BI Cabut Izin Usaha Bank IFI

Sabtu, 18 April 2009 – 06:52 WIB
Foto : M Ali/Jawa Pos
JAKARTA - Lihai mengelola bisnis restoran tak menjamin juga hoki di bisnis perbankanItulah nasib yang dialami bos McDonald's Indonesia Bambang Rachmadi yang juga pemilik PT Bank IFI

BACA JUGA: Men BUMN Tolak Dugaan Kartel Semen

Jumat (17/4), Bank Indonesia (BI) memutuskan mencabut izin usaha Bank IFI


Penyebabnya fatal

BACA JUGA: Triwira Ikut Konsorsium Beli Saham NNT

Bank yang berumur 54 tahun itu tidak mampu menambah jumlah modal
Rasio modal Bank IFI anjlok hingga tidak memenuhi syarat permodalan minimal 8 persen sampai batas waktu 15 April 2009

BACA JUGA: Pengusaha Logistik Minta Tol Trans Jawa Segera Dituntaskan

Kepala Biro Stabilitas Sistem Keuangan BI Wimboh Santoso mengungkapkan, rontoknya bank IFI bukan akibat krisis keuangan dunia''Masalahnya sudah lama, sejak 2002Jadi, ada krisis global atau tidak ada krisis global, ya memang sudah cacat,'' ujarnya.

Bank IFI masuk pengawasan intensif sejak 2002 karena rasio kredit bermasalah (NPL) di atas 5 persen

Pada 31 Maret 2009, NPL gross Bank IFI sudah menembus 24 persenBI telah meminta saham pengendali untuk menambah modal serta menjaga likuiditas bankNamun, bank yang beroperasi di ibu kota itu tidak berhasil menjalankan program yang disyaratkan.

Wimboh menyatakan, beberapa investor sempat berminat mengambil alih bank yang 92 persen sahamnya dimiliki Grup Ramako milik keluarga Rachmadi ituNamun, investor yang berminat tak bisa memenuhi tenggat menyuntik modal''Sudah diupayakan semaksimal mungkinTapi, harapan sulit dipenuhi,'' tegasnya.

Berbagai upaya sebetulnya sudah dilakukan keluarga RachmadiDi antaranya, mencari para investorBerunding berkali-kali, tapi hingga akhir hayatnya suntikan darah segar itu tidak pernah masuk ke tubuh IFISejumlah pemodal raksasa sebetulnya berminat menanam uang di bank tersebutPertengahan 2008, misalnya, keluarga William Soeryadjaya berencana mengambil alih bank milik pengusaha McDonald's, Bambang Rachmadi, itu

Dengan menaruh duit di Bank IFI, William tampaknya berniat kembali ke ''rumah lamanya'', dunia perbankanBisnis bank bukanlah lahan baru bagi keluarga Om WilliamDia adalah pemilik Bank Summa yang pada 1992 terkulai karena urusan modalWilliam harus melepas sahamnya di Astra guna mengatup kerugian di Summa.

Khalayak bisnis sempat berharap modal IFI langsung menjulang dengan masuknya keluarga ituFaktanya tidakProses negosiasi mentokWilliam gagal masukDan Jumat kemarin adalah ujung semuanya.

Lahir pada 1955, semula IFI merupakan lembaga keuangan bukan bank (LKBB) dan dikenal dengan nama Indonesia Finance and Investment CompanyLembaga tersebut kemudian bersalin rupa setelah pemerintah menerbitkan Undang-Undang Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 yang memudahkan syarat pendirian bank

Dengan kekuatan modal yang solid, bank baru itu tumbuh pesatBersamaan dengan perubahan statusnya menjadi bank umum, Februari 1993, PT IFI berubah nama menjadi PT Bank IFI.

Bisnis perbankan Indonesia hancur lebur awal 1997Sejumlah bank terjerat kredit macetSebagian besar di antara mereka juga melanggar batas minimum pemberian kredit (BMPK)Tapi, Bank IFI kukuh bertahan, walau diharuskan mencari sekutu untuk memperkuat kantongnya.

Karena itu, 1 Maret 1998, bank tersebut merger dengan Bank AstaSetelah proses ''kawin'' itu, jumlah cabang Bank IFI bertambah banyakStruktur permodalannya juga cukup kukuhKarena itu, jika sejumlah bank, bahkan sejumlah bank raksasa, masuk unit gawat darurat alias Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Bank IFI justru melenggang bebasMereka tidak masuk rekapitalisasiBahkan, masuk UGD BPPN saja tidakNilainya A.

Sepak terjang bank tersebut kemudian merambah ke perbankan syariahPada 28 Juni 1999, dibuka cabang syariah yang diberi nama Bank IFI Cabang SyariahDengan dibukanya satu cabang khusus syariah, bank itulah yang kali pertama menggunakan ''dual system''Struktur permodalan bank tersebut kian kukuh dan menggembirakan

Tapi, kegembiraan itu berumur pendekPada 21 Agustus 2002, BI menetapkan Bank IFI dalam pengawasan khusus karena modalnya kurangSetelah disuntik modal, IFI berhasil checkout dari pengawasan BI.

Sembuh, sakit, sembuh, lalu terkulaiBegitulah nasib Bank IFISemester pertama 2008, rapornya banyak yang merahDibanding semester pertama 2007, jumlah kredit semester pertama 2008 hanya naik Rp 6 miliarPertumbuhan DPK hanya naik tipis 9,83 persen

Walau rasio kredit dana pihak ketiga masih bagus, ada yang berbahaya dalam struktur keuangan bank tersebutNPL menjulang ke bilangan 24 persenNPL itu belum termasuk aset produktif bermasalah yang mencapai 40 persenPenyebabnya, sejumlah debitor kakap ternyata menunggak utang ke bank itu.

Wimboh menuturkan, tingginya NPL tersebut terus menggerus modal Bank IFIAkhirnya, Bank IFI masuk kategori bank dengan pengawasan khusus sejak September 2008Karena tidak kunjung ada guyuran modal baru, kemarin riwayat Bank IFI berakhir

Penutupan Bank IFI dipastikan berdampak besar terhadap nasabahnyaSebab, mayoritas simpanan nasabah Bank IFI tidak dijamin Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) karena jumlahnya di atas batas maksimal penjaminan Rp 2 miliarJumlah dana tak dijamin bisa bertambah jika suku bunga simpanannya di atas bunga wajar LPS

Data LPS per 31 Maret menunjukkan, simpanan nasabah Bank IFI di atas Rp 2 miliar adalah Rp 191,2 miliar yang terdiri atas 30 rekeningDana sebesar itu pasti tidak dijamin LPSSedangkan simpanan nasabah di bawah Rp 2 miliar mencapai Rp 160,4 miliar yang terdiri atas 9.600 rekening

Dengan keputusan pembekuan izin oleh bank sentral, LPS mengambil alih wewenang RUPS Bank IFI dan membubarkan badan hukum bank serta membentuk tim likuidasiKemudian, LPS menetapkan status ''bank dalam likuidasi'' serta menonaktifkan seluruh direksi dan komisaris

Pencabutan izin Bank IFI tersebut menjadikan bank itu sebagai bank umum pertama yang dilikuidasi lewat LPSSebelumnya, berbeda dari Bank IFI, pemerintah melalui LPS masih menyelamatkan satu bank gagal, yakni Bank Century, dengan mengambil alih.(sof/kim)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Investor Malaysia Minati Proyek Tol di Kaltim


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler