jpnn.com, JAKARTA - Indonesia kini menyongsong paradigma baru dalam penelitian dan pengembangan bidang lingkungan hidup dan kehutanan terus dilakukan.
Hal ini ditandai dengan fase baru kerjasama Badan Litbang dan Inovasi (BLI) KLHK dengan Center for International Forestry Research (CIFOR), yang selama ini telah berlangsung sejak tahun 1997.
BACA JUGA: KLHK Tangkap Selundupan 38 Kontainer Kayu Ilegal dari Kepulauan Aru Â
"Kerja sama ini merupakan salah satu bentuk langkah korektif untuk mengelola tantangan kompleks hutan tropis Indonesia, sekaligus sebagai paradigma baru dalam penelitian dan pengembangan," tutur Agus Justianto, Kepala BLI KLHK, saat mewakili Menteri LHK, melakukan penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU), bersama dengan Direktur Jenderal CIFOR, Robert Nasi, di Bogor (26/02).
Agus mengatakan sebagai negara yang memiliki sumber daya alam melimpah, Indonesia menghadapi tantangan yang kompleks.
BACA JUGA: Tangani Karhutla, Panglima TNI Datangi Manggala Agni dan Pasukannya di Pulau Rupat
"Pada 2000-an, laju deforestasi yang tercatat adalah 3,51 juta ha / tahun, tahun 2015 menunjukkan 1,09 juta ha / tahun. Lintasan kebijakan dan tindakan baru membanjiri untuk mengatasi ancaman. Setelah 4 tahun, pada 2018 tercatat laju deforestasi 0,48 juta ha / tahun, berkurang enam kali lipat dari tahun 2000," tutur Agus.
Dia menjelaskan pemerintah Indonesia telah melakukan sejumlah langkah untuk meningkatkan pengelolaan sumber daya hutan dan sektor kehutanan.
BACA JUGA: 2.000 Orang Bersihkan Sampah di Pantai Sendang Sikucing
Langkah-langkah tersebut antara lain untuk meningkatkan kapasitas kelembagaan Unit Pengelolaan Hutan (UPH); inisiatif reboisasi; program penanaman di area yang dialokasikan untuk program kehutanan sosial berbasis masyarakat;
pencegahan deforestasi dengan mengurangi dan mengendalikan pemanenan kayu di Kawasan Hutan alami, dan implementasi moratorium “pelepasan” (pemindahan permanen dari Kawasan Hutan), dari Kawasan Hutan untuk pengembangan perkebunan pertanian.
Menyadari pentingnya peran penelitian dan pengembangan untuk mendukung langkah korektif pembangunan kehutanan, Agus berpesan agar peran penelitian dan pengembangan tidak cukup untuk pengetahuan produksi dan produksi, tetapi juga bagaimana memastikan produksi harus diadopsi dan diadaptasi sebagai bagian integral.
Kegiatan penelitian dan pengembangan dengan CIFOR saat ini telah diinisiasi untuk membangun platform baru kolaborasi, pergeseran ke jaringan, promosi dan adopsi, kontestasi sains, serta kolaborasi daripada kompetisi.
"Hal ini untuk memastikan jaringan yang didirikan untuk meningkatkan modal sosial penelitian dan pengembangan, seperti untuk memfasilitasi aliran informasi, untuk memberikan pengaruh pada entitas / agen yang kuat, untuk membangun kredensial peneliti, dan juga untuk memperkuat identitas dan pengakuan," tambah Agus.
Sejak dimulainya kemitraan BLI KLHK dan CIFOR di tahun 1997 lalu, telah berjalan berbagai kegiatan, di antaranya yaitu pengembangan Sistem Akuntansi Karbon Nasional Indonesia (INCAS), Proyek Mata Pencaharian Berkelanjutan Bebas Asap (HFSLP), Program Adaptasi dan Mitigasi Lahan Basah Berkelanjutan (SWAMP), dan perbaikan Tata Kelola, Kebijakan dan Pengaturan Kelembagaan untuk REDD, dan Studi Komparatif Global tentang REDD+.
Kini kerja sama tersebut kembali dikuatkan dalam beberapa bidang antara lain pengelolaan hutan berkelanjutan (sustainable forest management), pemanfaatan hutan berbasis pohon (forest and tree-based value chains), dan perhutanan sosial (social forestry). Lokus kerjasama ini juga meliputi beberapa wilayah yang tersebar di seluruh Indonesia.
"Saya berharap kedua pihak (BLI KLHK dan CIFOR) dapat menggerakkan ilmu pengetahuan menjadi sebuah aksi, dan juga membawa gerakan-gerakan internasional untuk mendukung kesejahteraan masyarakat," kata Agus menutup sambutannya.
Dalam kesempatan ini, Robert Nasi, juga menyampaikan CIFOR dan BLI KLHK atau Forestry and Environmental Research Development and Innovation Agency of the Government of Indonesia (FOERDIA), memiliki sejarah panjang dalam bekerja bersama, dimulai pada tahun 1997 di Hutan Penelitian Bulungan.
"Nota Kesepahaman yang diperbarui ini merupakan penegasan atas komitmen bersama kami dalam pengelolaan hutan lestari di Indonesia, dan langkah penting dalam kemitraan jangka panjang kami. Saya menantikan upaya bersama kami yang berkesinambungan untuk menunjukkan peran penting hutan Indonesia dalam berkontribusi pada pencapaian tujuan nasional, dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goal's/SDGs)," ujar Robert.
BLI KLHK merupakan lembaga penelitian dan pengembangan pemerintah, di bawah struktur KLHK.
Lembaga ini bertanggung jawab atas penyusunan rancangan dan formulasi terkait kebijakan teknis, rencana dan program, di bidang lingkungan hidup dan kehutanan.
Sementara CIFOR adalah organisasi internasional non profit, yang bergerak dalam penelitian bidang kehutanan,dan merupakan bagian dari CGIAR (Consultative Group on International Agriculture Research).
Selain penandatanganan MoU, Agus dan Robert juga melakukan peresmian kantor sekretariat interim The International Tropical Peatlands Center (ITPC), yang bertempat di area kantor CIFOR, Bogor.
Melengkapi kegiatan ini, BLI KLHK menggelar diskusi bersama dengan tema “Tantangan Selama Empat Tahun (2015 – 2018) dalam Bidang Perhutanan Sosial, dan Kepemilikan Lahan Hutan di Indonesia (Four years of challenges (2015 – 2018) social forestry and forestland tenure in Indonesia).
Turut hadir dalam diskusi, Direktur Jenderal Perhutanan sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL), Staf Ahli Menteri LHK Bidang Industri dan Perdagangan Internasional, Laksmi Dhewanthi, perwakilan Kedutaan Kanada dan Kedutaan Korea, jajaran BLI KLHK, para peneliti BLI KLHK dan CIFOR, serta praktisi, dan aktivis.
Diskusi ini membahas berbagai tantangan, kondisi saat ini, dan langkah selanjutnya untuk pengelolaan hutan sosial di Indonesia.(adv/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bank Sampah Milik KLHK Hasilkan Rp 12 juta dalam 10 Bulan
Redaktur & Reporter : Natalia