Damien Dematra, Penulis Novel Ber-Setting Presiden Obama

Sudah Tulis 70 Novel sejak 2007

Kamis, 21 Oktober 2010 – 09:02 WIB
NOVELIS PRODUKTIF : Damien Dematra menunjukkan novel berjudul Obama and Me usai memberikan pelatihan dan motivasi menulis kepada murid SD Asisi. FOTO : PRIYO HANDOKO/JAWA POS

Jemari Damien Dematra begitu produktif sejak 2007Puluhan judul dia telurkan

BACA JUGA: Kesibukan Keluarga Cendana Jelang Peringatan Seribu Hari Wafatnya Pak Harto

Tentang Barack Obama hingga KH Hasyim Asyhari

----------------------------------
Priyo Handoko, Jakarta
----------------------------------

"MENULIS itu gampang! Menulis itu gampang!" Seruan tersebut meluncur bertalu-talu dari ratusan bocah sekolah dasar di aula SD Asisi, Menteng Dalam, Tebet, Jakarta Selatan

BACA JUGA: Volendam, Desa Nelayan yang Menjadi Etalase Pakaian Tradisional Belanda

Seruan untuk memotivasi diri itu langsung disambung Damien Dematra
"Menulis itu dari hati

BACA JUGA: Berkunjung ke Tempat Pendaurulangan Sampah Elektronik di Panasonic Eco Technology Center Jepang

Nggak usah mikir macam-macamMikir-nya nanti saja, waktu ngedit," kata Damien, pria gondrong yang selalu mengikat rapi rambutnya tersebut.

Siang itu, Kamis (14/10), Damien memang menjadi mentor pelatihan menulis bagi siswa sekolah tersebutSalah satu tugas mereka adalah menulis 500-2.000 kata berisi pesan kepada Presiden Amerika Serikat Barack ObamaYa, untuk sang presiden pertama yang berasal dari kalangan kulit hitam di Negeri Paman Sam ituSecara geografis, Obama memang tinggal di tempat yang berjarak lebih dari separo putaran bumi dengan anak-anak SD tersebutTapi, secara hati, sebenarnya murid-murid siswa SD Asisi merasa dekatSebab, Obama pernah belajar di sekolah itu selama tiga tahun sebelum pindah ke SD Besuki Menteng (sekarang SDN 01 Menteng).

Nah, karya tulis anak-anak tersebut bakal dijadikan bagian dari novel teranyar Damien yang berjudul Messages to President Obama"Lima ratus kata boleh nggak?" tanya seorang anak"Boleh," jawab Damien"Boleh pakai bahasa gaul nggak?" timpal yang lain"Oh, boleh banget," kata Damien lagiPertanyaan selanjutnya datang dari anak yang nyelonong menghampiri Damien"Boleh disingkat kayak SMS nggak?" Damien pun menjawab dengan tersenyum kecut, "Kalau itu, enggak bolehJangan."

Damien memang dikenal sebagai penulis novel "spesialis Obama"Setidaknya, sudah ada tiga novel ber-setting presiden ke-44 AS tersebutMulai Obama Anak Menteng, Obama dari Asisi, dan Obama and MePada 15 Oktober, Obama Anak Menteng diterjemahkan ke bahasa Inggris dengan judul Little Obama Goes to USA.

Inspirasi Damien untuk mengangkat sosok Obama melalui novelnya muncul sekitar November 2009Waktu itu, dia diundang makan malam oleh salah seorang petinggi Kedubes AS di Jakarta"Dalam pertemuan, dia bertanya saya lagi mengerjakan project apaSaya bilang tengah mengerjakan film dari novel Demi Allah, Aku Menjadi Teroris," cerita Damien"Terus, mereka tanya lagi, apa rencana Anda selanjutnya" Saya jawab, tiba-tiba saja, spontan, bagaimana kalau saya tulis tentang presiden kalian" Mereka langsung kaget," tuturnya.

Sepulang dari makan malam itu, dia mulai melakukan riset dan mengumpulkan referensiAkhirnya, lahir buku Obama Anak Menteng pada Desember 2009 yang di-launching Maret 2010Dalam Obama Anak Menteng dan Obama dari Asisi, Damien menggali informasi dari teman-teman SD dan tetangga ObamaUntuk Obama and Me, dia menjadikan pengasuh Obama yang bernama Turdi, seorang transseksual, sebagai fokus ceritaAwalnya, tak mudah bagi Damien untuk melacak Turdi yang sehari-hari juga dipanggil Mbak Evi itu.

"Dia mengganti identitas menjadi Mbak EviNggak tahu ada di manaDia baru ditemukan tiga minggu setelah Obama Anak Menteng dirilisInfonya saya dapat dari seorang wartawan CNN," jelasnyaSaat ini, Damien sedang menggarap novel keempat ber-setting ObamaDia berencana memberinya judul Messages to President Obama atau Pesan-Pesan kepada Presiden Obama"Dalam buku itu nanti ditambah dengan surat-surat pilihan yang ditulis anak-anak SD Asisi," tuturnya.

Damien memang begitu produktifSampai sekarang, dia sudah menghasilkan 70 judul novelSemua itu ternyata baru dirintis sejak awal 2007Sebelumnya, dirinya tidak pernah membayangkan untuk menulis, apalagi menerbitkan puluhan novel.Peristiwa yang sangat menginspirasi dan memutarbalikkan kehidupan Damien adalah hilangnya pesawat Adam Air bernomor penerbangan KI 574 pada 1 Januari 2007Dalam tragedi tersebut, seluruh penumpang dan awak yang berjumlah 102 orang diyakini tewas.

Meski tidak ada keluarga atau sahabat yang menjadi korban, Damien menyatakan sempat merasa shock"Saya semakin menyadari hidup manusia bisa berakhir begitu saja, anytime," ujarnyaBagi dia, hilangnya Adam Air telah memberikan pencerahan baruSeperti mendapat gelombang inspirasi, dia mulai menekuni penulisan novel"Peristiwa itu mengubah hidup saya, dari sebelumnya tidak bisa menulis, tidak punya background tulis-menulis sama sekali, tiba-tiba saja menulis," ungkapnya.

Novel pertama yang ditulis Damien berjudul Pintu XTentu saja novel itu mengambil setting hilangnya Adam Air tersebutBuku yang tebalnya mencapai 1.500 halaman tersebut sudah lama berada di tangan penerbitTapi, Damien berubah pikiran dan meminta agar proses cetaknya ditahan dulu"Mungkin akan diterbitkan kalau saya sudah merasa dapat petunjuk atau mati mendadak," ujarnya lantas tersenyum.

Nah, buku pertama Damien yang diterbitkan berjudul Angle of Death, Kumpulan Cerita Malaikat Maut pada 2008Dia juga sempat menggunakan nama samaran dalam dua penerbitan novelnyaUntuk novel Tarian Maut, dia menggunakan nama Katyana dan Ku Tak Dapat Berjalan Sendiri dengan nama Mark Andrew"Waktu itu penerbitnya bingung, satu penulis tapi punya banyak novel, diterbitkan bareng lagiTakutnya pasar tidak siap," candanya.

Produktivitas menulis Damien memang luar biasaSeptember 2010, misalnya, dia berhasil merampungkan enam novelDi antaranya, Ibrahim, New York, Ternyata Aku Sudah Kafir, dan Kartosoewirjo"Ada juga Bulan di Atas KakbahNovel itu bercerita tentang pendiri NU Hasyim Asyhari," ungkap Damien yang juga tercatat di World Record Museum sebagai pelukis tercepat yang mampu menyelesaikan 365 lukisan berkualitas dalam waktu setahun.

Dia menuturkan, di antara puluhan novel karyanya, ada satu karya yang paling berkesan dan mengguncang batinnyaNovel tersebut adalah Sejuta Hati untuk Gus DurBuku setebal 432 halaman itu ditulis Damien begitu Gus Dur meninggal pada 30 Desember 2009Dia hanya menghabiskan waktu tiga hari tiga malam untuk merampungkannya"Langsung terbit di PB NU, enam hari setelah meninggalnya Gus DurJadi, menulisnya tiga hari dan mencetaknya tiga hari juga," kata Damien lantas tersenyum.

Museum Rekor Dunia Indonesia (Muri) sempat menawari Damien untuk mencatat buku Sejuta Hati untuk Gus Dur sebagai buku tercepat yang ditulisTapi, dia menolakDamien menyatakan sangat sedih dan kecewa kehilangan sosok Gus Dur yang sangat pluralisSampai pada 11 Februari, saat me-launching buku Si Anak Kampoeng yang bercerita mengenai Buya Syafi'i Ma'arif di Gedung Dakwah PP Muhammadiyah, Jakarta Pusat, dia memunculkan gagasan untuk membuat sebuah gerakan moral, yakni Gerakan Peduli Pluralisme (GPP).

"Ide liar sajaSemangatnya bagaimana kalau mengabadikan perjuangan dua tokoh itu (Gus Dur dan Buya Syafi'i, Red) dengan membentuk GPPSemua spontan teriak setujuSaya langsung ambil kertas dan minta dukungan mereka," ujarnya.

Tokoh-tokoh Muhammadiyah yang datang seperti Buya Syafi'i Ma'arif, Din Syamsuddin, dan Malik Fadjar ikut membubuhkan tanda tanganKeesokannya, Damien menghubungi tokoh-tokoh masyarakatTak terkecuali dari kalangan NUDi antaranya, Said Agil Siradj, Gus Mus, dan Anita Wahid"Semua sangat mendukung," ujar jebolan New York Institute of Photography, International Business and Politic, University of Western Sydney dan filsafat teologi dari International Seminary di Amerika Serikat itu.

Selain menulis, Damien adalah seorang sutradara, penulis skenario, dan prosedur sekitar 28 filmDi antaranya, Obama Anak MentengSaat ini, dia tengah menggarap versi film novel Si Anak Kampoeng"Film mengenai Gus Dur dan Mbah Hasyim kami usahakan juga selesai akhir tahun ini," kata pria kelahiran Manado, 25 Februari, yang sangat merahasiakan tahun kelahirannya tersebut.

Damien memang akrab dengan gerakan sosial dan isu-isu pluralisme melalui novelnyaApakah dia punya background aktivis" "Sama sekali tidakSaya justru terjebakSaya sangat tidak nyaman disebut aktivis karena merasa tidak punya bakat dan keinginan untuk menjadi aktivis," jawabnya lantas tergelakMenurut dia, semua yang dikerjakan lebih merupakan tanggung jawab"Saya bukan mau, tapi harusKetika di depan mata melihat ada masalahDan, saya terjebak tidak bisa mundur, harus majuApa boleh buat," katanya

Dengan menulis, Damien menyampaikan ingin bisa memberikan manfaat bagi sesama"Saya menemukan bahwa saya bisa berbuat lebih di siniKarya saya tidak hanya dibaca sekarangTapi, juga dibaca orang setelah saya mati nanti," tegas ketua Gerakan Nasional Menulis (GNM) ituPengagum berat Agatha Christie, Enid Blyton, dan Sidney Sildon tersebut berharap bisa melahirkan 1.000 judul novel sebelum meninggal(*/c5/dos)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kisah-Kisah Menarik di Balik Renovasi Masjid di Kompleks Istana Presiden


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler