jpnn.com, JAKARTA - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyerahkan laporan hasil pemeriksaan (LHP) investigatif tentang perpanjangan kerja sama pengelolaan dan pengoperasian Jakarta International Container Terminal (JICT) antara PT Pelindo II dengan Hutchison Port Holding (HPH) ke DPR RI, Selasa (13/6).
Laporan itu diserahkan Ketua BPK Moermahadi Soerja kepada Ketua DPR Setya Novanto dan Ketua Pansus Pelindo II Rieke Diah Pitaloka di gedung parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (13/6). LHP investigatif BPK itu sebagai tindak lanjut atas permintaan DPR pada 16 Februari 2016.
BACA JUGA: Pelindo Bangun Fly Over, Pemprov Jatim Tawarkan Pembiayaan Kemitraan
Moermahadi mengatakan, ada berbagai penyimpangan dalam proses perpanjangan perjanjian kerja sama yang ditandatangani pada 5 Agustus 2014 itu. Bahkan, penyimpangan itu juga menimbulkan kerugian keuangan negara.
“Penyimpangan mengakibatkan indikasi kerugian keuangan negara pada PT Pelindo II minimal sebesar USD 306 juta ekuivalen Rp 4.081.122.000.000, dengan kurs tengah Bank Indonesia 2 Juli 2015 sebesar Rp 13.337 per USD,” kata Moermahadi di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (13/6).
BACA JUGA: Bu Susi Janji Perbaiki Tata Kelola Keuangan KKP
Dia menjelaskan, BPK mengantongi lima temuan spesifik dari pemeriksaan investigatif itu, Pertama, perpanjangan kontrak pengelolaan PT JICT tidak pernah dibahas dan dimasukkan sebagai rencana kerja dan RJPP dan RKAP PT Pelindo II.
Rencana itu juga tidak pernah diinformasikan kepada pemangku kepentingan dalam laporan tahunan 2014. Padalah, rencana itu telah dinisiasi oleh Dirut PT Pelindo II RJ Lino sejak 2011.
BACA JUGA: DKI Dapat WDP Lagi, Tugas Berat Menanti Pak Djarot
Kedua, perpanjangan kerja sama tidak menggunakan permohonan izin konsesi kepada menteri perhubungan terlebih dahulu. Ketiga, penunjukkan HPH oleh PT Pelindo II sebagai mitra tanpa melalui mekanisme pemilihan yang seharusnya.
Keempat, perpanjangan kerja sama pengelolaan dan pengoperasian PT JICT ditandatangani oleh Pelindo II dan HPH yang berbasis di Hong Kong tanpa terlebih dahulu mendapat persetujuan RUPS dan Menteri BUMN.
Kelima adalah soal penunjukkan Deutsche Bank sebagai financial advisor. BPK menduga penunjukan itu bertentangan dengan peraturan perundangan.
“Hasil pekerjaan Deutsche Bank berupa valuasi nilai bisnis perpanjangan kerja sama pengelolaan dan pengoperasian PT JICT juga diduga dipersiapkan untuk mendukung tercapainya perpanjangan penjanjian kerja sama dengan Hutchison Port Holding,” kata Moermahadi.
Lebih lanjut Moermahadi menjelaskan, ada lima tindak pelanggaran yang dilakukan Pelindo II dengan Deutsche Bank. Pertama, Direksi PT Pelindo II tidak memiliki owner estimate sebagai acuan dalam menilai penawaran dari HPH. Sebab, penilaian penawaran diserahkan kepada phak financial advisor, yakni Deutsche Bank.
Kedua, Biro Pengadaan PT Pelindo II patut diduga meloloskan Deutsche Bank sebagai financial advisor meskipun tidak lulus dalam evaluasi administrasi. Ketiga, Deutsche Bank terindikasi memiliki konflik kepentingan karena merangkap sebagai negosiator, lender, dan arranger.
Keempat, commercial term antara PT Pelindo II dengan HPH telah disepakati sebelum valuasi bisnis yang seharusnya dijadikan bahan pertimbangan belum disiapkan oleh financial advisor, yakni Deutsche Bank.
Kelima, valuasi bisnis perjanjian perpanjangan kerja sama pengelolaan dan pengoperasian PT JICT yang dibuat Deutsche Bank diduga diarahkan untuk mendukung opsi perpanjangan dengan HPH tanpa mempertimbangkan opsi pengelolaan sendiri.
Menurut dia, Deutsche Bank dalam melakukan valuasi menggunakan dasar perhitungan yang tidak valid. "Pada akhirnya berdampak pada nilai upfront fee yang diterima lebih rendah atau kecil dari nilai yang seharusnya,” pungkasnya.(boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... DKI Kembali Dapat WDP, Djarot: 5 Tahun Juga Enggak Apa-Apa
Redaktur & Reporter : Boy