jpnn.com, JAKARTA - Bank Indonesia (BI) mendorong nasabah korporasi melakukan transaksi lindung nilai (hedging) dalam setiap transaksi valuta asing (valas).
Edukasi terus digencarkan lantaran belum semua korporasi yang memiliki utang luar negeri melakukan hedging.
BACA JUGA: Respons Pasar Positif, Rupiah Bakal Menguat
Asisten Direktur Departemen Pengembangan Pasar Keuangan BI Indra Gunawan menyatakan, dari total transaksi valas, baru 30–40 persen yang menggunakan transaksi derivatif.
Dari total nasabah korporasi yang mempunyai utang luar negeri, sebanyak 90 persen sudah melakukan hedging.
BACA JUGA: Subsidi Elpiji Berpotensi Bengkak Rp 10 Triliun
’’Sebenarnya progresnya cukup baik karena tahun lalu hanya sekitar 80 persen korporasi yang memiliki utang luar negeri yang menggunakan hedging,’’ kata Indra dalam sosialisasi Peraturan BI No 18/19 Tahun 2016, Kamis (20/4).
Indra menilai, korporasi belum menyadari pentingnya hedging lantaran merasa belum mendesak.
BACA JUGA: Kuartal Pertama, Sektor Industri Melambat
Selain itu, ada konfidensi dari korporasi bahwa kurs rupiah akan menguat.
’’Meski begitu, kami surati mereka supaya melakukan hedging agar stabilisasi nilai tukar bisa tercapai,’’ paparnya.
Dia menuturkan, banyak BUMN yang melakukan transaksi spot dalam kurun waktu maksimal dua hari.
Dengan hedging, risiko dari gejolak kurs maupun cash flow perusahaan lebih terjaga.
BI juga memperluas instrumen lindung nilai dengan call spread yang dulu terlarang karena rentan digunakan untuk spekulasi.
Kini, call spread diperbolehkan sepanjang mempunyai underlying transaction. ’’Aturan yang baru lebih fleksibel bagi nasabah,’’ jelas dia. (res/c14/noe)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Perbankan Dihantui Rasio Kredit Bermasalah
Redaktur & Reporter : Ragil