jpnn.com - JAKARTA -- Wakil Presiden Boediono akhirnya merampungkan kesaksiannya dalam sidang kasus dugaan tindak pidana korupsi pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik dengan terdakwa Budi Mulya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Jumat (9/5) malam. Mantan Gubernur Bank Indonesia itu memberikan keterangan sebagai saksi selama hampir 12 jam.
Sebelum Ketua Majelis Hakim Afiantara mengetuk palu untuk menutup persidangan, Boediono tiba-tiba angkat suara dan meminta izin untuk membacakan pernyataan tertutupnya semacam epilog. Baru pertama kali ini ada seorang saksi dalam sidang di Pengadilan Tipikor meminta memberikan pernyataan di tengah sidang. Permintaan Boediono ini kemudian dikabulkan oleh majelis hakim.
BACA JUGA: KPU Tetapkan PDIP Pemenang Pileg 2014
Boediono lalu bangkit dari kursinya, berdiri dan memegang microphone serta dua lembar kertas. Gurat lelah tampak terlihat jelas di wajahnya. Di awal pernyataannya, Boediono mengucapkan terima kasih pada Majelis Hakim. Ucapan terima kasih itu diungkapkannya sebanyak dua kali.
"Terima kasih saya ucapkan kepada Majelis Hakim yang Terhormat, terima kasih saya dijinkan untuk menyampaikan kata akhir," kata Boediono di tengah persidangan, Jumat malam.
BACA JUGA: Usut Kasus Suap Bupati Bogor, Dokumen Penting Disita KPK
Boediono menyatakan, kehadirannya sebagai saksi tak terlepas dari maksud turut menemukan kebenaran dan penegakkan keadilan mengenai kasus skandal Bank Century.
”Saya memenuhi panggilan majelis sebagai saksi, dengan tujuan utama untuk ikut menemukan kebenaran dan penegakan keadilan mengenai kasus Bank century yang telah menjadi perhatian publik di tanah air selama lima tahun ini,” tuturnya.
BACA JUGA: KPK Cegah Mantan Wako Makassar ke Luar Negeri
Pria yang juga dikenal sebagai ahli ekonomi Universitas Gajah Mada ini selanjutnya menjelaskan, kehadirannya sebagai saksi persidangan juga untuk menunjukkan bahwa semua orang memiliki kedudukan sama di mata hukum.
Boediono menegaskan dirinya sudah menyampaikan semua yang diketahuinya mengenai kasus Bank Century tersebut dalam persidangan.
”Demi kebenaran saya juga mencoba untuk meluruskan pengertian dan pandangan yang sempat berkembang di masyarakat yang tidak sesuai dengan fakta,” sambungnya.
Diantaranya sambung Boediono, soal ada tidaknya krisis ekonomi di Tanah Air di penghujung tahun 2008.
”Saya telah lebih dari 30 tahun hampir terus menerus berada di pemerintahan dan menangani masalah ekonomi, saya tidak mempunyai keraguan sama sekali, bahwa mulai sekitar september sampai oktober 2008 dan beberapa bulan berikutnya Indonesia telah tersedot dalam pusaran krisis ekonomi dunia,” ungkap Boediono.
Menurut dia, krisis ekonomi tersebut merupakan fakta yang diketahui oleh umum. Pasalnya berbagai indikator keuangan menunjukan keadaan tersebut.
”Praktisi perbankan merasakan, pemerintah merasakan, dan menerbitkan perpu dan akhirnya di sah kan DPR menjadi UU, Presiden dan juga wakil presiden mengadakan rapat-rapat yang membahas dampak krisis di indonesia dan bagaimana menanganinya,” terangnya.
Boediono menyatakan, terkait hal itu, negara-negara sekitar menerapkan jaminan penuh atau blanket guarantee bagi simpanan lantaran kawatir efek domino atau dampak sistemik. Akan tetapi Indonesia tidak menjalankan kebijakan itu.
”Dalam situasi krisis dan tanpa payung blanket guarantee satu-satunya jalan untuk menghindari efek domino adalah dengan menjaga agar tidak ada bank yang jatuh dalam masa itu,” tuturnya.
Ia menegaskan, krisis ekonomi merupakan bencana. Mengingat peristiwa di lapangan berjalan sangat cepat, sulit diantisipasi. Terlebih penanganannya harus cepat, tidak berbeda dalam penanganan tanggap darurat pada bencana alam
”Seringkali putusan harus diambil segera, tujuan utama, langkah tanggap darurat adalah untuk meminimumkan korban dan kerusakan, untuk menghindari akibat yang lebih parah lagi, dan biaya yang lebih besar lagi,” tegas Boediono.
Boediono menambahkan, dalam krisis tahun 2008, Indonesia menghindari biaya besar untuk menghindari ”harga” yang dibayar layaknya krisis tahun 1997-1998 lalu
Untuk itu, ia meyakini, kebijakan pemberian FPJP dan Penyertaan Modal Sementara (PMS) bagi Bank Century dilandasi itikad baik guna menyelamatkan kondisi ekonomi dan perbankan saat itu.
”Dua kebijakan itu juga diambil berdasarkan ketentuan perundangan yang sah. Proses pengambilan keputusan dilakukan melalui pertimbangan komprehensif dengan mengkaji opsi-opsi yang tersedia, sekali lagi kebijakan itu tidak lain demi menjaga stabilitas perekonomian negara dan perbankan nasional,” katanya.
Meski begitu Boediono tak keberatan apabila ada pihak-pihak yang terbukti memanfaatkan atau menyalahgunakan kebijakan tersebut untuk kepentingan pribadi atau pihak tak berhak, tindakan hukum tegas harus diambil. Disisi lain, Boediono juga berharap, pejabat-pejabat negara tidak ragu mengambil kebijakan sulit dimana mendesak, meskipun dengan risiko akan dipertanyakan, selama itu semua untuk kepentingan bangsa dan negara lantaran dalam era globalisasi krisis dapat datang sewaktu-waktu
"Seperti yang telah saya sampaikan di berbagai forum, apabila ada pihak-pihak yang terbukti memanfaatkan atau menyalahgunakan kebijakan tersebut untuk kepentingan pribadi atau pihak-pihak yang tak berhak, tindakan hukum yang tegas harus diambil," tandas Boediono. Usai pernyataan Boediono itu, entah siapa yang memulai, tepuk tangan riuh pun menggema dalam ruang sidang. Lagi-lagi ini menjadi situasi yang tidak lazim di tengah persidangan. Sebelum meninggalkan ruang sidang Boediono menyempatkan diri berjabat tangan dengan majelis hakim, JPU, Penasehat hukum dan terdakwa Budi Mulya. (flo/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Boediono Lega Tuntas Sampaikan Kesaksian
Redaktur : Tim Redaksi