jpnn.com, RIAU - Kebakaran lahan di Pulau Rupat yang terjadi sejak beberapa hari yang lalu menjadi perhatian dari Manggala Agni (GALAAG) KLHK dan tim kerja dari kesatuan lainnya yang terdiri dari TNI, POLRI, BPBD, Pemadam Kebakaran Provinsi, dan Masyarakat Peduli Api, serta pihak swasta pemegang izin usaha kehutanan di wilayah tersebut.
Kondisi tanah gambut yang cukup tebal (lebih dari 3 meter) dan tidak tergenang atau basah, menyebabkan kawasan menjadi sangat rentan terbakar.
BACA JUGA: 2.000 Orang Bersihkan Sampah di Pantai Sendang Sikucing
Sejak awal Februari 2019, KLHK telah menyiagakan satu unit helikopter untuk patroli kebakaran dan pemadaman via udara (water bombing).
Itu dilakukan untuk mencegah penjalaran api, tapi tidak bisa memadamkan api yang berada di bawah permukaan tanah di lahan gambut.
BACA JUGA: Bank Sampah Milik KLHK Hasilkan Rp 12 juta dalam 10 Bulan
Pemadaman ini juga didukung oleh dua unit helikopter dari pihak swasta. Sembilan regu GALAAG yang dilengkapi sarana prasarana pemadaman telah dimobilisasi ke Pulau Rupat untuk melakukan pemadaman karhutla di sana.
Selain itu, TNI dan POLRI juga telah mengerahkan pasukannya ke titik-titik karhutla dan melakukan pengawasan di tingkat tapak.
BACA JUGA: Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Perlu Institusi Resmi di Tingkat Desa
Menyiapkan langkah selanjutnya Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, juga lakukan kunjungan ke lokasi kebakaran yang tengah dipadamkan oleh GALAAG. Yaitu di Desa Kampung Baru, Kecamatan Rupat, Kab. Bengkalis, pada hari akhir pekan lalu.
Hadi juga memimpin rapat koordinasi penanganan karhutla di Riau yang didampingi oleh Wakil Gubernur Riau, Pangdam II Bukit Barisan, tim dari KLHK yaitu dari Direktorat Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan dan Koordinator Daops GALAAG Provinsi Riau- Balai PPIKHL Wilayah Sumatera.
Turut hadir juga dalam rapat tersebut anggota dari BPBD Provinsi Riau, Danrem 031/Wirabima, Kapolda Riau, Asisten Operasional TNI Riau.
Setelah mendengarkan progres operasional pengendalian karhutla dan masukan dari para pihak, Panglima TNI memberikan arahan antara lain sebagai agar Tim Satgas Penanggulangan Karhutla segera mencari cara untuk membantu masyarakat bagaimana membuka lahan yang baik.
"Segara dilakukan upaya pencegahan agar masalah kebakaran agar tidak meluas," kata Panglima TNI.
Ketiga, tim diminta menjaga dan memastikan air muka gambut tidak kurang dari 40 cm. Segera diturunkan pesawat untuk melakukan hujan buatan, setelah dilakukan analisis sesuai situasi dan kondisi cuaca yang memungkinkan.
"Selanjutnya perlu ditingkatkan upaya peringatan dan deteksi dini yang real di lapangan," sambungnya.
Panglima menginstruksikan untuk meningkatkan koordinasi antarlembaga.
Pemerintah juga diingatkan untuk menambah jumlah pompa air dan peralatan pendukungnya, dengan meminta bantuan pihak swasta untuk meminjamkan sementara peralatannya.
"Memobilisasi pasukan ke daerah karhutla di Riau menggunakan helikopter dan perlu transportasi darat/sepeda motor untuk menembus daerah yang aksesnya susah dijangkau dengan mobil serta menerjunkan pasukan dengan personel lengkap," tegasnya.
Dalam kunjungan tersebut, Panglima TNI beserta rombongan melakukan pemantauan dari udara/ flyover di atas lokasi kebakaran.
Dilanjutkan meninjau langsung lokasi pemadaman di Desa Kampung Baru, Kecamatan Rupat, Kabupaten Bengkalis. Panglima TNI sempat mencoba melakukan pemadaman dengan menggunakan peralatan GALAAG dan berdiskusi serta memberikan arahan di lokasi kepada Personil GALAAG, TNI, Polisi, BPBD Prov. Riau, dan masyarakat.
Sementara itu, GALAAG bersama-sama dengan BPBD, TNI, POLRI, MPA, dan masyarakat masih terus melakukan pemadaman di wilayah lainnya, seperti di Kota Dumai dan juga Kabupaten Bengkalis hingga mengupayakan api benar-benar padam. (adv/jpnn)
Jika melihat kecenderungan fenomena tahun-tahun sebelumnya, siklus rawan karhutla di wilayah Riau biasanya terjadi pada dua periode. Periode pertama terjadi pada bulan Januari – Maret dan periode kedua pada bulan Juli – Oktober. Langkah antisipatif perlu terus dilakukan, diantaranya melalui penetapan status siaga darurat sejak dini. Hal ini dilakukan untuk penanganan pengendalian karhutla agar lebih optimal dengan dukungan anggaran dan sumber daya.
Selain penetapan status siaga darurat sejak dini, upaya pencegahan juga terus dilakukan melalui patroli pencegahan, sosialisasi kepada masyarakat, pemantauan cuaca, deteksi dini hotspot, dan juga pemadaman dini di lapangan.
Dari hasil pemantauan titik panas/ hotspot Posko Dalkarhutla KLHK, perbandingan total jumlah hotspot tahun 2018 dan 2019, tanggal 1 Januari – 23 Februari 2019 berdasarkan Satelit NOAA terdapat 87 titik, pada periode yang sama tahun 2018 jumlah hotspot sebanyak 237 titik, berarti terdapat penurunan jumlah hotspot sebanyak 150 titik atau 63,29 %.
Sedangkan berdasarkan Satelit Terra/Aqua (NASA) Confidence. Level ? 80% terdapat 304 titik, pada periode yang sama tahun 2018 jumlah hotspot sebanyak 325 titik, berarti terdapat penurunan jumlah hotspot sebanyak 21 titik atau 6,46 %.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Gerakan Indonesia Bersih, Sudahkah Kamu Tertib Buang Sampah?
Redaktur & Reporter : Natalia