jpnn.com, JAKARTA - Bulan ini BPJS Kesehatan telah membayarkan klaim rumah sakit sebesar Rp 11 triliun. Menurut data BPJS Watch, setidaknya utang yang sudah jatuh tempo ke rumah sakit per 2019 adalah Rp 12,97 T.
Salah satu permasalahan utang yang bertumpuk yang dialami BPJS Kesehatan adalah tidak singkronnya iuran yang terkumpul dengan klaim yang harus dibayarkan.
BACA JUGA: Bayar Klaim Jatuh Tempo, BPJS Kesehatan Kucurkan Rp 11 T
Pembayaran klaim Rp 11 triliun merupakan pembiayaan terbesar dibandingkan sebelumnya. Deputi Direksi Bidang Treasury dan Investasi BPJS Kesehatan Fadlul Imansyah membeberkan bahwa rata-rata setiap bulan BPJS Kesehatan mampu mengumpulkan iuran sebesar Rp 6-7 triliun.
”Besaran klaim yang dikeluarkan tiap bulan rata-rata Rp 8 triliun,” tuturnya. Meski jumlahnya tidak pasti, namun dari pernyataan tersebut bisa dilihat bahwa ada peluang utang.
BACA JUGA: Maksimal 25 Hari, BPJS Kesehatan Bayar Klaim Rumah Sakit
Utang ini membuat beban baru bagi BPJS Kesehatan. Sebab mereka tak hanya harus membayar utang, namun juga bunga 1 persen tiap terlambat membayar persatu bulan. Untuk mengatasi hal itu, salah satu cara yang dilakukan BPJS Kesehatan adalah Supply Chain Financing (SCF) dengan beberapa bank.
BACA JUGA: Penjualan Emas Masih Lesu, Ini Penyebabnya
BACA JUGA: BPJS Kesehatan Padang Bayar Klaim Rumah Sakit Rp 250 Miliar
Namun menurut Kepala Humas BPJS Kesehatan M. Iqbal Anas Ma’ruf, cara ini tidak bisa melunasi seluruh utang. Hal ini terkendala bank-bank yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan tidak pasti ada di satu wilayah. ”Kalau rumah sakit swasta lebih mudah,” tuturnya.
Kepala Bidang Advokasi lembaga swadaya masyarakat BPJS Watch Timboel Siregar mengomentari hal ini. Menurutnya hutang BPJS Kesehatan kepada rumah sakit tentu mempengaruhi cash flow rumah sakit.
”Dengan iuran yang didapat tiap bulan tidak akan mampu membayar utang tersebut. Pemerintah harus ikut mengatasi masalah ini,” ujarnya.
Pemerintah sebenarnya sudah mengeluarkan kebijakan untuk menolong BPJS Kesehatan. Menkeu pada 29 Maret lalu mengeluarkan Peraturan Menteri keuangan (PMK) no. 33 Tahun 2019 yg merrevisi PMK no. 10 Tahun 2018.
PMK anyar itulah yang membuat pembayaran peseta penerima bantuan iuran (PBI) yang ditanggung APBN bisa dibayar di muka. Pemerintah membayarkan iuran PBI dari April hingga Agustus nanti.
”Hitungannya begini, jumlah PBI sekitar 96.5 juta. Jadi iuran per lima bulan dari APBN untuk PBI adalah 96.5 juta x Rp 23.000 x 5 bulan = Rp 11.09 Triliun. Nah dana yang Rp 11.09 T itu dibayarkan untuk menutup utang ke RS. Sementara Rp 1.1 T untuk kapitasi dibayar dari iuran yang masuk,” ujar Timboel.
Cara ini menurutnya dalam jangka pendek utang ke RS bisa dikurangi. Namun potensi utang BPJS Kesehatan ke RS tetap masih tinggi. ”Ini akan memicu defisit di bulan bulan berikutnya, kecuali APBN berkomitmen melakukan bantuan langsung kepada BPJS Kesehatan,” katanya.
BPJS Kesehatan dan pemerintah harus serius menyikapi polemik ini. ”Pascapilpres pemerintah merealisasikan janji untuk menaikkan iuran seperti yang dikemukakan Pak Jusuf Kalla beberapa waktu yang lalu,” saran Timboel.
Tidak semua kelas harus naik, setidaknya iuran dinaikan pada PBI. Sehingga iuran bisa mengatasi utang dan defisit secara sistemis. ”Selain itu pasal 100 Perpres 82 tahun 2018 tentang pajak rokok dari pemda juga harus dimaksimalkan sehingga potensi pemasukan dari pasal 100 tersebut bisa sebesar Rp 5 sampai 6 triliun,” imbuhnya.
BPJS Kesehatan juga harus terus menagih utang iuran. Timboel menyatakan ada Rp 3,3 triliun potensi iuran yang belum dibayarkan. Caranya, BPJS Kesehatan bisa bekerja sama dengan kejaksaan, pengawas ketenagakerjaan.
”Pemotongan dana alokasi khusus (DAK) dari APBN ke Pemda harus dilakukan segera agar utang iuran pemda bisa dilunasi ke BPJS Kesehatan. Selain itu kewajiban ikut BPJS per 1 Januari 2019 bagi peserta bukan penerima upah (PBPU) harus didukung banyak pihak,” ujarnya. Adanya dukungan ini dapat memperkuat sanksi yang akhirnya memaksa untuk tertib iuran BPJS Kesehatan. (lyn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... DPR : Jangan Lagi Ada Antrean Panjang BPJS Kesehatan
Redaktur & Reporter : Soetomo