Bisa Dikategorikan Penculikan

Sabtu, 25 September 2010 – 09:47 WIB

MEDAN - Divisi Hak Asasi Manusia (HAM) Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan meminta agar keberadaan Densus 88 dievaluasi dalam melakukan operasi pemberantasan terorismeSebab, cara yang dilakukan oleh Densus 88 kerap tidak menghargai asas praduga tidak bersalah.

"Agar operasi operasi pengungkapan tindak pidana terorisme dapat dipertanggungjawabkan di hadapan hukum dan masyarakat, sehingga tidak terkesan semacam operasi rahasia, jadi harus menghargai asas praduga tak bersalah," kata divisi HAM LBH Medan, Ahmad Irwandi Lubis didampingi Luhut P Siahaan pada (24/9) melalui pers rilis-nya.

Dia mengungkapkan, berdasarkana perspektif KUHAP dan HAM, tindakan Densus 88 bisa dikategorikan sebagai penculikan, karena tidak disertai dengan tindakan yang sesuai dengan prosedur Hukum.

Justru Densus 88 masih mewarisi cara Orde Baru dengan membuat  operasi rahasia

BACA JUGA: Dukung Terbitnya Keppres Pemberhentian Hendarman

Bila cara dan metode ini tidak dikoreksi, maka sangat berpotensi besar bakal tumbuhnya otoritarianisme kembali
Hal itu sangat jelas terlihat dari berbagai operasi yang dilaksanakan, seperti di Tanjung Balai

BACA JUGA: Kodam I/BB Siap Hadapi Secara Terbuka

Bahkan,  kini muncul penyerangan sekelompok orang bersenjata di Mapolsek Hamparan Perak yang menewaskan tiga Anggota Polri, pendekatan kekerasan melawan terror sangat tidak efektif, karena metode kekerasan akan dibalas dengan terror.

Untuk itu sarannya, Lembaga Bantuan Hukum Medan sebagai sebuah Lembaga yang konsern terhadap Penegakan Hukum dan Hak Asasi Manusia meminta dan mendesak agar Pemberantasan Terorisme, khususnya di Sumatera Utara dilakukan dengan cara-cara yang tidak melanggar hukum dan HAM serta harus menjunjung asas praduga tidak bersalah
Bila tidak, maka LBH Medan menilai keberadaan densus 88 harus dievaluasi, karena melanggar Hukum dan Ham dalam pemberantasan tindak pidana terorisme.

Pihaknya juga menilai, penembakan langsung yang dilakukan aparat Densus di sejumlah daerah di Sumatera Utara menyebabkan tewasnya beberapa orang membuktikan cara kerja Densus 88 membabi buta dan unprosedural

BACA JUGA: Polsek Tandam Diteror Penelepon Gelap

Ini berimplikasi pada dilanggarnya aturan hukum yang di buat oleh Polri sendiri, yaitu Perkap Kapolri Nomor 8 tahun 2009, tentang Implementasi Prinsip Dan Standar HAM dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Selain melanggar Hukum dan HAM, sebutnya, cara dan metode seperti ini sebenarnya merugikan Polisi, karena polisi akan kesulitan mendapatkan informasi lebih detilPara pelaku seharusnya diadili secara fair sehingga semakin banyak informasi yang bisa digali lewat proses hukumMereka tidak boleh dimatikan di luar proses hukum (Extra Judicial killing), dengan dimatikan, bukti menjadi hilang dan peluang untuk membuka tabir akar tindak terorisme semakin sulit

"Sebenarnya cara dan pola penegakkan aturannya kerap melakukan pelanggaran terhadap aturan KUHAP oleh Densus 88 juga kerap terjadi dalam konteks prosedur penangkapan para terduga terorisme khususnya di berbagai daerah di Sumatera Utara, para terduga Terorisme tidak pernah diberikan hak hak nya sesuai dengan aturan KUHAP"Misalnya surat penangkapan, surat penahanan dan pemberitahuan kepada keluarga yang bersangkutan di mana keberadaan terduga teroris yg ditangkap dan di tahan," katanya.

Pada kesempatan ini, pihaknya mengungkapkan, dari hasil pemantauan Lembaga Bantuan Hukum Medan ada masyarakat yang mengaku kehilangan anggota saudaranya karena ditangkap oleh Densus 88, namun setelah penangkapan keberadaan orang tersebut tidak diketahui dimana keberadaannya(ril)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Basis Gerakan Berpindah-pindah


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler