jpnn.com, KOTAWARINGIN BARAT - Peristiwa pemukulan yang dilakukan oknum polisi terhadap siswa kelas VI SDN 1 Kumai Hilir, Kecamatan Kumai, Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, berinisial MAD, mendapat kecaman dari masyarakat luas.
MAD ditampar ASS, oknum polisi dari Satuan Sabhara Polres Kobar di SDN I Kumai Hilir, Jumat (14/7) pukul 10.30 WIB.
BACA JUGA: Kasus Polisi Tampar Bocah SD sudah Dilaporkan ke Mabes Polri
Akibatnya, bocah berusia 12 tahun itu mengalami luka lebam di bagian mata dan giginya hampir lepas.
Kasus ini memancing emosi masyarakat baik di dunia nyata maupun di dunia maya atau media sosial (Medsos).
BACA JUGA: Polisi Gampar Bocah SD Gigi Hampir Copot, Jangan Diselesaikan Kekeluargaan!
Terbaru yang menjadi buah bibir di kalangan masyarakat dan pengguna medsos, adalah terkait uang dari oknum polisi ASS.
Uang berjumlah Rp700 ribu yang diberikan kepada keluarga korban tersebut sebagai ganti untuk berobat.
BACA JUGA: Siswa SD Ditampar Polisi Hingga Gigi Hampir Lepas, Bu Guru Menangis
“Duit Rp700 ribu untuk mengganti trauma seumur hidup yang akan dialami bocah SD. Trauma pasti akan dialami di masa depan, ketakutan dengan polisi akan dialami korban,” kata Rudi warga Kelurahan Sidorejo, Pangkalan Bun, Minggu (16/7).
Dede, warga Kumai Hilir juga merasa bahwa apa yang dilakukan oleh oknum polisi itu tak pantas dilakukan oleh seseorang yang tugasnya menjadi pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat.
Menurutnya, seharusnya apa yang dilakukan oleh pelaku itu menegur dan melerai anaknya yang bertengkar.
“Hal yang wajar anak SD seperti itu. Yang jadi masalah itu, kenapa polisi sebagai orang tua ikut-ikutan bahkan sampai memukul. Bisa saja damai, tapi proses hukum tetap lanjut. Apalagi di pemberitaan, ayah korban menyebut bahwa terpaksa damai karena ketakutan,” ujarnya kesal.
Menangapi hal itu, Ketua Komisi C DPRD Kalteng H Samsul Hadi menyebut, pihaknya ikut prihatin dengan kejadian tersebut. Pihaknya meminta agar oknum tersebut diberi hukuman dan sanksi yang berat.
“Ada tiga hal pokok yang telah dilanggar oleh oknum polisi itu,” ucapnya.
Yang pertama, terangnya, oknum polisi itu tidak mengikuti semangat institusi polri yang telah siap mereformasi institusi polri yang melayani, melindungi dan mengayomi. Kedua, dia telah memberi contoh yang tidak benar dengan main hakim sendiri.
“Terakhir, secara tidak langsung dan tidak sadar apa yang dilakukannya itu menciptakan trauma yang mendalam pada anak-anak sekaligus menghambat perkembangan anak (korban) itu sendiri,” tulisnya dalam SMS kepada Kalteng Pos (Jawa Pos Group), kemarin.
Senada, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Kobar Aida Lailawati menuturkan, sangat menyayangkan dan prihatin atas tindakan oknum aparat tersebut.
Karena baru minggu kemarin Pemkab dan DPRD Kobar mengesahkan Perda Kabupaten Layak Anak.
“Di satu sisi kita ingin melindungi hak anak, tapi di sisi lain masih ada kekerasan pada anak bahkan pelakunya adalah seorang aparat. Namun yang terjadi?” tanya balik.
Ia menambahkan, sangat mengkhawatirkan kondisi korban. Trauma akan dialaminya seumur hidup dan uang yang diberikan oleh pelaku kepada keluarga korban tidak akan ada artinya.
“Yang jelas uang tidak bisa menghilangkan trauma bagi korban. Jangankan anak-anak, bahkan guru di sekolahnya pun merasa trauma atas kejadian tersebut,” tukasnya. (vin/ uni/ram/c3/ala)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Teten Cerita, si Pembunuh Itu Sering Menangis
Redaktur & Reporter : Soetomo