jpnn.com, JAKARTA - Bareskrim Polri akhirnya menetapkan Direktur Utama PT Garam Achmad Boediyono sebagai tersangka kasus penyelewengan impor garam. Dia diduga menyalahgunakan wewenang untuk mendapatkan izin impor garam industri.
"Tersangka terkait dengan dugaan tindak pidana penyimpangan importasi dan distribusi garam industri sebanyak 75 ribu ton," kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri Brigjen Agung Setya dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Minggu (11/6).
BACA JUGA: Peretas Situs Dewan Pers Ternyata Tukang Cuci Baju
Hanya setelah diimpor, sebanyak seribu ton dikemas 400 gram dengan merek garam cap SEGI TIGA G. Lalu dijual untuk kepentingan konsumsi.
Kasus ini bermula saat Bareskrim menemukan adanya dokumen-dokumen importasi garam yang dianggap janggal oleh PT Garam. Yang di mana, sebagian dokumen importasi ada yang sudah terealisasi dan ada yang belum.
BACA JUGA: Bareskrim Bekuk Peretas Situs Dewan Pers dan Kejagung, Motifnya?
"Kebutuhan nasional garam konsumsi itu 226 ribu ton, di tahap pertama realisasi kebutuhan itu PT Garam mengajukan realisasi 75 ribu ton. Penugasan PT Garam untuk mengadakan garam konsumsi ini kemudian kami temukan ada penyimpangan," kata dia.
Penyimpangan pertama, terang dia, pada 1 Maret PT Garam mengumpulkan kurang lebih 53 perusahaan garam yang memproduksi garam konsumsi untuk mendapatkan rencana kebutuhan. Setelahnya, PT Garam juga mendata perusahaan-perusahaan komsumsi yang membutuhkan garam.
BACA JUGA: Negara Rugi Rp 103 Miliar di Proyek Stadion di Gedebage
"Pada 1 Maret itu juga PT Garam mengumpulkan importir enam perusahaan dari India dan dua perusahaan dari Australia. Hari itu juga diputuskan satu perusahaan dari Australia, yaitu Daimler Salt sebagai perusahaan yang ditunjuk untuk mengimpor ke Indonesia sebesar 55 ribu ton. Kemudian satu perusahaan dari India sebanyak 20 ribu ton. Kemudian 55 ribu dan 20 ribu ton sudah diimpor pada April lalu," katanya.
Tersangka, kata Agung, berperan terkait permintaan dukungan kemudian mengubahnya rencana importasi garam komsumsi menjadi importasi garam industri. "Yang bersangkutan sudah dua kali mengajukan importasi garam konsumsi sejumlah 75 ribu ton dengan mendapatkan surat persetujuan impor nomor 42 dan 43, tapi tidak direalisasi," kata dia.
Tersangka juga mengubah persentasi NaCL-nya dalam surat permohonannya sehingga menjadi 97 persen ke atas, sehingga diberikan surat dari Kementerian KKP kepada Kemendag. Pada perubahan itu, kata Agung, kemudian direalisasi impor 75 ribu ton garam industri.
"Ini juga hal yang melanggar ketentuan terkait Permendag yang utamanya adalah biaya impor yang dikenakan sepuluh persen itu tidak dibayar. Kemudian harga garam industri yang hanya Rp 400 per kg, kemudian dijual seharga garam konsumsi menjadi Rp 1.200 per kg, ada perbedaan harga yang sangat tinggi," kata dia.
Atas perbuatannya, tersangka dijerat Pasal 62 UU Perlindungan Konsumen, Pasal 3 UU Tindak Pidana Korupsi dan pasal 3,5 UU Pencegahan dan Pemberantasan TPPU, dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun. (mg4/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jadi Tahanan Bareskrim, Alfian Tanjung Dibon Polda Metro
Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga