Besok Kasus TPI Diputuskan

Rabu, 30 Maret 2011 – 19:31 WIB
JAKARTA - Guru Besar Hukum Pidana dari Universitas Diponegoro (Undip), Prof Dr Muladi menilai, pengalihan saham PT Cipta Televisi Pendidikan Indonesia (CTPI) oleh PT Berkah Karya Bersama ke MNC Grup sebagai perbuatan melawan hukumKarena itu, Muladi meminta Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang menyidangkan dan akan memutuskan kasus ini Kamis (31/3) dapat bersikap profesional atas dasar jujur, adil, independen dan impartial trial dalam menetapkan keputusan.

Harapan mantan Menteri Kehakiman itu, majelis hakim mengabulkan gugatan penggugat karena TPI dulunya didirikan dengan idealisme untuk mempertahankan visi dan misi TPI sebagai televisi pendidikan yang kini berbelok arah menjadi tv komersial.

"Putusan majelis hakim terhadap kasus ini kita harapkan memiliki kepastian hukum, keadilan, serta asas kemanfaatan secara profesional atas dasar jujur, adil dan independen" ujar Muladi di Jakarta, Rabu (30/3) saat dimintai tanggapan sengketa kasus TPI.

Menurut Muladi, pengalihan saham CTPI ke MNC dengan cara dijual oleh PT Berkah Karya Bersama dinilai sebagai perbuatan melawan hukum

BACA JUGA: Besok, Deadline LAKIP

"Pengalihan saham dari PT Berkah ke MNC Group dengan cara dibeli Hary Tanoe pada 2006 tidak sah dan ilegal, sekalipun tercatat di Kemkumham
Karena surat kuasa yang diberikan pemilik TPI, Siti Hardiyanti Rukmana (Tutut) secara eksplisit tidak menyebutkan klausul tersebut, pelanggaran kewenangan tidak dapat dibenarkan, karena surat kuasa harus dipertanggungjawabkan dalam RUPS dan ditawarkan terlebih dulu kepada pemegang saham lama," papar Muladi.

Fakta tersebut, lanjut Muladi, terungkap dalam surat Dirjen Administrasi Hukum Umum tanggal 19 Januari 2011 kepada Deputi Mensesneg tentang adanya tindakan perbuatan melawan hukum yang dilakukan Hary Tanoe menggunakan fasilitas negara (Sisminbakum) dengan tidak melalui proses persetujuan pejabat yang memiliki kewenangan

BACA JUGA: Susno Ngaku Pasrah ke Pengacara Polri

"Disamping itu keduanya tidak pernah mengajukan permohonan persetujuan perubahan nama, dan masih dibekukan karena belum selesainya sengketa perdata keduanya di pengadilan dan belum memiliki kekuatan hukum tetap."

Upaya Hary Tanoe merubah nama TPI menjadi MNC TV, dinilai mantan Gubernur Lemhamnas ini sebagai perbuatan melawan hukum
Karena perubahan nama harus dengan persetujuan Menkumham sesuai pasal 21 UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang perseroan terbatas.

"Hal ini belum bisa dilakukan oleh keduanya (masih diblokir) karena masih dalam sengketa perdata di Pengadilan dan belum ada keputusan yang berkekuatan tetap," ujarnya.

Putusan Dirjen AHU Kemkumham tentang perbuatan melawan hukum dalam pengalihan saham PT CTPI tersebut membuat klaim MNC sebagai pemilik 75 persen saham PT CTPI otomatis tidak sah

BACA JUGA: Tuntut KPK Tangkap Gubernur Lampung

Karena pengalihan saham tersebut dilakukan dengan menyalahgunakan surat kuasa TututPadahal surat kuasa itu hanya mengatur penyelesaian utang TPI dan tidak menyebut untuk mendilusi saham Tutut"Ini yang dilanggar Hary Tanoe dan tidak sah karena melanggar prinsip good corporate governance," tutur Muladi.

Penyalahgunaan itu juga termasuk pemblokiran hasil RUPSLB PT CTPI yang digelar Tutut sebagai pemegang saham mayoritas pada 17 Maret 2005"Pemblokiran akta pengesahan RUPSLB melalui Sisminbakum juga bagian dari menyalahgunakan fasilitas negara, ini kejahatan korporasi," ujar Muladi.

Menurut Muladi kejahatan korporasi terjadi apabila pejabat korporasi yang memiliki posisi strategis dalam korporasi telah melakukan tindak pidana untuk kepentingan korporasiJabatan strategis tersebut dapat dibuktikan dengan kewenangan untuk pengambilan keputusan, kewenangan untuk mewakili perusahaan dan kewenangan untuk mengontrol perusahaan.

Muladi mengharapkan majelis hakim menjadikan investment agreement sebagai margin of appreciation dalam pertimbangan putusannya.

Selain itu, Muladi juga menyarankan Tutut melaporkan kasus ini secara pidana dengan sangkaan pidana corporate crime berupa penggelapan 75 persen saham dan penggelapan perusahaan"Tidak tertutup kemungkinan bagi Tutut untuk melaporkan kasus ini kepada polisi dengan sangkaan penggelapan saham dan perusahaan, dalam hal ini unsur sifat melawan hukum yang memberatkan di samping tuduhan adanya kemungkinan kecurangan (deceit and manipulation) penggunaan surat kuasa mbak Tutut," papar Muladi.

Oleh karena itu putusan hakim PN Jakarta Pusat atas sengketa TPI diharapkan dapat menjadi “landmark dicision” dan menjadi obyek kajian hukum korporasi.

Sementara kuasa hukum Tutut, Hary Ponto berharap majelis hakim bersikap adil dan jujur dalam memutus perkara sengketa perdata saham TPI antara Tutut melawan Hary TanoeHakim harus mempertimbangkan pengakuan saksi ahli dan saksi kunci bahwa Hary Tanoe dan PT Berkah Karya Bersama telah menyalahgunakan surat kuasa Tutut.

"Surat kuasa itu hanya sekadar memberi kuasa pada Hary Tanoe untuk menyelesaikan utang perusahaan, bukan untuk mengambil-alih saham secara sepihak dan kemudian mengalihkan sahamnya ke MNC dengan cara menjual untuk menghilangkan jejakSemua prosedur hukum ini ilegal dan melawan hukum," tegas Hary Ponto.

Kasus sengketa TPI memang sarat dengan persoalan pendidikan hukum, etika bisnis dan persoalan “unfair trade practices“ dan salah-salah bisa menjurus pada kejahatan korporasi (corporate crime) yang berdampak multidimensiKasusnya sendiri berawal saat TPI berusaha merestrukturisasi utang akibat terkena dampak krisis moneter pada pertengahan 1998, imbuh Hary Ponto.

Untuk mengatasi persoalan tersebut pada 22 agustus 2002, Tutut sebagai pemilik 100 persen saham PT CTPI melakukan “investment agreement” dengan Hary Tanoe (PT Berkah Karya Bersama)Dalam perjanjian Hary Tanoe berkomitmen melunasi semua hutang TPIOleh karena itu Tutut memberi surat kuasa pada 3 Juni 2003 kepada Hary Tanoe untuk melakukan restrukturisasi utang.

"Namun pada perkembangannya, surat kuasa ini disalahgunakan Hary TanoePengusaha Surabaya itu menggelar RUPSLB dengan agenda mengambil-alih saham PT CTPI dan mengganti jajaran direksinya pada 21 Juni 2003," ujarnya.

Karena disalahgunakan, Tutut mencabut surat kuasa sekaligus membatalkan “investment agreement” pada 16 Maret 2005Karena terjadi hal-hal yang dianggap di luar/melebihi batas-batas kesepakatan, menyalahgunakan kepercayaan dan melampaui kewenangan yang diberikanPada 17 Maret 2005, Tutut sebagai pemegang saham mayoritas menggelar RUPSLB untuk mengganti pengurus PT CTPI yang dibentuk Hary Tanoe, imbuhnya.

Namun pendaftaran hasil RUPSLB ditolak akses pengesahannya oleh Sisminbakum yang saat itu dikelola kakak Hary Tanoe, tanpa alasan yang jelasPada tanggal 18 Maret 2005 Hary Tanoe menggelar RUPSLB “tandingan” dengan secara tidak sah tetap menggunakan surat kuasa 21 juni 2003 yang pada 16 Maret 2005 telah dicabut.

"Di sini Hary Tanoe menghilangkan hak saham Tutut sebanyak 75 persen menjadi pemegang saham minoritas 25 persen, dengan mengkonversi hutang menjadi saham dan mengganti jajaran direksi PT CTPIAlasan konversi saham 75 persen sebagai imbalan telah berhasil melunasi hutangHasil RUPSLB Hary Tanoe berhasil disahkan di Sisminbakum Menkumkam," kata Hary Ponto.

Antara 2003-2010, Tutut berjuang untuk menuntut haknya yang secara melawan hukum dilanggar oleh Hary Tanoe, yakni PT BKB yang telah melakukan perbuatan melawan hukum terkait dengan penggunaan surat kuasa  tidak sah dalam RUPSLB yang digelar 18 Maret 2005 guna mendelusi 75 persen saham Tutut serta adanya pemblokiran akses Sisminbakum.

"Terakhir, Dirjen AHU Menkumham pada 8 Juni 2010 mencabut akta pengesahan RUPSLB versi Hary TanoeSurat Menkumham bernomor C-07564HT01.04 tahun 2005 tertanggal; 21 Maret 2005 itu dibatalkan demi hukum dan tidak memiliki akibat hukum," pungkasnya(fas/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Hati-Hati, Raskin Berjamur !


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler