Dalam sidang, Antony membeberkan rekaman bahwa sebagian dana BI itu juga digunakan untuk menghindarkan para mantan pejabat bank sentral dari penahanan.
Rekaman itu diperoleh Antony saat mengklarifikasi temuan kasus dana BI kepada Oey Hoey Tiong semasa menjadi deputi biro hukum BI
BACA JUGA: Ditjen Pajak Mulai Tertibkan Rumdin
Saat itu Antony merekam semua percakapannya dengan Oey di ruang kerja saat awal meledaknya kasus BI.Isi rekaman itu semakin menguatkan dugaan bahwa sebagian dana BI benar-benar mengalir ke Gedung Bundar
BACA JUGA: Jimly Mengaku Rikuh di MK karena Tak Jadi Ketua
Permohonan itu sebelumnya diajukan Oey pada 4 Juli 2003Dalam rekaman itu, Antony menanyakan alasan membengkaknya dana bantuan hukum untuk mantan pejabat BI dari yang dianggarkan Rp 5 miliar menjadi Rp 68,5 miliar
BACA JUGA: Sultan Minta Hargai Piagam Pengukuhan Jogja
Oey menjawab bahwa uang tersebut disiapkan untuk proses hukum berikutnya''Ini kan baru dua orang (mantan Gubernur BI Soedrajad Djiwandono dan Syahril Sabirin, Red), yang dua orang ini juga nambahIni kan baru proses, agar mereka tidak ditahan,'' ujar Oey dalam salinan rekaman AntonySelain Soedrajad dan Syahril, tiga mantan pejabat BI menjadi tersangka kasus BLBI yang perkaranya ditangani kejaksaanAliran uang untuk melobi kasus hukum tersebut juga diketahui Anwar Nasution semasa menjabat deputi gubernur senior (DGS) BINamun, anggaran itu disebutkan untuk sewa pengacara.
Antony juga berupaya mengejar jawaban OeyDia berusaha menelusuri asal dana untuk memberikan bantuan hukum tersebutOey menjawab bahwa dana tersebut dari luar BI.
Menurut Oey, dana itu diserahkan sendiri kepada sejumlah nama pejabat kejaksaanDan, kenyataannya, Syahril dan Soedrajad memang terhindar masuk tahanan''Begitu selesai (uang diserahkan), surat penahanan langsung disobek,'' terangnya.
Dalam rekaman, Oey juga membeber kronologi pemberian uang tersebutMenurut Oey, Soedrajad mencari sendiri sejumlah jaksa yang dapat dilobi''Dia (Soedrajad) pakai orang sendiriKita tidak tahu orangnya siapaYang penting serahkan danaDia menjajaki butuh sekian kemudian diajukan kepada dewan (dewan gubernur)," jelasnyaDana tersebut, menurut Oey, diberikan sekaligus Rp 5 miliar.
Antony kemudian mengungkapkan mengapa Rapat Dewan Gubernur (RDG) 22 Juli berani memutuskan pengucuran uang tersebutOey menyebutkan bahwa tidak disebutkan secara spesifik untuk apa dan untuk siapa''Itu memang dikamuflasekan sedemikian rupa,'' ucap Oey.
Selain merekam percakapannya dengan Oey, Antony mencoba mendatangi Kepala Biro Gubernur BI Rusli Simanjuntak di ruang kerjanyaDia berusaha menagih komitmen BI yang akan membantu menutup kasus BI
Menurut Antony, begitu skandal tersebut terkuak, para anggota DPR juga berusaha mengembalikan dana BI yang telah mereka terimaNamun, jumlahnya kurang, karena hanya tersedia Rp 15 miliar"Ini yang merasa kami terima," jelasnyaNamun, permintaan itu ditolak Rusli"Tidak mungkin Bapak yang lolos, kami bagaimana?" ujarnyaKarena sikap itu, Antony merasa terikat untuk ikut bertanggung jawab dalam kasus korupsi senilai Rp 100 miliar tersebut.
Antony menambahkan, Rusli berusaha mendinginkan pikiran mantan ketua subkomisi perbankan tersebut"Pak Rusli bilang, sudahlah jangan dipikirkanSebab, yang dihukum saya," ungkapnya
Bahkan, kata Antony, Aulia Pohan juga mengingatkan bahwa kasus tersebut bisa diatasi segeraNamun, Antony bersikeras agar segera diselesaikan karena namanya disebut dalam audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang pertama membongkar dugaan korupsi tersebut
Bukan Alat Bukti
Rekaman pembicaraan yang diputar dalam sidang lanjutan aliran dana Bank Indonesia (BI) dengan terdakwa dua mantan anggota DPR, Antony Zeidra Abidin dan Hamka Yandhu, sontak ditanggapi Kejaksaan Agung (Kejagung)Kapuspenkum Kejagung Jasman Panjaitan menganggap isi rekaman percakapan Antony dengan Deputi Direktorat Hukum BI Oey Hoey Tiong tersebut sumir.
''Itu bukan keterangan seorang saksi karena status saksi itu testimonium de auditu alias saksi yang tidak mendengar sendiri, melihat langsung, dan merasakan langsungIni masih sangat sumir,'' ujar Jasman ketika ditemui di kantornya kemarin (7/10)
Jasman menilai alat bukti berupa rekaman pembicaraan yang diperdengarkan di persidangan Antony belum bisa dijadikan alat bukti yang sah berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)''Apalagi jika rekaman tersebut juga dibantah oleh yang bersangkutan (Oey, Red),'' katanya
Meski demikian, Kejagung tetap merespons persoalan itu walau tidak dalam bentuk ekspose alias gelar perkaraBentuk respons awal adalah dirinya selaku Kapuspen yang akan menghadap ke pimpinan Kejagung''Apakah nanti langsung dibuatkan tim khusus atau seperti apa saya belum bisa menyimpulkan,'' tegasnya.
Jasman menjelaskan, jika ada bukti tambahan yang menjadi titik terang keterlibatan oknum Kejagung, pihaknya akan bersikap proaktif untuk menyelidiki dugaan pelanggaran berat tersebut.(git/zul/agm)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Hadapi Krisis Finansial Global, SBY Bentuk Tim Khusus
Redaktur : Tim Redaksi