jpnn.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan korporasi PT Nindya Karya sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek pembangunan dermaga di pelabuhan bebas Sabang, Aceh. Bahkan KPK telah memblokir rekening dengan saldo Rp 44 miliar milik salah satu BUMN tersebut.
Menurut pengamat hukum Tito Hananta Kusuma, sebaiknya Menteri BUMN Rini Soemarno menggelar rapat atau pertemuan dengan KPK membahas kasus itu. Apalagi menurut dia, sudah tiga kali dalam sejarah BUMN menjadi tersangka korupsi di KPK.
BACA JUGA: Wakapolri Pastikan Ada Progres Signifikan di Kasus Novel
Tito yang juga Ketua Forum Advokat Spesialis Tipikor mengatakan, KPK perlu memberikan penjelasan kepada publik mengenai status Nindya Karya nantinya, apakah akan dibubarkan dan dilikuidasi atau dihukum sesuai hukum positif saja.
“Hal ini yang harus dibahas menteri BUMN dan KPK, karena ada potensi risiko sangat besar BUMN kembali dijadikan tersangka oleh KPK. Dan ini menyangkut nasib ribuan pegawai BUMN,” kata dia, Minggu (15/4).
BACA JUGA: 12 BUMN Telan Kerugian Rp 5,2 Triliun
Tito juga mengatakan, salah satu hal yang harus dibahas apakah asas ne bis idem untuk tersangka perseorangan bisa dikenakan juga ke korporasi.
“Apakah ini tidak melanggar asas ne bis in idem? Di mana sudah ada perkara yang sama dengan proyek yang sama sudah diadili dan dihukum tapi kemudian korporasinya juga diadili?” urai dia.
BACA JUGA: Selamatkan Uang Negara, KPK Blokir Rekening Nindya Karya
Dia menegaskan, KPK harus menjelaskan kepada publik apakah ke depan yang diadili itu hanya korporasinya saja atau orangnya juga.
“Publik perlu tahu apa yang menjadi visi dan misi KPK dalam menetapkan tersangka korupsi dan Menteri BUMN harus proaktif berdiskusi dengan KPKkarena ini menyangkut nasib BUMN lainnya,” tandas dia. (mg1/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kini Jadi Pesakitan, Setnov Curigai Johannes Marliem
Redaktur & Reporter : Elfany Kurniawan