Berseteru, 4 Gajah dan 6 Warga Tewas

Jumat, 25 Juni 2010 – 10:41 WIB
PEKANBARU- Perseteruan antara gajah liar dan manusia di Riau ternyata sudah memakan korbanBerdasarkan catatan Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Riau, sedikitnya terjadi sebanyak 30 kali konflik langsung antara manusia dengan kawanan gajah liar dalam beberapa tahun terakhir

BACA JUGA: Minta Siaran Piala Dunia, Warga Ancam Demo

Dari konflik tersebut, sedikitnya 4 ekor gajah dan 6 warga tewas.

Perseteruan ini disebabkan karena kawanan gajah merasa semakin terjepit karena habitat mereka terganggu oleh perkebunan atau pembukaan lahan baru, baik oleh warga maupun perusahaan
Akibatnya, kawanan gajah keluar hutan dan menyerang perkebunan hingga pemukiman warga.

Meski begitu, Kepala Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Riau, Trisnu Danisworo memastikan tidak akan memindah 40 ekor gajah yang menjadi penghuni di sekitar kawasan Suaka Marga Satwa (SM) Balai Raja-Duri

BACA JUGA: Rob Rendam Kota Semarang

Sebab, menurutnya, tidak ada alasan pemindahan tersebut
Apalagi, kawasan Suaka Marga Satwa (SM) Balai Raja-Duri sudah lama ditetapkan sebagai kawasan perlindungan binatang liar.

"Walaupun sudah tinggal sedikit yang masih menjadi kawasan hutan, tapi status lahannya masih Suaka Marga Satwa," sebut Trisnu.

Kerusakan kawasan SM Balai Raja, diakui Trisnu bukan hal baru

BACA JUGA: DI Bojonegoro Harga Cabe Meroket

Terhitung 1980-an, sudah ada surat keterangan tanah (SKT) maupun Surat keterangan Ganti Rugi (SKGR) yang diterbitkan kepala desa maupun camatAwalnya, luas areal itu sekitar 18.000 hektare, namun, saat ini laju degradasinya sangat cepat sehingga sekarang hanya tersisa sekitar 190 hektare

Dia juga menyebutkan penetapan Balai Raja sebagai SM tidak terlepas dari keberadaannya yang memang menjadi habitat gajah Sumatera (elephans maximus sumatranus).Pada tahun 1997, penetapan batas kawasannya sudah ditandatangani seluruh kepala desa, yakni Desa Tenggano oleh Juharis, Kades Pinggir, Asmara juga diketahui Camat Mandau Wan Fauzi Effendi, Sekda Bengkalis Hamid Achmad SH serta ketua tim tata batas, Edi Basuki.

"Karena itulah, kami merasa heran, mengapa saat ini ada statemen pemerintah bahwa mereka tak tahu tata batas antara kawasan SM Balai Raja," keluh Trisnu.

Lebih jauh perihal ancaman masyarakat untuk berperang melawan gajah, Trisnu menyebutkan dia merasa prihatin, karena, jelas itu bertentangan dengan ketentuan dan Undang-undang yang berlaku"Tidak ada alasan membunuh gajah di habitatnyaKalaupun ada yang mencoba melakukan itu dengan sengaja, tetap ada sanksi hukum tindak pidana sesui dengan Pasal 21 ayat 2 UU RI nomor 5 tahun 1990, yakni penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100 jutaBila unsurnya kelalaian, pidana sekurang-kurangnya satu tahun atau denda Rp50 juta dan kami akan tetap mengejarnya secara hukum," kata dia.

Begitupun, disebutkan Trisnu, pihaknya tetap akan melakukan pendekatan secara persuasif kepada Pemkab Bengkalis untuk mengembalikan status lahan yang saat ini sebagian sudah digunakan untuk pemukiman, kantor pemerintahan, termasuk camat dan desa juga kebun dan pabrik kelapa sawit"Kita akan bicara langsung dengan bupatinyaIntinya, kawasan itu harus kembali sebagai SM Balai Raja,"sebut Trisnu.  Soal di sekitar kawasan itu saat ini ada sekitar 44.000 jiwa yang bernaung, menurut dia itu akan ditindaklanjuti penanganan masalahnya setelah pertemuan dengan Pemkab Bengkalis"Kita belum sampai pada langkah hukum, karena kita ingin mendudukkan kembali seluruh kesepakatan maupun ketentuan tentang lahan ini,"kata dia.

Seluruh permasalahan ini, dijelaskan Trisnu tak harus dilimpahkan pada gajahnya, karena, tidak ada yang salah pada kehidupan gajah tersebut"Kami juga tidak punya alasan untuk apa memindahkan gajah itu, karena, sejauh ini potensi SM balai Raja ini besar untuk menjadi kawasan wisata gajah, selain aspek konservasinya(bud/fuz/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Opera Van Java Dituding Lecehkan Hindu


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler