Bonbin Menyimpan Kenangan Masa Kecil Bersama sang Ayah

Jumat, 10 Oktober 2014 – 07:01 WIB
EKSPRESI SENI: Kartika (kanan) menunjukkan lukisannya kepada Ratna Achjuningrum. Foto: Thoriq S. Karim/Jawa Pos

SUASANA teduh dirasakan Kartika Affandi saat berada di KBS Kamis pagi (9/10). Sambil tetap berada di kursi roda, perempuan yang akrab dipanggil Mami itu mendongak ke atas. Rerimbunan pohon di depan kandang jerapah dan zebra tersebut membuatnya terkesan.
----------------
Laporan Thoriq S. Karim, Surabaya
----------------
Dia mengingat 73 tahun lalu, saat diajak sang ayah, mendiang Affandi Koesoema, maestro lukis ekspresionis Indonesia. Kala itu Maryati, sang ibu, sedang sakit. Dia harus dirawat selama tiga bulan di Surabaya. ’’Saya diajak Bapak ke Surabaya,’’ katanya.

Selama di Surabaya, tempat yang menjadi jujukan untuk melepas penat adalah KBS yang dulu kerap disebut bonbin tersebut.

BACA JUGA: Santri Terpaksa Mengaji Diiringi Dangdut Koplo

Kartika mengatakan, KBS sekarang lebih indah daripada dulu. Pepohonan yang rimbun, taman, tempat duduk, semuanya sudah tersedia. Dulu jarang ada pohon.

’’Panas dan gersang. Saya sering berlarian di sini,’’ ujar Kartika sambil mengarahkan telunjuk jari ke sekelilingnya.

BACA JUGA: Dan Penjual Hewan Kurban yang Satu Ini Pun Bersedih

Tidak lama, pandangannya tertuju pada lukisan di sebelahnya. Lukisan itu dibuatnya secara spontan saat menggambar di KBS, Selasa (7/10). Tampak kepala binatang yang berjajar. Di sela-sela kepala binatang tersebut, ada wajah Kartika yang terlihat sedih.

”Temanya kasih sayang,’’ ujarnya. Perempuan kelahiran Jakarta tersebut menjelaskan, wajah beruang madu, harimau, monyet, serta burung terlihat sedih. Itu, kata Kartika, adalah ekspresi satwa yang ada di sini. ’’Saya melihat mereka butuh kasih sayang,’’ imbuhnya.

BACA JUGA: Tulang Punggung Keluarga, Operasi Payudara di Thailand

Memang, Kartika mengakui bahwa keindahan KBS sekarang mengalahkan masa dulu, saat dirinya berusia 7 tahun. Seharusnya ada kebanggaan di masa sekarang. Namun, itu tidak terlihat pada satwa yang ada di dalamnya.

Mereka membutuhkan kasih sayang dari semua masyarakat. Bukan hanya pengelola atau pemerintah setempat. ’’Siapa saja harus memiliki kasih sayang kepada sesama makhluk,’’ kata dia.

Banyak cerita yang dia dengar tentang KBS. Salah satunya, banyak satwa yang mati. Belum lagi silang sengkarut kepengurusan yang pernah melanda tempat wisata kebanggaan Surabaya tersebut.

Menurut dia, satwa itu ciptaan Tuhan. Masa hidupnya yang terbatas dan mati adalah kewajaran. Karena itu, satwa butuh pelestarian.

Dengan begitu, ketika satwa mati, sudah ada pengganti jenis satwa yang sama. ’’ Itu yang lebih penting,’’ ungkap perempuan yang menuruni bakat lukis sang ayah tersebut.

Selain gambar manusia, di lukisan itu terdapat bentuk anak-anak kecil yang memandang dari kejauhan. Ya, KBS memang wisata favorit anak-anak. Mereka bisa melihat beragam satwa. Di KBS, anak-anak bisa menikmati masa libur bersama keluarga.

Yang tak ketinggalan adalah pepohonan rindang yang mengayomi binatang-binatang. Kartika menyimbolkan kondisi KBS sekarang yang lestari dari aspek lingkungan. Sangat sayang jika tidak dijaga dengan baik.

’’Bukannya memberi perlindungan kepada satwa, justru bisa menakuti mereka. Jangan sampai itu terjadi,’’ papar perempuan yang kemarin mengenakan topi berhias bunga itu.

Kartika adalah putri pelukis Indonesia yang terkemuka. Lukisannya cukup banyak di Museum Affandi. Di antaranya, lukisan berjudul Apa yang Harus Kuperbuat. Lukisan itu dibuat pada Januari 1999. Lalu Apa Salahku? Mengapa Ini Harus Terjadi yang dibuat sebulan setelahnya.

Perempuan yang juga dikenal suka bercanda tersebut dikenal beraliran ekspresionis. Hasil lukisannya mencerminkan emosi dari sang pelukis. Apa yang sedang dipikirkan, saat itulah yang ditorehkan di kanvas. Hasil lukisannya pun diakui dunia.

Setelah menjelaskan apa yang ada di lukisannya, Kartika yang didampingi Direktur Utama KBS Ratna Achjuningrum tersenyum. ’’Itu ekspresi saya ketika berada di Surabaya beberapa hari ini,’’ katanya.

Dia yakin banyak orang yang memiliki kenangan tentang KBS. Tempat tersebut adalah saksi mereka bersama keluarga. Sama dengan Kartika dan Affandi yang kerap menghabiskan waktu di KBS selama tiga bulan menunggui sang bunda.

Saksi ketika sang mendiang Affandi masih hidup. Berlarian, melihat satwa dengan ditunggu sang ayah. Keindahan masa lalu yang bisa dikenang di tempat ini. Sungguh disayangkan jika tidak dirawat dengan baik.

’’Kenangan yang dimiliki banyak orang akan hilang,’’ ujar perempuan yang kerap mengikuti pameran lukisan internasional itu.

Lukisan di kanvas berukuran sekitar 1 x 1 meter tersebut kemudian diserahkan kepada Ratna Achjuningrum. Dia mengatakan, ’’Ini lukisan saya. Nilainya sekitar Rp 600 juta.’’

Angka tersebut bukan harga mati. Setiap lukisan Kartika selalu berharga mahal. Bahkan, di Singapura, ada yang lukisannya terjual Rp 1 miliar. Itulah seni, yang berhubungan dengan rasa. Harga tidak masalah, asalkan keindahan dari seni itu bisa dirasakan.

Ratna pun menerima lukisan tersebut. Dia bersama Kartika sepakat akan melelang lukisan itu. Hasil lelang didonasikan ke KBS.

Rencananya, lelang diselenggarakan pada April tahun depan. ’’Kami mengajak seniman lain untuk turut serta dalam lelang tersebut,’’ ungkap Ratna.

Dia kagum dengan Kartika yang masih peduli pada KBS. Kenangan yang dia ukir bersama sang ayah memang tidak bisa dinilai dengan uang. Maklum jika Kartika menginginkan KBS menjadi tempat indah bagi masyarakat dan satwa. ’’Kami sangat mengapresiasi langkah itu,’’ ujarnya.

Harapannya, kepedulian tersebut tidak datang dari seorang Kartika saja. Tapi, juga masyarakat lain yang berprinsip sama. Menyediakan ruang untuk kelestarian lingkungan dan satwa sehingga ada yang bisa diwariskan kepada anak-cucu. ’’Paling tidak, tempat mereka melihat beragam satwa,’’ papar dia. (*/c7/dos)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Sudah Lama Berkawan dengan Orang Utan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler