Beri Solusi Jika Motor Dilarang Lintasi Bundaran HI-Harmoni

Jangan Asal Melarang

Senin, 17 November 2014 – 05:50 WIB
Foto: dokumentasi Jawa Pos

jpnn.com - Pro-kontra masih menyelimuti rencana larangan motor masuk ke Jalan Medan Merdeka Barat hingga Bundaran Hotel Indonesia (HI). Sebagian pengamat transportasi menganggap rencana itu tidak akan menyelesaikan masalah kemacetan di ibu kota.

* * *

BACA JUGA: Korban Penertiban Waduk Ria Rio Mulai Masuk Flat

HELMI langsung menggerutu saat mendengar pemprov akan melarang motor masuk ke kawasan Bundaran HI. Maklum, jalur tersebut adalah rute menuju kantornya. Setiap hari dia melewati jalan itu.

Dia menganggap larangan tersebut terlalu mengada-ada. Sebab, pemprov tidak memberikan alternatif lain kecuali naik bus Transjakarta. Padahal, kondisi bus tersebut sangat tidak nyaman. Penumpang sering berdesak-desakan. Copet dan aksi kriminal lain masih sering terjadi di dalam busway. ’’Jangan asal buat kebijakan, pikirkan solusinya dulu,’’ ujarnya kesal.

BACA JUGA: Pembatasan Motor di MH Thamrin-Harmoni Bakal Ganggu Mobilitas Warga

Ya, kebijakan itu memang memicu polemik. Rencananya, larangan tersebut diberlakukan mulai pertengahan Desember. Namun, suara-suara sumbang terus terdengar. Kasubdit Keamanan dan Keselamatan Ditlantas Polda Metro Jaya AKBP Irvan Prawira menjelaskan, pemilihan Jalan Medan Merdeka Barat hingga Bundaran HI hanya bersifat uji coba.

Kebijakan tersebut, lanjut Irvan, diambil atas dasar beberapa pertimbangan. Salah satunya, demi keselamatan pengendara roda dua. Sebab, motor tidak didesain untuk perjalanan jarak jauh. Menurut data Polda Metro Jaya, jumlah kecelakaan lalu lintas yang melibatkan motor sangat tinggi. Dari 5.959 kecelakaan yang mengakibatkan 616 orang meninggal dunia, sekitar 89 persen melibatkan kendaraan roda dua.

BACA JUGA: Ahok, Gubernur Etnis Tionghoa Kedua

Selain itu, angkutan umum yang beroperasi di sepanjang Jalan Medan Merdeka Barat hingga Bundaran HI sudah memadai. Di kawasan tersebut, bus Transjakarta beroperasi 24 jam. Ada pula bus tingkat dan angkutan masal lain. Irvan juga mengatakan bahwa program itu sinkron dengan program jalan berbayar atau electronic road pricing (ERP) yang akan diterapkan pemprov. Polisi juga menganggap jalan alternatif bagi pemotor cukup memadai. ”Nanti di semua jalan protokol diberlakukan larangan yang sama. Kendaraan roda dua dilarang masuk,” ujarnya kepada Jawa Pos.

Irvan membenarkan program itu membuat arus lalu lintas di jalan-jalan alternatif lain padat. Antara lain, Jalan Budi Kemuliaan, Agus Salim, Tugu Tani, Sarinah, Tanah Abang, Abdul Muis, dan Bendungan Hilir. Namun, pihaknya telah menyiapkan beberapa langkah antisipasi. Misalnya, menyiagakan lima hingga sepuluh polisi di setiap titik rawan macet. ”Kami juga akan mendirikan pos-pos pemantau di setiap lampu merah di jalan-jalan alternatif itu,” terang dia.

Personel akan disebar ke beberapa lokasi. Di antaranya, pintu masuk di Jalan Medan Merdeka Barat hingga Bundaran HI. Selama uji coba, polisi tidak akan menilang pemotor yang melintasi jalan itu. Petugas hanya akan menghalau agar motor tidak masuk. ”Awal tahun depan kami memberlakukan sanksi tilang,’’ tegas Irvan.

Dia menjelaskan, kebijakan tersebut sejatinya berpihak pada pemotor. Sebab, pengendara mobil yang masuk jalan itu harus membayar. Sementara itu, pemotor menjadi lebih hemat karena bisa memarkir kendaraannya, lalu naik angkutan umum. ”Intinya agar masyarakat beralih ke angkutan umum,” tambahnya.

Irvan yakin aturan tersebut mampu mengurangi kecelakaan. Berdasar catatan Polda Metro Jaya, setiap tahun angka kecelakaan di Jakarta selalu meningkat. Pada 2013, misalnya, terjadi 16.043.689 kecelakaan. Perinciannya, 11.929.103 kasus melibatkan motor, mobil (3.003.499), bus (360.022), mobil barang (617.635), dan kendaraan khusus (133.430). Jumlah tersebut meningkat 9,8 persen jika dibandingkan dengan 2012 yang mencapai 14.618.313 unit (lihat grafis). ”Saya berharap masyarakat berpikir saat akan membeli kendaraan. Sebab, nanti semua jalan protokol di Jakarta berbayar,” ungkap dia.

Ketua Presidium Indonesia Transportation Watch (ITW) Edison Siahaan mempertanyakan kebijakan tersebut. Dia menganggap alasan pemprov menerapkan program itu tidak masuk akal. Jika alasannya demi keselamatan pengendara motor, menurut Edison, jalur Bundaran HI termasuk aman. Kecelakaan yang melibatkan motor jarang. ’’Masih banyak jalan lain yang lebih rawan bagi pemotor,’’ ujarnya.

Jika alasannya untuk mengurangi kemacetan, lanjut Edison, kebijakan tersebut justru salah. Sebab, larangan itu malah membuat pengendara motor berbondong-bondong memadati jalan alternatif. Akibatnya, jalan-jalan di sekitar Bundaran HI bertambah macet.

Kalau alasannya untuk mengurangi jumlah kepemilikan motor, tambah Edison, aturan itu juga tidak tepat. Sebab, masyarakat justru akan beramai-ramai membeli mobil murah. Motor di akses Bundaran HI memang sepi, tetapi arus lalu lintas tetap padat karena mobil semakin banyak.

Edison mengingatkan, hingga kini Jakarta belum memiliki angkutan umum yang nyaman. Tindak kejahatan masih rawan terjadi di berbagai angkutan umum, termasuk bus Transjakarta. Padahal, bus tersebut digadang-gadang pemprov menjadi angkutan yang nyaman dan aman. Tidak hanya itu, busway sering macet karena rusak, putus gandengan, bahkan terbakar.

Lebih lanjut Edison menyampaikan, jika pemprov ngotot memberlakukan aturan itu, harus ada upaya untuk membantu pengendara motor. Misalnya, menyiapkan jalur-jalur alternatif yang bisa dilintasi para pengendara motor. Selain itu, menyiapkan parkir gratis di sekitar jalan yang dilarang dilintasi motor. Namun, menurut dia, yang paling penting adalah menyiapkan angkutan umum yang memadai. ”Jujur saja, masih banyak warga Jakarta yang takut naik angkutan umum,” tuturnya.

Lain lagi pendapat Ellen Tangkudung, pakar transportasi dari Universitas Indonesia. Dia menganggap kebijakan tersebut merupakan terobosan pemprov untuk menekan kemacetan. Terobosan berani seperti itu, lanjut Ellen, sangat dibutuhkan.

Dia menganggap larangan motor melintas di Bundaran HI termasuk upaya untuk membatasi jumlah kendaraan secara bertahap. Selama ini pertumbuhan jumlah motor di Jakarta tinggi. Namun, Ellen bersepakat bahwa larangan itu harus disertai dengan pembenahan transportasi umum. ”Kalo pemerintah membenahi angkutan umum, kemacetan di Jakarta akan terselesaikan,” kata dia. (agu/co1/oni)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kericuhan Warnai Penertiban Waduk Ria Rio


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler