"Secara legalitas, semua aspek batas-batas wilayah itu sesungguhnya sudah jelas
BACA JUGA: BAP Asli Wiliardi Tak Diterima Jaksa
Problemnya muncul di saat semua aspek batas wilayah itu diimplementasikan, karena ini terkait langsung dengan berbagai hal, seperti sumber daya alam, sistem kekerabatan yang ada kaitannya dengan tanah adat, serta fasilitas daerah yang dalam kenyataan memang belum merata," kata Gamawan Fauzi, dalam Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi II DPR, yang dipimpin Ketua Komisi-nya Burhanuddin Napitupulu, di Senayan, Jakarta, Rabu (11/11).Dijelaskan Mendagri, semua provinsi, kabupaten dan kota, pada saat dibentuk melalui Undang-Undang (UU) telah disertai dengan batas-batas wilayah secara kongkrit
BACA JUGA: Dilematis Soal Payung Hukum Moratorium
"Kecenderungan ini harus segera dihentikan, dengan cara mengeksekusi batas-batas wilayah sesuai dengan undang-undang dan kesepakatan yang telah dibuat oleh masing-masing daerah," katanya.Depdagri saat ini disebutkan tengah melakukan berbagai upaya verifikasi terhadap semua batas-batas wilayah yang berkonflik, baik itu batas wilayah antar provinsi, kabupaten, maupun kota
BACA JUGA: Stop Setor Upah Pungut ke Depdagri!
Terutama soal batas wilayah kabupaten dan kotaGubernur harus punya keberanian untuk menyelesaikannya dalam rangka membangun kemandirian daerah," tegas Gamawan pula.Sementara kalau soal batas wilayah antar provinsi, lanjut Gamawan, jika memang mengalami jalan buntu, untuk saat ini silakan saja dimintakan penyelesaiannya ke pusat"Tapi soal batas kabupaten dan kota, kita dorong diselesaikan saja oleh gubernur," ujarnya lagi.
Selain memberikan solusi terhadap masalah sengketa batas wilayah, dalam Raker pertama Mendagri dengan Komisi II DPR itu, Gamawan juga menjelaskan soal perlu-tidaknya pemilihan gubernur dilakukan secara langsung oleh rakyat"Dari sisi biaya, pilkada gubernur langsung oleh rakyat jelas memerlukan biaya yang tinggi dan membawa konsekuensi sulit untuk menciptakan pemerintahan yang baik dan bersih," katanya.
Mendagri pun mencontohkan, di Jawa Timur saja misalnya, pemilihan gubernur beberapa waktu lalu menghabiskan biaya sampai Rp 1 triliunBelum lagi biaya puluhan miliar rupiah yang harus dikeluarkan oleh peserta pilkada"Fakta ini secara kasat mata akan mempersulit siapapun yang menang pilkada untuk mewujudkan pemerintahan yang bersihSementara gaji gubernur setiap bulan hanya Rp 8,7 juta," imbuhnya.
"Terlepas dari alasan tersebut di atas, satu hal yang mesti kita pahami, jika wewenang gubernur itu masih seperti sekarang ini, sebaiknya gubernur itu ditunjuk saja oleh pusat, dengan konsekuensi harus merevisi undang-undang," tegasnya.
"Kalau dirasa berat, kembalikan saja pemilihan gubernur kepada DPRD, karena tidak bertentangan dengan konstitusiKarena dalam UUD 1945 disebutkan bahwa pemilihan itu dilakukan secara demokratis, yang bisa bersifat perwakilan," tambah Gamawan.
Dalam raker tersebut juga berkembang gagasan pilkada untuk bupati dan walikota dengan hanya memilih kepala daerah saja"Wakil kepala daerah kabupaten atau kota biar ditentukan langsung oleh pemenang pilkada, dengan cara memilih satu di antara pejabat karir di daerah masing-masing, guna menjaga soliditas selama mereka memimpin daerah," kata Gamawan pula.
"UU Nomor 32 tentang Pemerintah Daerah memang sudah mengatur tentang pembagian tugas antara kepala daerah dan wakil kepala daerahNamun dalam prakteknya, sering terjadi hubungan yang tidak harmonis," imbuh Gamawan yang juga mantan Bupati Solok dan Gubernur Sumbar itu, memaparkan alasannya(fas/JPNN)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Hadiatmoko Bantah Keterangan Wiliardi
Redaktur : Tim Redaksi