jpnn.com - MENTERI Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Tedjo Edhy Purdijatno, yang saya hormati, izinkan saya menyampaikan pendapat saya kepada Anda, tentang Anda. Anak-anak Indonesia mestinya sangat iri pada Anda. Mimpi-mimpi masa kecil kebanyakan kanak-kanak di negeri ini, termasuk dulu masa kecil saya, yaitu menjadi pilot dan kapten kapal terbaca di biografi Anda. Mungkin itu sebabnya tokoh kartun Popeye sangat digemari.
Saya tentu bukan kanak-kanak lagi. Saya tak lagi hidup dengan mimpi, meskipun saya tetap kagum pada pilot dan kapten kapal perang. Saya berusaha menjadi warga negara yang menurut UUD 1945 punya hak dan kewajiban untuk ikut dalam upaya membela negara saya, negara kita. Saya adalah rakyat yang jelas. Dan saya mendukung semua upaya memberantas korupsi di negeri ini.
BACA JUGA: Pak Jokowi, Kau Master of Puppets, bukan Puppet of The Masters
Pak Menteri Tedjo yang saya hormati, tentu saja, surat saya ini ditulis karena ucapan Anda tentang "rakyat yang tidak jelas itu!". Inilah sebutan yang Anda capkan pada rakyat yang mendukung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Juga soal kalimat lain, rangkaian dari kalimat Anda dalam satu kesempatan yang sama, yang Anda tujukan kepada KPK. "Jangan membakar massa! 'Ayo rakyat. Kita harus begini-begitu'," kata Anda. Dan menurut Anda itu adalah pernyataan itu adalah wujud dari sikap KPK yang kekanak-kanakan.
BACA JUGA: Mari, Meneruskan dan Mengoreksi Sukarno
Pak Menteri Tedjo yang baik, coba kita lihat posisi Anda. Anda - selain sebagai Menkopolhukam - adalah juga ketua Komisi Kepolisian Nasional. Lembaga yang Anda pimpin inilah yang menyeleksi nama-nama calon Kapolri, lalu mengusulkan kepada Presiden.
Sudahkah Kompolnas bekerja dengan maksimal? Jangan-jangan belum? Saya mencurigai ini karena salah seorang kolega Anda di Kompolnas Adrianus Meliala menjelaskan mengapa seleksi calon Kapolri yang akhirnya memunculkan nama tunggal Budi Gunawan, tidak melibatkan KPK dan PPATK.
BACA JUGA: Semua yang Melemahkanmu, Akan Menguatkanmu
Kompolnas, kata beliau, tak sempat meminta penelusuran rekam jejak calon ke KPK dan PPATK, karena Presiden mendesak Kompolnas agar secepatnya menyerahkan daftar nama-nama calon Kapolri! Betulkah ini, Pak? Kenapa Presiden begitu? Kenapa Anda sebagai Menteri dan sekaligus Ketua Kompolnas tak mengingatkan beliau?
Cepat sekali permintaan dari Presiden, kata Adrianus. Karena itu Kompolnas bekerja seadanya saja, itu artinya tidak sempat meminta KPK, PPATK dan Komnas HAM mewawancarai calon-calon Kapolri yang disusulkan. Jika benar begini, Pak Menteri Tedjo, siapakah sebenarnya yang menjadi sumber masalah?
Dalam catatan Kompolnas ke Presiden, sesungguhnya sudah ada peringatan soal rekening gendut, bukan? Ini diakui oleh Adrianus Meliala. Jika ini diabaikan presiden, lalu KPK mengingatkannya dengan menetapkan Budi Gunawan sebagai tersangka dalam kasus korupsi, bukankah KPK dengan wewenang mereka ingin menyelamatkan bangsa ini?
Dan saya punya catatan jawaban Anda, "Apakah KPK pasti benar?"
Tentu saja KPK belum pasti benar. Tapi, saya tidak percaya bahwa pertanyaan itu bisa muncul dari seorang Menkopolhukam. Lebih tidak percaya lagi dengan kata-kata Anda yang menyulut kemarahan rakyat, yaitu kalimat ini: "Bukan dukungan rakyat yang enggak jelas itu!"
Dan Anda mengatakan itu di kompleks Istana Negara. Sabtu, 24 Januari 2015. Ah, sungguh satu akhir pekan yang penting dalam sejarah hubungan rakyat dan pejabat negara di negeri ini! Apa sebenarnya arti rakyat dalam hati dan pikiran Anda, Pak Menteri Tedjo?
Salam.
Jakarta, 28 Januari 2014
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kabut dan Hawa Busuk Pers
Redaktur : Tim Redaksi