Bikin Meja-Kursi Cyborg, Finalis Kompetisi Desain Eropa-Asia

Sabtu, 23 Oktober 2010 – 12:32 WIB

Membuat barang-barang bekas menjadi barang apik merupakan kreativitas sehari-hari Didi Diarsa AdianaDia berhasil menciptakan furnitur sekolah dari kayu-kayu bekas peti kemas

BACA JUGA: Keluarga Soeharto Bicara soal Gelar Kepahlawanan

Kini, dia juga menggabungkan karyanya itu dengan limbah elektronik.

 
 AGUNG PUTU I., Jakarta

 
 Sebuah meja "cyborg" diletakkan di ruang tengah bengkel kerja Furnitur Aktif di Jalan Nangka, Cimanggis, Depok, Jawa Barat,.  Kalau manusia cyborg dalam film layar lebar adalah manusia setengah robot, meja cyborg itu merupakan meja yang dibuat dari bahan biologis (maksudnya kayu) dan elektronik.Bodi meja dibikin dari kayu
Tapi, dua kaki yang menyangga bodi itu adalah casing PC (personal computer) bekas

BACA JUGA: Damien Dematra, Penulis Novel Ber-Setting Presiden Obama

Dua casing putih tersebut berasal dari jenis dan ukuran yang sama
Karena itu, meja tersebut mampu berdiri kukuh dan tidak goyah

BACA JUGA: Kesibukan Keluarga Cendana Jelang Peringatan Seribu Hari Wafatnya Pak Harto


 
Bahkan, saat diduduki pun, dua casing tersebut mampu menjaga bodi meja tetap berdiri"Saya kira nggak kuatTernyata, setelah dicoba, kuat juga," ujar Didi Diarsa Adiana, "pencipta" meja cyborg itu, di bengkel kerjanya.
 
Bengkel kerja Didi merupakan sebuah rumah panggungAtapnya terbuat dari alang-alang dan berdinding kayuHanya dinding depan yang dibuat dari kaca agar furnitur bisa dilihat dari luarRumah panggung tersebut berlantai kayu yang dibuat dari serbuk dan serutan sampah produksi mebel"Ini sisa-sisa serbuk kayu yang saya padatkanJadinya begini," jelasnya sambil mencongkel ubin kayu tersebut.
 
Bukan hanya meja berkaki PC yang dikembangkan Furniture AktifAda juga kursi "cyborg"Rangka kursi itu memang terbuat dari kayuTapi, karet yang menjadi bantalan kursi bukan ban seperti kursi umumnyaDidi menggunakan bekas kabel data komputer yang dianyam dan dipaku kukuh di rangka kursiKabel data tersebut sangat pas karena memiliki lebar yang hampir sama dengan karet ban"Sama empuknya dengan ban lah," ujarnya sambil menggoyang-goyangkan badan di atas kursi.
 
Bukan tanpa alasan Didi menggabungkan dua elemen tersebutAlasan pertama, tentu bahan baku yang murahPC bekas yang sudah tak layak pakai dibeli komplet dengan harga Rp 20 ribu Rp 30 ribuDia tinggal mengambil casing dan kabel-kabel datanya
 
Alasan kedua, PC-PC rongsokan itu sering dibuang percumaDengan menggunakannya sebagai kaki-kaki meja, volume sampah elektronik bisa berkurangApalagi, lempengan besi yang melindungi komputer itu cukup kuat"Di luar negeri, barang yang terbuat dari barang bekas dihargai lebih tinggi daripada barang baru," ungkapnya.
 
Didi masih berupaya mencari pasar untuk kursi dan meja cyborg tersebutSebab, orang yang menggunakan perabot seperti itu belum populerSelain meja-kursi tersebut, dia mengembangkan meja dan kursi sekolah dari kayu bekas peti kemasYakni, kayu-kayu kemasan barang-barang impor
 
Didi sangat menghindari membuat perabot dari kayu jati atau kayu-kayu dari hutan-hutan IndonesiaSebab, asal-usul kayu-kayu tersebut sering tak jelas"Dari hutan mana dan apakah sudah melalui regulasi pemerintah, itu sering tak jelas," tegasnya.
 
Karena itu, bapak tiga anak tersebut lebih memilih kayu-kayu peti kemasSebab, kayu-kayu itu tumbuh di daratan EropaDi benua biru tersebut, kata Didi, regulasi penebangan pohon sangat ketatNamun, tidak berarti penebangan pohon sama sekali dilarang.
 
Saat berkunjung ke Finlandia pada 2002 silam, dia melihat negara-negara di Eropa memiliki peraturan ketat dalam penebangan pohonSebelum menebang pohon, mereka harus menanam ratusan bahkan ribuan bibit pohonPeraturan itu, kata dia, sudah dijalankan secara turun-temurun"Jadi, ketika pohon ditebang, sudah ada pohon lain yang siap menggantikan," ujar lelaki kelahiran Jakarta 36 tahun silam tersebut.
 
Selain itu, kata Didi, harga kayu tersebut lebih murah daripada kayu yang umumnya dipakai sebagai bahan mebelPadahal, kayu tersebut lebih kuat dan memiliki serat-serat yang padatUrat-urat kayu yang mencolok membuatnya khas dan terlihat natural"Kayu ini dari jenis pinewood atau kayu pinusTapi, ada juga yang menyebutnya jati Londo (kayu jati dari Belanda, Red)," ujarnya lantas terkekeh.
 
Namun, ada risiko dalam menggunakan kayu bekas sebagai bahan mebel ituKadang ukuran kayu yang didapatkan tidak seragamBegitu juga kondisinyaDia sering mendapat kayu dengan banyak bekas lubang pakuAda pula yang retak-retak
 
Kalau sudah begitu, Didi harus memutar otak untuk memperbaikiCaranya, bekas-bekas lubang tersebut ditutup dengan dempulTapi, kadang ada pelanggan yang mengorder mebel dalam kondisi asliLubang-lubang bekas paku dibiarkan tetap adaMereka hanya minta kayu tersebut divernis dan dirapikan"Katanya biar bernilai seni," ujarnya.
 
Selain pemesan orang per orang, pasar utama furnitur Didi adalah sekolah-sekolahDia banyak memasok ke sekolah di Jawa hingga luar JawaMulai sekolah yang telah lama didirikan hingga sekolah-sekolah lawasApalagi, Didi menjabat humas Jaringan Sekolah Islam Terpadu IndonesiaOrder mebel pun lancar mengalir.
 
Didi tidak sembarangan membuat furnitur sekolahBangku dan meja sekolah tidak dibuat seperti umumnya sekolah negeri di IndonesiaYakni, satu meja satu kursi atau satu meja panjang dengan dua kursiDesain lawas itu, kata dia, membuat kelas tidak dinamisApalagi, setting ruangan cenderung monoton dengan meja-kursi membentuk barisan.
 
Dia mendesain meja beragam bentukSatu meja bisa diisi lima hingga delapan muridDalam satu kelas, cukup lima hingga enam mejaItu membuat banyak ruang lapang dalam kelasDengan begitu, siswa bisa lebih dinamis dan leluasa bergerakPara guru pun bisa mengeksplorasi pelajaran dengan lebih banyak praktikMeja-kursi Didi cocok untuk TK dan SD yang menerapkan sistem belajar aktif.
 
Meja-meja pun dibikin tidak monotonAda yang berbentuk oval dan setengah lingkaranMeja-meja tersebut umumnya tidak dicat agar terlihat lebih natural seperti kelas-kelas di luar negeri"Desainnya dibikin ergonomis dan membuat pembelajaran lebih menyenangkan," tegas mahasiswa Universitas Negeri Jakarta (UNJ) angkatan 1993 tersebut.
 
Karena desainnya itu, Didi menjadi finalis Asia Europe Classroom Award pada 2004 yang diadakan Creative Movement, sebuah kompetisi desain yang disponsori British CouncilAwal tahun ini, dia bahkan diundang untuk bertemu Pangeran Charles dalam acara Mosaic International Summit 2010 di InggrisDia mewakili Mosaic International Indonesia
 
Suami Yessy Yanita Sari itu memang sangat peduli terhadap lingkunganPada 1997, dia mengikuti short course bertema environtmental protection di JepangDi negara padat teknologi tersebut, Didi melihat bahwa proses daur ulang sudah sangat majuBahkan, logam bekas bisa dimanfaatkan untuk mereklamasi pantai.
 
Kemudian, pada 2002, dia mulai mendapat inspirasi desain mebel saat berkunjung ke Tampere, Finlandia, 2002 silamDia melihat bahwa produk alam selalu dipakai ulangTerutama yang terbuat dari kayuProduk berbahan kayu akan terus dipakai ulang dengan beragam bentukBahkan, dia melihat sebuah ponsel yang terbuat dari kayu"Selongsong kayu, dikasih alat-alat elektronik, eh, jadi handphone," katanya.
 
arena itu, Didi selalu berupaya agar bisa menghasilkan nol limbah alias zero wasteSerat dan serbuk kayu sampah hasil produksi ditampung dan dijual kepada perajin tanamanKayu-kayu sisa tersebut biasanya menjadi media tanaman untuk anggrek dan media penyemaian bibit
 
Saat masih kuliah di UNJ, Didi menjadi salah seorang aktivis yang ikut turun ke jalan untuk menggulingkan Presiden SoehartoDalam demonstrasi, dia banyak berpartner dengan sejumlah aktivis yang kini menghuni Senayan sebagai wakil rakyat.  Namun, dia sengaja tak ikut jalur politik sebagai pilihan hidup"Saya kira, yang begini lebih konkret," ujar Didi yang sedang menunggu kelahiran anak keempat itu(*/c5/iro)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Volendam, Desa Nelayan yang Menjadi Etalase Pakaian Tradisional Belanda


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler