jpnn.com, SIMALUNGUN - Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Medan berhasil menyita 1,2 ton mi tak layak konsumsi di Parluasan, Kecamatan Siantar Utara, Simalungun, Sumut, Rabu (2/8).
“Semuanya disita dari enam toko distributor,” ujar Kepala Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Medan, Julius Sacrmento Tarigan seperti dilansir pojoksatu (Jawa Pos Group) hari ini.
BACA JUGA: Diajak Kekasih Menikah, Perempuan Muda Ini Nekat Lompat dari Sepeda Motor
Menurut Julius, mie berformalin hasil produksi dari Kota Pematangsiantar diedarkan ke beberapa Kabupaten di Sumatera Utara.
Di antaranya Kabupaten Tobasa, Samosir, Simalungun, Tapanuli Utara, Sibolga dan beberapa daerah lainnya.
BACA JUGA: Alasan Mau Cari Kucing, Eh, Malah Nyosor Ajak Janda Cantik Ini Begituan
Hasil data di lapangan, setidaknya ada sekitar 10 pabrik yang memproduksi mie bercampur formalin dan boraks.
Namun, tidak menutup kemungkinan jumlah itu bertambah mengingat peralatan yang dipergunakan mudah didapatkan dan harganya terjangkau bahkan muda untuk pindah-pindahkan.
BACA JUGA: Orok Bayi Dibuang di Pinggiran Sungai, Duh Tega Benar...
“Yang kita data sementara ada 10 pabrik, tetapi tidak menutup kemungkinan lebih banyak dari itu,” ucapnya.
Kepala Balai BPOM Medan ini dengan jelas mengatakan bahwa formalin dan boraks yang dimasukkan ke dalam tubuh manusia melalui mie memberikan dampak yang sangat buruk yaitu kanker.
“Kalau bahan berbahaya terus-menerus dikonsumsi masyarakat, walau dalam waktu dekat tidak terlihat dampaknya, namun 10-20 tahun kemudian bisa mengalami kanker. Mulai dari maag kronis dan mengganggu sistem saraf. Di samping risiko kesehatan, risiko ekonomi sudah pasti terjadi untuk mengobati penyakit yang ditimbulkan, dan akan menurunkan produktivitas manusia,” jelasnya.
Hal senada disampaikan Kepala Dinas Kesehatan Kota Pematangsiantar, dr Ronald Saragih. Pabri mi di kota ini masih banyak yang tida terdaftar atau liar.
Oleh karena itu ia meminta agar seluruh elemen masyarakat berperan aktif sehingga produksi mi berformalin dan boraks dapat ditekan.
Menurutnya, tidak semua pabrik bisa dipantau.
“RT dan RW serta pihak kelurahan juga harus terlibat. Kalau ada dilihat kegiatan berproduksi mie atau makanan lainnya untuk diinformasikan. Kami kan terbatas. Sangat sulit mengungkap ini karena modus operasionalnya sangat rapi, bahkan untuk pengiriman barang. Kemudian, belum tentu juga mi ini berformalin dari pabrik. Bisa saja distributor karena mereka harus menjual lagi,” jelasnya.
Dokter Ronald menegaskan pengusaha mie di kota sejuk ini tumbuh subur atau tumbuh slih berganti. Di antara yang sudah tutup karena ditindak tegas akibat melanggar peraturan, seiring waktu diganti dengan pengusaha lainnya.
“Yang ilegal ini-nya kami susah mendeteksi. Alatnya tidak terlalu susah. Kami gerebek di sini (di salah satu tempat, red), bisa dengan cepat besoknya dibawah alatnya ke tempat lain,” katanya. (pam)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Berenang di Kolam, Dua Siswa SMP Silimakuta Tewas Tenggelam
Redaktur & Reporter : Budi