jpnn.com - KEBRINGASAN suporter Bonek terhadap Aremania di Sragen,19 Desember 2015, tampaknya akan menjadi catatan hitam di lembaran sejarah persepakbolaan di tanah air yang sulit dihapus.
Kebrutalan mereka tergambar jelas di atas Berkas Acara Pemeriksaan (BAP) di Polres Sragen. Berikut pemaparan penyidik kepada Hary Santoso, wartawan MALANG POST (Jawa Pos Group) di ruang Kasatreskrim Polres Sragen.
BACA JUGA: Supir Bus Titip Mayat Eko sama Saya
Upaya 32 Aremania ditambah 1 sopir dan 1 kernet bus (jadi ada 34 orang) untuk selamat sampai Stadion Maguwoharjo, Jogjakarta, sebenarnya sudah sangat luar biasa. Berbagai cara sudah dilakukan untuk menghindari terjadinya pertemuan (bentrok) dengan suporter bonek di sepanjang perjalanan menuju Jogjakarta.
Tidak hanya atribut Aremania yang mereka sembunyikan. Bus yang mereka carter menuju Jogjakarta pun, jauh dari kesan rombongan Aremania. Mereka memilih Jatim asal luar Malang. Yaitu bus bernopol BG (Sumatera Selatan). Bukan bus asal Malang dengan nopol N.
BACA JUGA: Ketika Sampah Membanjiri Kota Mataram
‘’Jadi kamuflase yang mereka (Aremania) lakukan sangat luar biasa,’’ ujar Ipda Pitoyo, penyidik yang khusus dipercaya menangani kasus tewasnya dua Aremania di Sragen.
Lebih mengangetkan lagi, sebelum nyawanya dihabisi bonek di SPBU Jatisomo, Eko Prasetyo berusaha mati-matian membela diri. Eko juga mati-matian membela rombongan Aremania asal Pujon agar terhindar dari amuk bonek.
BACA JUGA: Mantan Napi, Sempat Dikabarkan Meninggal, Kini jadi Bupati Lagi
Ketika itu, saat di-sweeping kepada para bonek, Eko menyebutkan kalau hendak berwisata ke Jogjakarta. ‘’Polos tanpa atribut sama sekali. Mereka bahkan ngomong mau piknik sama bonek,’’ ujar Pitoyo menirukan pengakuan 17 dari 30 tersangka yang diprosesnya.
Namun, pengakuan dan pembelaan Eko, tidak didengar sama sekali. Telinga dan nalar para bonek sudah tidak ada. Akal sehat 7 truk bonek tertutup tensi psikologis hendak menghabisi Aremania.
Makanya, mereka tetap dan terus mencari ‘alat bukti’ yang menunjukkan bahwa rombongan naas ini benar-benar Aremania. ‘’Bonek tidak percaya, mereka rombongan wisata. Akhirnya menggeledah dan melakukan sweeping. Semua dompet, baju, hp disita. Begitu didapatkan ada identitas Aremania, langsung melakukan kekerasan. Baik terhadap barang atau terhadap orang,’’ jelas Pitoyo sembari tangannya digerakkan menirukan aksi kekerasan bonek terhadap bus dan Aremania.
Melihat sebagian rekannya, termasuk Eko, dihajar bonek, Aremania lainnya berusaha menyelamatkan diri. Ada yang lari dan sembunyi di kamar-kamar pegawai SPBU. Ada juga yang sampai lari ke kampung terdekat. Tujuannya jangan sampai tertangkap bonek yang sudah kalap.
Mereka, Aremania, sadar. Jika membela Eko akan sangat fatal akibatnya. Selain kalah jumlah, 500 dibanding 34, nyawa mereka pun bisa terancam.
‘’Pasca kejadian itu, kami membutuhkan waktu lama untuk mengumpulkan rekan-rekan Aremania. Karena mereka ada yang lari masuk kampung,’’ ujarnya.
Dampak keberingasan bonek, kemudian terlihat sekitar 15 sampai 30 menit kemudian. Tidak hanya badan bus yang hancur. Tetapi tubuh Eko pun juga ikut hancur. Sebanyak 10 luka serius yang dialami Eko menyebabkan darah terus mengalir dari tubuhnya. Kondisi ini pula yang menyebabkan Eko meregang nyawa di tempat kejadian.
‘’Dari hasil otopsi, ada 10 luka dialami korban. Wajah Eko hancur dihantam cor-coran yang kita temukan di sebelah korban,’’ ungkap Pitoyo.
Apakah bongkahan cor-coran batu itu sudah disiapkan? ‘’Tidak. Mereka mungkin menemukan disekitar lokasi kejadian. Bentuknya kayak bongkahan pondasi, beratnya sekitar 10 kg,’’ ucapnya.
Selain itu, di tubuh Eko juga didapatkan luka tusuk di dada sebelah kiri. ‘’Tembus. Luka tusuk itu tembus jantung. Selain itu ada luka-luka lain di sekujur tubuhnya,’’ kata Pitoyo dengan menyebut dari 30 tersangka, hanya 17 terbukti melakukan pengeroyokan di SPBU Jatisomo.
Tindakan bonek itu semua, dianggap sebagai tidak berperikemanusian. Secara logika, sebagai manusia Pitoyo tidak pernah melihat kejadian seperti itu. Sadis, ganas bahkan biadab telah ditunjukkan suporter bonek kepada suporter Aremania, yang sama-sama berasal dari Jawa Timur.
‘’Ini bukan pendapat polisi atau penyidik. Ini pendapat saya sebagai manusia. Sulit dibayangkan. Itu (tindakan) tidak punya perikemanusian dan biadab. Kenapa harus terjadi. Apalagi ini sama-sama suporter dari Jawa Timur,’’ keluhnya.
Ditanya soal kepastian pengenaan pasal terhadap tersangka, penyidik berdalih atas fakta-fakta dilapangan. Termasuk fakta dari saksi-saksi yang dimintai keterangan baik di Polres Sragen atau di Polres Batu.
BACA: 'Supir Bus Titip Mayat Eko sama Saya'
BACA: Ingat Kekasih, Aremania Itu Dihajar, Darah Mengucur Deras...Ya Allah
Selain itu, pengenaan pasal 170 KUHP juncto pasal 351 juncto pasal 55 didasarkan alat bukti yang didapat dilapangan. Semuanya mengarah kepada pasal 170 KUHP. (**/bersambung).
BACA ARTIKEL LAINNYA... Mengharukan tapi Lucu: Cari Sinyal Harus Naik Perahu 3 Jam dan Memanjat Waru
Redaktur : Tim Redaksi