Ada baiknya Indonesia meniru Jepang dalam hal penerapan kebijakan mendaur ulang barang-barang elektronik rongsokanWartawan Jawa Pos Any Rufaidah berkesempatan untuk menyaksikan secara langsung proses mendaur ulang itu
BACA JUGA: Kisah-Kisah Menarik di Balik Renovasi Masjid di Kompleks Istana Presiden
Berikut catatannya.=======================================
PANASONIC Eco Technology Center (Petec) di Kato City, Osaka, Jepang, adalah salah satu pusat daur ulang barang-barang elektronik yang rusak
BACA JUGA: Berburu Yao Ming di Tengah NBA China Games 2010 di Beijing (2-Habis)
Kawasan tersebut dikelilingi persawahan yang menghasilkan beras untuk diolah menjadi sake, minuman khas negara sakura tersebutSesuai dengan namanya, Petec merupakan areal daur ulang yang dimiliki Panasonic dan beroperasi sejak 2001
BACA JUGA: Berburu Yao Ming di Tengah NBA China Games 2010 di Beijing (1)
Memasuki area Petec terasa seperti berada di ruang bermain anakSebab, pembeda ruang menggunakan kerangka besi yang dicat dengan warna-wana berbedaRuang dengan kerangka merah muda digunakan daur ulang televisiLalu, warna biru untuk daur ulang mesin cuci, kuning untuk pendingin ruangan (AC), dan hijau untuk ruang daur ulang lemari pendingin alias kulkasDi ruang-ruang tersebut terlihat para pekerja berseragam biru dengan perlengkapan safety "helm, kacamata, dan sarung tangan" memereteli rongsokan elektronik secara manual"Pembongkaran awal memang dilakukan secara manualTapi, untuk menghancurkan dan memisahkan partikelnya, kami menggunakan teknologi khusus," kata Kazuyuki Tomita, direktur Petec, ketika ditemui Kamis lalu (7/10)
Dia lantas menunjukkan jajaran bodi kulkas yang sudah dipisahkan dari berbagai komponen lain sehingga hanya tersisa bagian plastiknyaKulkas berbagai ukuran itu lantas dimasukkan ke mesin penghancur khususDalam hitungan menit, barang itu menjadi serpihan plastik"Ini kemudian dipisahkan lagi berdasar bahannyaProsesnya memang lama," jelas Tomita
Penataan Petec memang menarik secara visualSebab, lokasi daur ulang yang mempekerjakan 230 orang tersebut terbuka untuk umumSetidaknya, dalam setahun, 12 ribu pengunjung mendatangi PetecMulai anak sekolah hingga orang dewasaItu dilakukan karena Petec ingin memperkenalkan pentingnya peduli lingkungan dengan cara mau mendaur ulang sampah elektronik yang dimiliki
Petec beroperasi sejak 2001 atau beberapa bulan sejak Jepang memberlakukan undang-undang mengenai daur ulang peralatan rumah tanggaAda empat alat yang masuk undang-undang tersebutYakni, AC, kulkas, televise, dan mesin cuciUndang-undang yang mengharuskan setiap pemilik mendaur ulang sampah elektroniknya itu diperkenalkan sejak 1998Namun, peraturan itu efektif berlaku tiga tahun kemudian
Mereka tidak hanya mendaur ulang produk Panasonic, tetapi juga elektronik merek yang lainDalam setahun, mereka bisa mendaur ulang 700 ribu sampah elektronik yang datang dari berbagai wilayah di JepangDalam proses mendaur ulang, mereka menerapkan konsep dari produk menjadi produkMaksudnya, bahan dari sampah elekronik itu dipilah hingga menjadi partikel, lantas diolah menjadi produk kembali.
Misalnya, televisiSetelah dipereteli, setiap bagian dikelompokkan berdasar jenisnyaLalu, dihancurkan dan dipilah lagiBiasanya, televisi terdiri atas aluminium 2 persen, tembaga 3 persen, besi 10 persen, plastik 23 persen, dan kaca 57 persen"Bahan kaca kami kirim lagi ke pabrik kami di Asia Tenggara untuk diolah ulang menjadi televisi," kata Tomita.
Hingga kini, sudah sekitar tujuh juta sampah elektronik yang mereka hancurkanProses itu memisahkan aluminium hingga 9,8 ribu tonJumlah tersebut bisa dipakai untuk membuat 85 jumbo jetAtau, 113 ribu ton besi yang bisa dimanfaatkan untuk menghasilkan 138 ribu mobilJumlah yang cukup fantastisBayangkan kalau tidak didaur ulangBetapa tinggi tumpukan sampah elektronik tersebut
Tomita mengatakan, selain mendapatkan dukungan dana dari Panasonic, Petec memperoleh keuntungan dari penjualan kembali produk daur ulangMereka juga mendapatkan dana dari ongkos pengolahan sampah elektronikMenurut undang-undang, ongkos itu dibebankan kepada pemilik barangBerbeda dengan IndonesiaPemilik mendapat uang dari tukang rombeng tanpa tahu barang tersebut dibawa ke mana
Biaya pengolahan sampah elektronik itu tidak murahUntuk satu televisi LCD/plasma berukuran 16 inci ke atas, misalnya, mereka mengeluarkan dana 2.835 yen atau sekitar Rp 302 ribu (asumsi satu yen setara dengan Rp 106)Biaya paling besar dibebankan untuk kulkasLemari pendingin berukuran 171 liter ke atas dikenai tarif sekitar 4.830 yen
Meski harus mengeluarkan dana ekstra, warga Jepang tidak bisa menghindari kewajiban tersebutApalagi, mereka tidak harus repot menggotong sampah elektronik ituMereka tinggal menghubungi petugas khusus yang akan datang dan membawa rongsokan tersebut ke tempat daur ulangAda sekitar 380 tempat pengumpulan rongsokan dan 48 pabrik daur ulang di Jepang
Untuk mendirikan Petec memang bukan hal yang mudahMenurut data yang dilansir, dibutuhkan dana sekitar 400 juta yen (sekitar Rp 40 triliun) untuk mendirikan dan mengelola PetecJumlah yang cukup besar bagi negara berkembang seperti IndonesiaSulit, namun bukan berarti tidak mungkinYang diterapkan Petec tidak hanya mengurangi sampah elektronik, tetapi juga memaksimalkannya melalui daur ulang(c4/kum)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Yusuf-Lilik, Pasangan Beda Agama yang Menikah di Lembaga Penghayat Kepercayaan
Redaktur : Tim Redaksi