jpnn.com, JAKARTA - Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) mulai kembali mengkaji pengiriman TKI ke negara-negara Timur Tengah yang telah dimoratorium sejak Mei 2015. Namun, BNP2TKI menginginkan adanya format baru jika kelak moratorium TKI ke Timur Tengah dicabut.
Kepala BNP2TKI Nusron Wahid mengatakan, pihaknya telah menyusun format baru tentang pengiriman TKI ke Timur Tengah. Menurutnya, tata kelola baru diperlukan karena berdasarkan data imigrasi, selama masa moratorium justru masih banyak TKI yang berangkat ke Timur Tengah secara ilegal.
BACA JUGA: Terapis Spa Wafat di Nigeria, Disnaker Gianyar Tak Berdaya
"Melihat masalah-masalah yang banyak, bisa disimpulkan bahwa moratorium penempatan TKI ke Timur Tengah lebih banyak mudaratnya dibanding manfaatnya," ujar Nusron di kantor BNP2TKI, Jakarta, Jumat (15/9).
Merujuk data imigrasi selama moratorium, kata Nusron, sekitar 2.600 TKI justru berangkat ke Timur Tengah secara ilegal. Artinya, dalam setahun ada sekitar 30 ribu TKI yang tetap berangkat ke Timur Tengah meski pemerintah memberlakukan moratorium.
BACA JUGA: Kasihan, Sriani Terapis Spa asal Bali Meninggal di Nigeria
Mantan legislator Golkar itu menambahkan, maraknya TKI ilegal justru membuat pemerintah kesulitan mengontrol kualitas para buruh migran yang bekerja di mancanegara itu. Sebab, berangkat melalui jalur ilegal berarti tak dibarengi pengawasan, pelatihan keterampilan, sikap dan hal-hal lainnya.
Nusron menambahkan, ketiadaan pelatihan itu akan membuat TKI yang berangkat juga kesulitan. Misalnya, ada TKI yang tak tahu cara pindah pesawat saat transit di bandara.
BACA JUGA: Densus Tangkap 2 Pria di Slawi Lantaran Kirim TKI ke Marawi
“Ada yang tidur tiga hari tiga malah di bandara Dubai. Ada juga yang bekerja di sana tapi tak sesuai dengan yang dijanjikan dan skill-nya tak memadai. Pada akhirnya, pemerintah yang tergopoh-gopoh menyelesaikan," ujarnya.
Nusron mengakui, persentase TKI ilegal yang bermasalah memang tak banyak. Dari 2.600 TKI ilegal per bulan yang berangkat sejak moratorium, yang bermasalah kurang dari 1.000 orang. Namun, katanya, ketika ada TKI yang meninggal di luar negeri, maka sontak langsung geger.
"Tapi ingat, satu saja nyawa manusia kan jadi geger. Beda kalau barang komputer misalnya. Kalau komputer dikirim 1.000 kemudian ada satu persen rusak dianggap tidak apa-apa dan itu dimaklumi. Tapi kalau nyawa manusia kan enggak bisa disamakan sama barang," imbuh Nusron.
Moratorium pengiriman TKI ke Timur Tengah mulanya diberlakukan secara terbatas pada 2012-2015. Namun, pada 2015, pemerintah Indonesia memperluas pemberlakuan moratorium pengiriman TKI hingga 19 negara di Timur Tengah.
Nusron menambahkan, fakta menunjukkan persoalan TKI tak lepas dari adanya supply dan demand. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan adanya pengangguran di desa-desa segingga ada jumlah tenaga kerja yang melimpah.
Sedangkan lapangan kerja yang tersedia tak mampu menyerap seluruh tenaga kerja. Dari 2,8 juta angkatan kerja, yang terserap hanya 1,5 juta. “Sedangkan sisanya pengangguran,” tegasnya.
Menurut Nusron, kondisi itu berpotensi adanya mobilisasi 1,3 juta tenaga kerja untuk mencari penghidupan di luar negeri. “ Mereka ini yang pengangguran penuh yang tidak punya kerja sampingan maupun paruh waktu. Itulah sebabnya penempatan TKI ke timur tengah mau dibenahi," jelasnya.
Sedangkan dari sisi demand, sambungnya, Arab Saudi dan negara-negara Timur Tengah lainnya memang membutuhkan TKI dari Indonesia. Mereka tak mau buruh migran dari Filipina atau negara lainnya karena sudah merasa nyaman dengan TKI.
Selama ini TKI di Timur Tengah punya keunggulan. Yakni karena memiliki kultur dan agama yang sama.
Karena itu BNP2TKI berupaya mencari solusi jika kelak moratorium dicabut dan Indonesia kembali mengirim TKI ke Timur Tengah. Antara lain dengan mengubah format jam kerja dan pemberi kerja atau majikan.
BNP2TKI menawarkan format pengguna jasa TKI tetap rumah tangga. Namun, satu TKI tak dimiliki atau bekerja pada satu rumah tangga saja, namun bisa pindah-pindah.
"Jadi dalam satu hari misalnya, TKI bekerja di satu majikan dalam waktu empat sampai lima jam kemudian pindah ke rumah lain. Sehingga mereka dijamin bekerja hanya delapan jam. Lebih dari itu adalah lembur," jelas Nusron.
Namun, BNP2TKI juga menyodorkan pembatasan. Satu TKI hanya bisa saja melayani lima rumah tangga.
Mereka juga punya pilihan untuk tak tinggal di rumah majikan. Sebab yang rentan dengan masalah itu biasanya karena tinggal di rumah majikan.
"Tapi kalau ada TKI yang kesadaran sendiri mau tingal di rumah majikan ya silahkan asalkan ada perjanjian. Yang kami tawarkan sebagai solusi nantinya TKI tinggalnya di asrama atau di mess," terang Nusron.
Namun, penempatan TKI juga terkait dengan kontrak kerja. Sebelum moratorium, TKI terikat kontrak kerja dengan majikan secara langsung.
Akibatnya, pemerintah juga kesulitan mengontrol. Jika ada 500 ribu TKI, berarti ada 500 ribu kontrak dengan pihak yang berbeda-beda.
"Solusinya yang kami siapkan adalah akan ada pembedaan antara pengguna dan pemegang kafil atau penanggungjawabnya. Jadi kontrak kerja nantinya dengan sarikat atau dengan agensi,” tuturnya.
Dengan demikian ketika ada masalah, pemerintah Indonesia tak berhubungan dengan majikan TKI. Sebab, kontraknya justru dengan agensi.
“Sekarang ada sekitar 20 sarikat atau agen yang kami juga punya grade kualifikasinya," imbuh Nusron.
Dia meyakini dormat baru itu akan menjadi solusi. Untuk tahap awal, format itu akan dicoba paling lambat akhir tahun ini di empat kota di Arab Saudi, yakni Jeddah, Makkah, Madinah, Riyad.
"Intinya nanti TKI di timur tengah kira-kira statusnya sama dengan house keeping ataupun pekerja di hotel dan restoran. Semacam semiprofessional. bukan lagi PRT (pembantu rumah tangga, red),” tegas Nusron.(ysa/rmol/jpg)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sempat Tertahan di Korsel, Jenazah TKI Brebes Besok Dipulangkan
Redaktur & Reporter : Antoni