BPHN Kemenkumham Sosialisasikan UU Perkawinan di Tangerang

Senin, 25 September 2017 – 14:41 WIB
Buku nikah. Foto: JPG

jpnn.com, TANGERANG - Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) menggelar penyuluhan mengenai Undang-Undang  (UU) Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan di Kelurahan Sukasari, Tangerang, Banten, Selasa lalu (19/9). Kegiatan yang digelar Pusat Penyuluhan BPHN itu untuk mengingatkan warga agar tidak bermain-main soal perkawinan.

Menurut Penyuluh Hukum Ahli Madya BPHN Kemenkumham Abdullah, perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga dalam rumah tangga, yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 

BACA JUGA: Ditjen Imigrasi Imbau Masyarakat Berani Laporkan Calo Paspor

“Untuk itu perkawinan jangan dianggap sebagai hal yang main-main, perkawinan adalah perbuatan yang harus direncanakan dengan matang dan serius karena ini akan kita jalankan untuk kebahagiaan yang kekal,” ungkapnya.

BACA JUGA: Sesditjen PAS Ajak Petugas Lapas-Rutan Kompak Sikat Pungli

Kegiatan penyuluhan tentang UU Perkawinan di Kelurahan Sukasari, Tangerang, Selasa lalu (19/9).

Abdullah mengatakan, perkawinan sah dapat dilaksanakan apabila dilakukan menurut hukum berdasar agama dan kepercayaan mempelai. Menurutnya, Indonesia tidak menganut istilah perkawinan beda agama.

BACA JUGA: BPHN Ajak Masyarakat Proaktif Lindungi Anak dan Cegah KDRT

Karena itu Abdullah mengharapkan calon pengantin tidak berpindah agama hanya demi administrasi untuk menyiasati perkawinan. Dia juga mendorong calon mempelai bisa lebih memahami lagi hukum positif di Indonesia yan mengatur perkawinan.

Dengan demikian, perkawinan yang dilakukan tidak bertentangan dengan hukum positif dan hukum agama.  “Alangkah baiknya perkawinan dilakukan dengan tulus dari orang yang kita sayangi dan tentunya berasal dari penganut agama yang sama dengan kita,” ucapnya.(adv/jpnn)


Syarat materiel perkawinan 

  1. Adanya persetujuan kedua calon mempelai (Pasal 6 ayat 1).
  2. Adanya izin kedua orangtua atau wali bagi calon mempelai yang belum berusia 21 tahun (Pasal 6 ayat 2).
  3. Usia calon mempelai pria sudah 19 tahun dan calon mempelai wanita sudah mencapai 16 tahun, kecuali ada dispensasi dari pengadilan (Pasal 7).
  4. Antara calon mempelai pria dan calon mempelai wanita tidak dalam hubungan keluarga atau darah yang tidak boleh kawin (Pasal 8).
  5. Calon mempelai wanita tidak dalam ikatan perkawinan dengan pihak lain dan calon mempelai pria juga tidak dalam ikatan perkawinan dengan pihak lain, kecuali telah mendapat izin dari pengadilan untuk poligami (Pasal 9).
  6. Bagi suami istri yang telah bercerai, lalu kawin lagi, agama dan kepercayaan mereka tidak melarang kawin kembali (untuk ketiga kalinya) (Pasal 10).
  7. Tidak dalam waktu tunggu bagi calon mempelai wanita yang berstatus janda (Pasal 11).


Syarat formal perkawinan:

  1. Pemberitahuan untuk melangsungkan perkawinan.
  2. Pengumuman untuk melangsungkan perkawinan.
  3. Calon suami isteri harus memperlihatkan akta kelahiran.
  4. Akta yang memuat izin untuk melangsungkan perkawinan dari mereka yang harus memberi izin atau akta dimana telah ada penetapan dari pengadilan.
  5. Jika perkawinan itu untuk kedua kalinya, harus memperlihatkan akta perceraian, akta kematian atau dalam hal ini memperlihatkan surat kuasa yang disahkan pegawai pencatat nikah.
  6. Bukti bahwa pengumuman kawin telah berlangsung tanpa pencegahan.

BACA ARTIKEL LAINNYA... Indonesia-Prancis Bahas Kerja Sama Hukum Pidana


Redaktur & Reporter : Antoni

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler