JAKARTA - Bupati Biak Numfor di Provinsi Papua, Yesaya Sombuk didakwa menerima uang dalam bentuk dolar Singapura (SGD) sebesar SGD 100 ribu dari Direktur PT Papua Indah Perkasa, Teddy Renyut. Tujuan pemberian itu supaya pengerjaan proyek rekonstruksi talud abrasi pantai dan/atau proyek-proyek lainnya di Kabupaten Biak Numfor yang sedang diusulkan dalam APBN-P Tahun Anggaran 2014 pada Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal diserahkan ke Teddy.
"Padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya," kata jaksa penuntut umum dari KPK, Haerudin saat membacakan surat dakwaan atas Yesaya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (21/8).
BACA JUGA: Kuasa Hukum Prabowo-Hatta Mulai Merasa Dikecewakan MK
Awalnya. sekitar bulan Maret 2014 bertempat di Lobby Cafe Thamrin City Mall, Yesaya berkenalan dengan Teddy. Saat itu Yesaya belum dilantik sebagai Bupati Biak Numfor.
Selanjutnya sekitar April 2014 setelah Yesaya dilantik sebagai Bupati Biak, dia bertemu dengan Teddy di Hotel Amaris. Kemudian pada 2 April 2014, Yesaya mengajukan proposal atau usulan pembangunan Talud ke Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal RI yang dibawa dan diserahkan langsung oleh Kepala Bappeda Kabupaten Biak Numfor, Turbey Onimus Dangebeun kepada Deputi V Pengembangan Daerah Khusus di Kementerian PDT.
BACA JUGA: Polda Tegaskan Isu Pendemo Meninggal Cuma Hoax
Selanjutnya sekitar akhir Mei 2014, Teddy memberitahu Turbey melalui telepon bahwa dalam APBN-P 2014 terdapat proyek Pembangunan Rekonstruksi Talud Abrasi Pantai di Biak Numfor yang akan dianggarkan oleh Kementerian PDT sebesar lebih kurang Rp 20 miliar. Teddy bersedia membantu mengawal pengusulan proyek pembangunan Talud di Kementerian PDT.
Jaksa menjelaskan, sekitar awal bulan Juni 2014, Yesaya menghubungi Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Biak Numfor Yunus Saflembolo. Dalam pembicaraan itu Yesaya yang mengaku sedang membutuhkan uang Rp 600 juta meminta Yunus menghubungi Teddy.
BACA JUGA: Politisi PDIP Sebut RAPBN 2015 Sesak Nafas
Selanjutnya Yesaya yang sedang berada di Jakarta langsung menelepon Teddy dan mengajaknya bertemu di Hotel Acacia, Jakarta Pusat. Dalam pertemuan itu, Yesaya mengaku butuh dana Rp 600 juta.
"Dijawab Teddy Renyut dengan mengatakan "saat ini saya tidak ada uang, tapi kalau kaka ada memberikan pekerjaan yang pasti, saya bisa ngambil kredit dari bank"," ujar Jaksa Haerudin.
Saat itu, Teddy juga menyampaikan bahwa dalam APBN-P 2014 terdapat program di bidang bencana untuk Biak Numfor yang akan dianggarkan oleh Kementerian PDT dengan nilai sekitar Rp 20 milyar. Yesaya lantas menelepon Yunus dan memintanya datang ke Jakarta guna mengecek kejelasan proyek di bidang bencana di Biak Numfor.
Yunus akhirnya berangkat ke Jakarta untuk melakukan pengecekan mengenai kepastian proyek bencana di Biak Numfor. Ia akhirnya mendapatkan kepastian dari Sesmen Kementerian PDT bahwa dana dimaksud memang ada.
"Terdakwa mengatakan kepada Teddy "kalau ada proyek ke Biak, kau yang kawal dan kau yang kerjakan"," ucap Jaksa Haerudin.
Mendengar hal itu, Teddy bersedia memenuhi permintaan uang Rp 600 juta yang akan diberikannya kepada Yesaya dalam bentuk dollar Singapura. Selanjutnya pada 13 Juni 2014, Yesaya tiba di Jakarta dan menginap di kamar 715 Hotel Acacia yang sudah dipesan Teddy.
Sekitar pukul 21.00 WIB, Teddy ditemani Yunus datang ke Hotel Acacia dan menyerahkan sebuah amplop warna putih yang berisi SGD 63.000 kepada Yesaya. Beberapa saat kemudian Yesaya menghubungi Yunus melalui telepon dan mengatakan bahwa uang yang diberikan Teddy masih kurang dan kalau bisa ditambah lagi sebesar Rp 350 juta.
Sebagai realisasi permintaan tambahan, maka Teddy pada tanggal 16 Juni 2014 menemui Yesaya di Hotel Acacia dengan didampingi Yunus. Ia menyerahkan uang sebesar SGD 37.000.
Beberapa saat kemudian, petugas KPK menangkap Yesaya dan Teddy serta menemukan barang bukti berupa satu amplop berisi uang pecahan SGD 1.000 sebanyak tiga lembar dan pecahan SGD 10.000 sebanyak enam lembar dengan total SGD 63.000. Dan satu amlop berisi uang SGD 1.000 sebanyak 37 lembar dengan total SGD 37.000.
Atas perbuatannya, Yesaya dijerat dengan tiga pasal dalam Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pada dakwaan primair, Yesaya dijerat dengan Pasal 12 huruf a UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Dalam dakwaan subsider, Yesaya dijerat menggunakan Pasal 5 ayat (2) Jo Pasal 5 ayat (1) huruf a UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. Sementara dalam dakwaan lebih subsider, Yesaya dijerat dengan Pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Penasihat hukum Yesaya, Pieter Ell mengaku mengerti dakwaan jaksa. Namun demikian dia tidak mengajukan keberatan. "Sehingga dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan saksi-saksi," ujarnya.(gil/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ini Alasan Dahlan Iskan Gelar Rapim di Balai Pustaka
Redaktur : Tim Redaksi