ITE dengan delik pidana yang menjadi duplikasi dari KUHP. Peneliti ICJR Erasmus Napitupulu dengan tegas menyampaikan bahwa revisi UU ITE harus cepat dilakukan. ”Alasannya masih sama. UU ITE melanggar prinsip pidana,” terang dia. ”Dan berpotensi digunakan sewenang-wenang,” tambah pria yang akrab dipanggil Eras itu.
Dengan banyaknya duplikasi pidana, Eras menilai revisi UU ITE yang paling penting adalah mencopot duplikasi tersebut. ”Itu dulu,” imbuhnya. Peniliti ICJR lainnya, Genoveva pun menyampaikan hal serupa. Dia menyebutkan, revisi UU ITE harus segera terlaksana.
”Khususnya yang berhubungan dengan kebijakan pidana yang banyak menyimpang,” ungkap dia. Termasuk kesesuaian pasal-pasal dalam UU ITE dengan delik pidana KUHP.
Berdasar catatan ICJR, perkara Nuril bukan satu-satunya perkara dengan jeratan UU ITE yang menuai kontroversi. Wisniati, seorang perempuan asal Bandung, Jawa Barat pernah kena pidana lima bulan penjara. Sebabnya, dia dilaporkan oleh mantan suaminya dengan pasal serupa yang dijeratkan pada Nuril. Yakni pasal 27 (1). Selain itu, nama Prita Mulyasari juga pernah menjadi sorotan publik karena diperkarakan dengan UU ITE.
”Keduanya (Prita Mulyasari dan Wisniati) mengajukan keluhan, kemudian dikenakan pasal 27 UU ITE,” imbuh Genoveva. Jika Wisniati dijerat pasal 27 (1), Prita Mulyasari kena pasal 45 (1) juncto pasal 27 (3).
Karena seringkali menjadi perhatian dan menuai kontroversi, dia menilai UU ITE patut kembali direvisi. ”Memang UU ITE ini banyak kejanggalan. Terlebih di pasal 27 ini. Sangat (pasal) karet,” tambahnya. (syn/lyn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kenal Baiq Nuril? Tolong Sampaikan Pesan Hotman Paris Ini
Redaktur & Reporter : Soetomo