Yusuf-Lilik, Pasangan Beda Agama yang Menikah di Lembaga Penghayat Kepercayaan

Akad dengan Bisik-Bisik, tanpa Saksi dan Wali

Kamis, 14 Oktober 2010 – 08:38 WIB
Yusuf dan Lili setelah dinyatakan sah dalam pernikahan tanpa agama di utara Jogjakarta, Minggu (10 Oktober 2010). Foto: Sugeng Sulaksono / Jawa Pos

Pada hari istimewa, 10-10-2010, Yusuf Waluyo Jati dan Lusia Lilik Hastutiani melangsungkan pernikahanHanya, upacara pernikahan mereka dilangsungkan di lembaga penghayat kepercayaan yang tidak melibatkan agama

BACA JUGA: Cannsatter Volkfest, Festival Musim Panen Jerman yang Terinspirasi Letusan Gunung Tambora


 
================================
SUGENG SULAKSONO, Jogjakarta
================================

MINGGU (10/10) menjelang magrib Toyota Avanza hitam melesat dari Bantul menuju sebuah tempat di utara Jogjakarta
Ada tujuh penumpang di dalamnya, dua di antaranya pasangan yang sedang berdebar menanti upacara pernikahan

BACA JUGA: Dokter Sandi Suwanda, Orang Indonesia yang Sukses Kembangkan Akupunktur di Swiss



Setelah menempuh perjalanan sekitar 90 menit, rombongan tiba di lokasi yang akan meluluskan keinginan mereka untuk hidup berumah tangga
Namun, bukan di KUA (kantor urusan agama), bukan pula di masjid atau gereja

BACA JUGA: Muhammad Ponari, Dukun Cilik dari Jombang, Kondisinya Kini

Mereka mendatangi kantor DPD Himpunan Penghayat Kepercayaan (HPK) terhadap Tuhan Yang Mahaesa (Demi alasan tertentu, tempat pasti kantor itu dirahasiakan, Red).

Di teras kantor HPK rombongan disambut Sudijono, 74Dialah penghulu penghayat sekaligus ketua umum HPK daerahnyaDia juga pemilik rumah yang sekaligus dijadikan kantor lembaga tersebut"Saya ini penghulu penghayat, seperti penghulu lainTapi, tidak digaji negara," ujarnya memperkenalkan diri, lantas tertawa

Sudijono mengaku, lembaga yang dipimpinnya sudah mendapatkan akreditasi dari Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata (dulu Departemen Pendidikan dan Kebudayaan) pada 1980"Baru kali ini kami menikahkan pasangan di luar anggota penghayat kepercayaanMungkin orang belum tahu atau takut nanti status pernikahannya sah atau tidak," ucap pensiunan pegawai negeri sipil itu

Meski upacara "pernikahan"-nya dilangsungkan sederhana, Yusuf Waluyo Jati maupun Lusia Lilik Hastutiani tetap mengenakan pakaian terbaik sebagaimana yang dilakukan calon pengantin pada umumnyaMempelai pria mengenakan setelan jas hitam lengkap, sedangkan mempelai perempuan mengenakan kebaya modern dengan rambut disanggul
Sejak pagi keduanya sibuk mempersiapkan diriMereka ke salon untuk memoles tubuhMereka benar-benar ingin melewati momen bersejarah itu dengan totalitas sesuai dengan kesanggupan masing-masing

Pukul 19.30 belum ada tanda-tanda upacara dimulaiSang penghulu masih bercerita ngalor-ngidulKedua mempelai maupun anggota rombongan dari Jogja jadi tidak sabar untuk segera melalui detik-detik mendebarkan ituKetika Sudijono diingatkan, ternyata dia memang sengaja mengulur-ulur waktu

Sudijono lantas membuka Kitab Primbon Betaljemur Adammakna yang di dalamnya ada keterangan bahwa malam Senin sekitar pukul 19.30 itu bertanda cidro atau cedera"Jadi, tidak baik untuk melangsungkan pernikahanIni menurut leluhur kita yang harus kita hormatiSekarang kan sudah banyak yang melupakan ajaran leluhur dan melawan orang tua," katanya

Jam yang baik malam itu, kata Sudijono, dimulai pukul 21.00Sebab, menurut kitab primbon maknanya trisno atau cintaMaka, upacara pun ditunda hingga satu setengah jam kemudianSudijono meminta kedua mempelai beserta ibu dan dua kakak perempuan Lusia untuk bersabarUntuk "membunuh" waktu, Sudijono lalu memutar video pernikahan putrinya secara penghayat kepercayaanTuan rumah menyuguhi teh hangat dan sekaleng biskuit untuk camilan tamu.

Begitu jam yang dinanti tiba, kedua mempelai diminta duduk berdampingan di ruang tamuSudijono kemudian masuk kamar untuk melakukan ritualTidak sampai lima menit, Sudijono selesai melaksanakan ritualDia kembali ke ruang tamu untuk menemui kedua mempelai dan rombonganUpacara pun dimulaiDia meminta kedua mempelai menjabat tangannya bersamaan

Saat itulah, dengan suara berbisik dan bahasa Jawa kromo inggil yang diucapkan dengan cepat, Sudijono "menikahkan" pasangan tersebutTak ada satu kata pun yang menyinggung salah satu agamaDi atas meja juga tidak ada apa-apa kecuali sekaleng biskuit yang disuguhkan SudijonoBegitu sang penghulu selesai melafalkan "akad" pernikahan itu, selesailah upacara perkawinan tersebut.

"Sekarang kalian sudah menjadi suami istri yang sah secara siriTinggal menunggu akta nikah dari kantor catatan sipil yang keluar kurang lebih 30 hari lagiBila akta itu keluar, pernikahan kalian sah secara negara," ucap Sudijono setelah menyatakan pernikahan yang dipimpinnya itu sah

Sudijono selanjutnya akan menguruskan akta pernikahan itu ke petugas catatan sipilDirinya merasa berhak mengurus akta itu karena membawa nama lembaga kepercayaan yang sah dan diakui negara berdasar UUD 1945

Ketika diminta menjelaskan "akad" yang diucapkan saat menikahkan Yusuf dan Lilik -panggilan Lusia Lilik Hastutiani- Sudijono menolakYang pasti, tidak ada ucapan mas kawin seperti pernikahan menurut IslamPernikahan itu juga tidak memerlukan saksi atau wali dari kedua mempelaiCukup di hadapan sang penghulu"Kalau mas kawin kan bisa diucapkan sendiri," katanya

Padahal, Yusuf sudah menyiapkan mas kawin untuk Lilik berupa uang tunai senilai USD 1010 yang bermakna tanggal 10 bulan 10, sesuai dengan tanggal pernikahannya
Sudijono mengatakan, dirinya hanya membantu mewujudkan pernikahan bagi dua insan berbeda keyakinan, tapi ingin membina rumah tangga, seperti yang terjadi pada Yusuf dan Lilik"Kasihan mereka sudah bertekad membina rumah tangga, tetapi tidak bisa bersatuSaya hanya membantuMungkin saya tidak ada artinyaTetapi, saya yakin (langkah ini) ada artinya bagi kehidupan mereka ke depan," terangnya

HPK bisa menikahkan pasangan berbeda agama asalkan kedua mempelai merupakan warga negara Indonesia, memiliki KTP, dan meyakini adanya TuhanHPK tidak mempermasalahkan perbedaan keyakinan di antara keduanya

Yusuf sebenarnya berasal dari keluarga muslimTapi, saat ini dia tidak meyakini agama apa punDia menempatkan diri dalam kategori agnostik atau tidak peduli pada agamaSedangkan Lilik menganut Katolik

Perbedaan keyakinan itulah yang membawa Yusuf dan Lilik ke dalam ritual pernikahan berdasar kepercayaan"Saya mau melakukan (ritual pernikahan di HPK) supaya diakui negaraIni adalah upaya mediasi menuju kepastian hukum," kata Yusuf

Yang penting, kata alumnus Filsafat UGM itu, pernikahannya tidak memihak agama apa punDengan demikian, Yusuf meyakini rasa sakit yang dirasakan Lilik tidak sedalam jika harus melangsungkan pernikahan dalam agama lainBegitu pula sebaliknya, Yusuf tidak harus keluar dari keyakinannya untuk menjadikan Lilik sebagai istri

Yusuf mengaku terpaksa menempuh cara itu karena negara tidak memberikan jaminan terhadap orang yang berbeda keyakinan dalam menikah"Banyak orang akhirnya mengorbankan salah satu keyakinannyaSeharusnya UU Pernikahan direvisi karena UUD 1945 sudah menjamin sepenuhnya hak warga negara untuk menganut keyakinan atau agama apa pun," terangnya

Namun, UU Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 hanya mengatur satu agama, satu keyakinanBelum ada ruang untuk mengakomodasi perkawinan beda kepercayaan"Seharusnya negara lebih akomodatif terhadap mereka yang menikah beda agamaRuang itu begitu sempit sehingga berpotensi terjadinya pemaksaan kehendak," harap pria yang berprofesi sebagai jurnalis di salah satu media cetak ternama itu

Sebelum menemukan solusi untuk melangsungkan pernikahan di HPK, Yusuf dan Lilik nyaris putus asaSetelah menjalin hubungan lima tahun, keduanya sepakat menuju ke jenjang perkawinanNamun, perbedaan keyakinan menjadi kendala sehingga mereka sempat berpikir untuk menikah di SingapuraYusuf merasa upaya itu sulit ditempuh karena selain membutuhkan biaya tinggi, juga sulit mendapatkan pengakuan dari pemerintah Indonesia

Pada awal 2010, konsep pernikahan mereka dimatangkan dengan menggandeng Deni Ismail, konsultan hukum yang masih sepupu Yusuf"Pikiran pertama saya, menikahkan mereka di pengadilan negeri dengan mengajukan permohonan pencatatan perkawinanTapi, prosesnya panjang dan belum tentu dikabulkan," kata Deni

Deni lantas teringat bahwa UUD 1945 pasal 29 ayat 1 dan 2 menerangkan bahwa negara berdasarkan kepada Ketuhanan Yang MahaesaNegara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama masing-masing dan beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu"Bisa saya tafsirkan bahwa perkawinan bisa melalui aliran kepercayaanKenapa harus pindah agama," ujarnya

Setelah melakukan pencarian, Deni akhirnya menemukan lembaga penghayat kepercayaan yang dipimpin Sudijono itu"Kedua institusi agama (Islam dan Katolik) tidak membolehkan pernikahan di luar agamaDi sini (HPK) pernikahan tetap terwujud dengan agama apa pun berlandaskan kepercayaan kepada Tuhan Yang Mahaesa," ucapnya
Deni meyakinkan, pernikahan melalui HPK jelas tidak ada penyelundupan hukum, tidak ada unsur tipu-tipu, dan sejenisnyaDari aspek hukum, pernikahan melalui jalan itu adalah sah

Menurut Deni, pernikahan dengan aliran kepercayaan justru lebih bijak bila dibandingkan dengan harus memaksa salah satu pihak masuk kepada kepercayaan lain hanya untuk melangsungkan prosesi sesaat"Ini tidak menzalimi agama apa punTidak membohongi negara hanya untuk kepentingan sesaatBanyak terjadi yang keluar (agama tertentu) untuk menikah, lalu kembali lagi setelah ituSaya salut pada Yusuf dengan konsistensinya tidak menistakan kepercayaannya dan sepakat membina rumah tangga yang harmonis," ungkapnya(*/c2/ari)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Luis Suarez Asyik dengan BB, Jupe pun Dicuekin


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler