jpnn.com - NAMA Izzul Muslimin sempat jadi perbincangan karena memilih pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Sebagai mantan Ketua Pemuda Muhammadiyah, sikap politiknya itu jelas dianggap berseberangan dengan para pengurus maupun anggota dan warga di organisasi yang didirikan KH Ahmad Dahlan itu.
Kini, Izzul bukan hanya sekadar menjadi pendukung duet capres yang dikenal dengan Jokowi-JK itu, tetapi juga menjadi relawan penggalang dukungan. Pada 31 Mei 2014 lalu, Izzul mendeklarasikan Relawan Matahari Indonesia (RMI) yang masuk barisan pendukung Jokowi-JK.
BACA JUGA: Jokowi Bukan Capres Boneka
Dengan bendera RMI, Izzul seolah melawan arus besar di organisasi keagamaan yang pernah dipimpin Amien Rais itu. “Jokowi-JK itu tak jauh dari Muhammadiyah,” kata Izzul kepada M Kusdharmadi dari JPNN.
Bagi Izzul dan RMI, sosok Jokowi-JK sangat dekat dengan tujuh kriteria pemimpin masa depan yang digaungkan saat Tanwir Muhammadiyah di Samarinda beberapa waktu lalu.
BACA JUGA: Jokowi Pendiri Jamuro
Lantas apa yang melandasi semangat berdirinya RMI? Kenapa Izzul dan RMI menjatuhkan pilihan kepada Jokowi-JK dan bukan kepada Prabowo-Hatta?
Berikut petikan wawancara wartawan dengan Izzul di Posko RMI di Jalan Pulo Raya IV, Petogogan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (18/6).
BACA JUGA: Takut Indonesia Dipimpin Orang Otoriter
Bagaimana awalnya berdirinya RMI ini?
Relawan Matahari Indonesia ini kita deklarasikan pada tanggal 31 Mei 2014 setelah penatapan calon presiden dan calon wakil presiden. RMI ini sebenarnya adalah individu yang bergabung untuk mendukung Jokowi-JK sebagai capres-cawapres 2014. Hanya saja, kalau dari unsur atau background memang kebanyakan dari Muhammadiyah.
Ada beberapa tokoh yang terlibat aktif, kebetulan saya ditunjuk teman-teman jadi Koordinator Relawan. Ada penasehat Sutrisno Bachir mantan Ketua Umum PAN (Partai Amanat Nasional) dan banyak lagi.
Apakah RMI ini bagian dari Muhammadiyah?
Muhammadiyah kan secara resmi menyatakan netral berdasarkan keputusan Tanwir di Samarinda. Maka secara organisatoris kita tidak membawa Muhammadiyah, tetapi lebih ke individu. Jadi kalau ada yang mengaku membawa Muhammadiyah secara kelembagaan, tidak benar. Muhammadiyah secara organisasi netral. Namun, individu boleh saja menyalurkan aspirasinya.
Ada juga personal di Muhammadiyah yang mendirikan relawan mendukung Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Bagaimana tanggapan Anda?
Iya, ada juga banyak yang membuat relawan. Tapi saya kurang tahu, mana yang serius bergerak. Tapi saya lihat ada yang dibuat mirip RMI. Logonya kalau saya katakan makmum (mengikuti) kita. Alhamdulillah ada yang memakmumi kita itu.
Muhammadiyah saat tanwir menyatakan ada tujuh kriteria pemimpin masa depan. Warganya dipersilahkan memilih yang paling mendekati tujuh kriteria itu. Lantas kenapa Anda dan RMI memilih Jokowi-JK, bukan Prabowo-Hatta?
Karena memang kalau melihat tujuh kriteria itu sangat tepat dengan figur Jokowi-JK. Misalnya, Jokowi-JK itu orang yang merakyat, egaliter. Kalau di Muhammadiyah kan tidak ada kelas-kelas, kita cenderung egaliter.
Menurut kita, figur Jokowi-JK seperti itu. Ada satu istilah di Muhammadiyah yang cukup terkenal. Yaitu, sedikit bicara banyak kerja. Dan itu cocok dengan figur Jokowi-JK. Mereka adalah tipe man of action. Mereka tidak terlalu berwacana, tetapi pergerakannya jelas. Kebijakan dan langkahnya konkret.
Itu bisa dilihat dari track record mereka. Misalnya bagaimana Jokowi saat masih di Solo (wali kota) dan DKI (ebagai gubernur). Pak JK juga sebelum jadi wapres menjadi menkokesra eranya Bu Mega, kelihatan bagaimana perannya dalam perdamaian Aceh, Maluku, Poso. Itu rekam jejak orang yang tidak bisa menghapuskannya. Saya kira real, itu salah satunya.
Kemudian, menurut saya ini yang paling sangat penting Jokowi-JK ini bukan orang yang meminta-minta jabatan. Hal ini kalau di Muhammadiyah sangat prinsip. Kalau orang jadi pimpinan Muhammadiyah, bukan modelnya mengajukan diri. Tapi, atas usulan dari daerah atau wilayah untuk menghusulkan nama. Baru kemudian yang bersangkutan dihubungi, bersedia atau tidak untuk menjadi pimpinan Muhammadiyah. Jadi tidak ada proses mengajukan diri.
Itu sistem di Muhammadiyah. Karena, kita memahami bahwa jabatan itu amanah. Tidak boleh meminta. Jadi, kalau diberi amanah harus kita terima, karena itu menjadi kepercayaan. Itu yang kemudian kita melihat dipilihnya Jokowi-JK, bukan sosok pimpinan tertinggi parpol, bukan ya kalau boleh saya bilang tanda kutip itu trah, Soekarno, Soeharto. Ini sama sekali tidak. Mereka mewakili rakyat pada umumnya.
Selain itu PDIP sebagai partai pemenang pemilu yang mengusung capres-cawapres dengan koalisi yang ada dan memberi mandat kepada Jokowi-JK. Prosesnya seperti itu. Jadi ini sangat-sangat identik, pas dengan gaya kepemimpinan dalam Muhammadiyah. Ini yang kita sangat berharap banyak dengan Jokowi-JK. Ini aspirasinya cocok dengan gaya kepemimpinan Muhammadiyah.
Lantas segmen pemilih mana yang mau digaet RMI selain warga Muhammadiyah?
Pada dasarnya RMI ini terbuka. Kita tidak membatasi hanya orang Muhammadiyah yang bergabung. Kemarin misalnya kita mendapatkan dukungan dari pemulung di salah satu tempat pembuangan sampah di Tangerang. Sekelompok pemulung itu ingin mendukung Jokowi-JK. Mereka ada link ke RMI, jadi ketika mereka ingin memberikan dukungan, kita tampung.
Di Bandung ada pernyataan dukungan dari persatuan pedagang bakso se-Bandung Raya yang akan disampaikan melalui RMI. Kita tidak membatasi orang Muhammadiyah saja. Siapapun pada dasarnya kalau sepakat silahkan bergabung dengan RMI.
Berapa target suara yang akan dipersembahkan untuk memenangkan Jokowi-JK?
Secara angka tidak. Tapi, ini ada klaim yang ingin kita luruskan.
Maksudnya klaim?
Ada klaim, yang mungkin sudah pernah didengar. Pak Amien (Rais) yang mengatakan 80 persen warga Muhammadiyah pilih Prabowo-Hatta, sisanya baru pilih Jokowi. Saya kira ini klaim yang tidak punya dasar.
Kalau kita boleh lihat dari survei yang ada, tingkat netralitas Muhammadiyah masih cukup tinggi. Di LSI sebelum Juni misalnya, kalau tidak salah masih tinggi, yakni ke Prabowo 34 persen dan Jokowi 27 persen. Tapi, masih ada 40 persen yang masih mengambang atau swing voters. Sebenarnya orang-orang ini (swing voters), bukan orang yang tidak punya pilihan, bukan tidak memlih. Mereka pasti akan milih. Cuma karena organisasi (Muhammadiyah) sudah mengatakan netral, mereka tidak akan secara tebruka menyampaikan dukungan itu.
Nanti ada satu dua (mendukung) secara terbuka, silahkan. Tapi secara organisatoris (Muhammadiyah) kan tidak seperti itu.
Klaim sepihak itu tidak benar?
Saya mengatakan belum ada dasarnya.
Yakin mereka pada saatnya menggunakan hak politik dan menjatuhkan pilihan ke Jokowi atau Prabowo?
Pasti, tapi belum secara terbuka. Tapi, indikasinya, begitu saya deklarasi RMI 31 Mei, itu sambutan luar biasa. Sudah 21 provinsi yang mendirikan RMI dan sudah deklarasi. Sudah kita SK-kan. Hampir 87 kabupaten/kota yang juga sudah men-declare itu. Ini yang diekspresikan. Artinya masih banyak yang mungkin tidak secara pasti (terang-terangan). Seperti ada yang PNS (pegawai negeri sipil) misalnya tidak men-declare. Saya menduga mungkin bisa jadi lebih besar yang mendukung Jokowi-JK, hanya mungkin tidak tersampaikan (terang-terangan).
Sekarang ada warga Muhammadiyah yang mendirikan relawan mendukung Jokowi dan Prabowo. Tidak khawatir muncul gesekan di internal Muhammadiyah?
Sebenarnya sih kalau orang Muhhammadiyah sudah cukup dewasa. Dalam arti, ketika mereka kembali pada semangat dalam pemilu ini, Muhammadiyah memberikan kebebasan warga untuk memilih. Harusnya dalam posisi itu tidak ada klaim warga Muhammadiyah itu mau ke sana atau ke sini. Saya setuju itu.
Mestinya ketika ada perbedaan pilihan itu dan saya kira ini juga terjadi di organisasi lain, di NU (Nadhlatul Ulama) misalnya ada ke sana sini. Menurut saya kita harus dewasa menyikapi itu. Saya terus terang banyak mendengar, teman-teman dianggap beda ketika menyatakan dukungan ke Jokowi. Saya paham mengapa begitu, karena selama ini orang selalu mengidentikkan PAN ke Muhammadiyah. Padahal tidak selalu begitu, walau Pak Hatta itu Ketua Umum PAN memang Muhammadiyah.
Pak Hatta itu menjadi anggota Muhammadiyah setelah menjadi menristek (menteri riset dan teknologi, red), bukan sejak muda, bukan kader awal. Itu harus dicatat, karena yang membuat kartunya saya.
Kebetulan waktu itu saya jadi Kepala Kantor PP Muhammadiyah di Yogyakarta yang mengurusi kartu. Jadi saya tahu proses bagaimana Hatta mendapatkan kartu. Seperti itulah kira-kira.
Jadi, meski Hatta Ketua Umum PAN tapi PAN tidak selalu identik dengan Muhammadiyah?
Memang PAN didirikan Pak Amien, yang juga pernah menjadi Ketua Umum Muhammadiyah. Tapi, secara organisatoris Muhammadiyah dan PAN ini tidak dalam satu hubungan yang mengikat. Jadi tetap bebas. Warga Muhammadiyah diberi kesempatan kalau ada yang mau terjun ke parpol, silahkan, tidak hanya PAN. Ada yang di PDIP, Golkar, bahkan saya sendiri di Hanura. Jadi artinya, fakta bahwa orang Muhammadiyah ada di tempat (parpol) lain.
Tidak benar Muhammadiyah selalu identik dengan PAN. Tampaknya, ini mau dieksploitasi Muhammadiyah harus PAN, padahal tidak begitu. Karena realitasnya, saya lihat Buya Syafii Maarif yang juga bekas Ketua Umum PP Muhamadiyah itu ternyata lebih dekat ke Jokowi-JK, meski beliau lebih bijaksana tidak harus ke mana-mana (menunjukkan dukungannya). Tapi dari sikapnya, saya melihat ke sana (mendukung Jokowi-JK, red). Jadi, tidak bisa kita klaim Muhammadiyah itu harus ke Prabowo. Sangat penting adalah Jokowi-JK ini punya hubungan yang sangat mesra dengan Muhammadiyah. Ini banyak orang tidak tahu.
Maksud Jokowi dan JK punya hubungan dengan Muhammadiyah?
Saya baru tahu kalau ternyata ibunya Jokowi-JK itu ikut pengajian Aisyiyah. Ibunya Pak Jokowi di Solo, ibunya Pak JK di Makassar. Bahkan, mertua Pak JK, ayahnya Bu Mufidah, pernah menjadi Kepala Sekolah SMP Muhammadiyah di Makassar. Beliau (mertua JK) aslinya Sumatera Barat yang ditugaskan Muhammadiyah untuk membesarkan Muhammadiyah di Makassar. Kalau dari sisi itu bukan orang asing mereka berdua (Jokowi-JK) dengan Muhammadiyah. Saya sempat tanya teman-teman di Solo, ternyata Jokowi ini tidak terlalu jauh dengan Muhammadiyah.
Kenapa milih Jokowi-JK, bukan mendukung Prabowo-Hatta?
Kalau RMI begini, intinya kenapa tidak mendukung Prabowo-Hatta karena kita melihat bahwa Prabowo-Hatta dari beberapa stetamennya menyatakan mereka ingin melanjutkan kepemimpinan sekarang. Dan kita melihat ada beberapa catatan yang cukup jelas bahwa khususnya lima tahun terakhir ini kepemimpinan SBY-Boediono dari sisi prestasi memang menurut kita agak mengecewakan.
Biasanya kan begini, parpol itu akan mengikuti dari siapa yang memegang kekuasaan. Misalnya di Amerika Serikat, itu ketika Obama dari Demokrat sukses, maka pemilu berikutnya Demokrat itu ikut sukses. Sukses dalam arti kepemimpinan negara, bukan kepemimpinan partai. Korelasinya kuat, itu kelihatan sekali.
Ketika setelah pemilihan legislatif kemarin (di Indonesia) Demokrat itu dari 20 persen (Pemilu 2009) menjadi hanya 10 persen. Artinya, ada ketidakpercayaan dari masyarakat kepada Demokrat sebagai imbas dari ketidakpercayaan masyarakat kepada SBY. Artinya, masyarakat sendiri melihat kepemimpinan SBY ini banyak catatatannya. Kita merasa bahwa dalam situasi seperti ini perlu perubahan. Kalau Obama temanya itu (perubahan).
Sebenarnya Jokowi mirip itu juga. Ini antitesa dari kondisi kepemimpinan SBY yang menurut kami kurang berhasil untuk lima tahun ini, sehingga perlu perubahan. Perubahan itu ada di Jokowi-JK, bukan Prabowo-Hatta. Secara klaim Prabowo menyatakan dia akan meneruskan kebijakan. Tapi, saya kurang paham juga, yang meneruskan itu seperti apa dan yang mana. Tapi, dia selalu mengklaim itu.
Hatta juga jelas adalah bagian pemerintahan SBY dan memegang peranan penting, real wapres. Kalau ada real presiden itu dulu JK, ini real wapres Hatta. Dia (Hatta) punya peran cukup besar. Malah saya lihat kedekatannya lebih. Faktor itu juga tidak bisa kita lepaskan. Nah, kita dalam posisi ini melihat Indonesia butuh prubahan. Perubahan itu ada di Jokowi-JK. Karena itu kita tidak memilih Prabowo-Hatta.
Setelah mendirikan RMI dan terang-terangan mendukung Jokowi-JK, apa tanggapan dari sesepuh atau petinggi Muhammadiyah? Apakah ada yang mengecap Anda sebagai pembangkang atau pengkhianat? Bagaimana menghadapinya?
Kalau secara organisatoris tidak ada. Bahkan saya selalu katakan langkah kami ini individu, bukan organisasi. Kalau dipersoalkan secara organisasi justru di pihak sana (pendukung Prabowo-Hatta, red) yang terang-terangan. Pengganti saya di Pemuda Muhammadiyah saat tanwir bilang terang-terangan.
Kalau secara pribadi ikut di parpol, mendukung, itu urusan pribadi. Jangan membawa organisasi. Tapi ini justru ditampilkan di forum, tanwir. Menurut saya ini justru malah yang tidak sesuai dengan Muhammadiyah. Saya melihat langkah saya ini individu. Bagi yang pahami sikap Muhammadiyah, tidak masalah. Kalau ada yang mempersoalkan itu rata-rata posisinya di seberang. Jadi wajarlah itu. Mereka mungkin merasa ya ibaratnya "kok pasarnya diganggu". Muhammadiyah sikapnya kan tebruka, jadi tidak bisa meminta Muhammadiyah harus ke sana semua dan sebalikanya. Saya juga tidak ingin Muhammadiyah semuanya harus ke Jokowi-JK, pilihan itu kembali ke masing-masing individu.
Apapun pilihannya, tetap warga Muhammadiyah?
Iya. Yang penting kedewasaan melihat persoalan. Jangan sampai menghujat ketika saya ambil pilihan ini dianggap macam-macam. Karena menurut saya juga siapa yang menghianat? Tidak ada. Muhammadiyah sendiri tidak menyatakan dukungan secara resmi organisatoris. Muhammadiyah memberikan kebebasan. Tidak ada yang salah menurut saya.
Apa bentuk dukungan relawan di RMI, apakah akan turut menjadi saksi di TPS nanti?
Kita memang akan memberikan kalau boleh saya katakan memberikan pencerahan. (RMI) Ini kan Matahari Indonesia, jadi memberikan pencerahan kepada masyarakat terutama tentang Jokowi-JK. Baik secara personal maupun programnya. Terus terang banyak sekali informasi yang sifatnya mendiskreditkan Jokowi-JK dengan fitnah macam-macam. Ini akan diclearkan ke masyarakat bahwa Jokowi-JK adalah sosok seperti ini (tidak seperti yang diinformasikan atau difitnah itu). Banyak masyarakat di bawah belum tahu atau perlu mendapatkan informasi itu.
Kedua, kita posisi relawan, bukan tim pemenangan resmi. Untuk saksi itu harus dari tim pemenangan resmi. Tapi kita siapkan sumber daya manusia. Kalau seandainya kesulitan merekrut saksi resmi, kita akan siap untuk membantu itu. Kalaupun sudah ada saksi resmi, kita akan ikut partisipasi menjaga agar TPS ini tidak dicurangi.
Kita sudah merumuskan strategi bahwa setiap TPs itu relawan RMI ikuti hingga tuntas. Kalau perlu mengawal hasil pemilu jangan sampai dicurangi.
Lagipula, posisi kita bukan pemegang pemerintahan. Mohon maaf, kalau kemudian mau curang lewat mana? Karena kita bukan dalam posisi menguasai alat negara. Justru yang kita khawatirkan yang kuasai alat negara, yang nanti memanfaatkan itu.
Yang menguasai alat negara mengklaim netral?
Makanya kita harap klaim netral itu benar-benar netral. Tidak lips service doang. Ini kita khawatirkan, jangan sampai alat negara dimanafaatkan. Mudah-mudahan TNI, Polri, PNS bisa memposisikan diri netral. Kita tetap waspada akan bergerak mendukung saksi resmi yang ditugaskan amankan TPS.
Harapan untuk Jokowi-JK kalau mereka terpilih?
RMI, tidak hanya sekedar mengantar Jokowi-JK jadi presiden dan wapres. Tapi kita akan kawal kebijakan Jokowi-JK sesuai dengan harapan rakyat. Oleh karena itu, RMI tidak berhenti begitu pemilu selesai. Kita akan kawal. Kita juga paham, dalam politik ini pasti ada juga penumpang gelap. Misalnya melihat nanti Jokowi-JK ini menang, kemudian tiba-tiba ambil posisi yang kemudian bisa jadi menelikung di tengah jalan, merusak agenda revolusi mental Jokowi-JK.
Kita akan kawal Jokowi-JK, paling tidak sampai periode selesai sehingga apa yang menjadi semangat Jokowi-JK di awal ini akan benar-benar tuntas dan menemukan hasilnya sampai pada cita-cita yang diharapkan bersama.
Mungkin RMI mau jadi parpol nanti?
Saya tidak berpikir ke sana. Tetapi intinya, kita akan melakukan pengawalan bagaimana agenda yang sudah ditetapkan Jokowi-JK ini tetap bisa kita kawal sampai pada hasil yang dirasakan masyarakat. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Agar Atmosfir Olimpiade Biologi Mewabah ke Sekolah
Redaktur : Tim Redaksi