Bukti Sudah Cukup, Papa Novanto Tak Perlu Lagi Diselamatkan

Sabtu, 05 Desember 2015 – 19:10 WIB
Ketua DPR Setya Novanto saat berada di ruang kerjanya. Foto: dok/JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA - Ketua Pusat Informasi Relawan (PIR) Jokowi-JK, Panel Barus meminta Mahkamah Kehormatan Dewan segera mengambil sikap tegas atas kasus 'Papa Minta Saham'.

Panel menilai, Ketua DPR Setya Novanto sudah pantas dipecat, karena bukti pelanggaran etika sudah cukup. 

BACA JUGA: Kejagung Tunggu Surat Kuasa Gugat Perusahaan Pembakar Lahan

"Telah terjadi pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden untuk kepentingan pribadi dirinya (Novanto) dan konco bisnisnya M Riza. Setya Novanto sebagai Ketua DPR terbukti melanggar Kode Etik. Sebagai pejabat negara dia meminta saham, dia mengajak bisnis serta mencatut nama Presiden dan Wapres," ujar Panel kepada wartawan, Sabtu (5/12).

Pimpinan organ relawan pendukung Jokowi-JK, yang juga sosok koordinator lapangan Aksi Geruduk-Gerakan 20 Oktober ini mendorong sidang MKD segera memutus perkara ini. 

BACA JUGA: Aset Yayasan Supersemar Belum Diieksekusi, Ini Penjelasan Jaksa Agung

"Saya juga melihat beberapa anggota MKD tengah bersandiwara hendak memperlambat dan berupaya menyelamatkan nasib Setya Novanto. Tidak perlu menyelamatkan Setya Novanto, karena tak ada lagi perbuatan mulia beliau sebagai Ketua DPR. Rekam jejak hidupnya selalu dipenuhi dengan skandal isu korupsi," tandas Panel.

Menurutnya, pengadu Menteri ESDM Sudirman Said dan kesaksian Direktur Freefort Indonesia Maroef Sjamsoeddin dalam sidang MKD telah mengonfirmasi upaya licik, jahat dan tamak Ketua DPR untuk kepentingan dirinya dan kelompok bisnisnya. 

BACA JUGA: Perpanjangan Kontrak Freeport Sarat dengan KKN

"Itu tindakan memalukan dan tak etis. Saya menduga cara-cara minta saham, memeras dan memburu rente pasti sudah dilakukan oleh kelompok ini sejak lama," kata Panel.

Dia juga berharap KPK dan Kepolisian serta Kejaksaan ikut menyelidiki kasus ini. Panel yakin ketiga penegak hukum itu mampu mengungkap hubungan antara Setya Novanto dengan pejabat yang disebut seperti Luhut Binsar Panjaitan dan Darmo, menjadi jelas perannya. 

"Beda pendapat antara Luhut dengan Sudirman Said sesama menteri Kabinet Kerja juga mengindikasi LBP berbeda kelompok dengan SS dalam urusan ini. LBP menuding SS ke MKD tanpa seizin Presiden, sementara SS mengatakan langkahnya ke MKD seizin presiden. Hal-hal seperti ini jelas merugikan Presiden dan membingungkan rakyat. Apabila ada menteri yang salah, saya pikir Bapak Presiden Jokowi tidak akan berikan toleransi lagi. Cukup sudah," pungkas Panel. (adk/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... MANTAP: Indonesia - Korea Selatan Kerja Sama Produksi Pesawat Tempur Tercanggih


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler