jpnn.com, JAKARTA - Bank Indonesia (BI) menyatakan kondisi perekonomian global masih diwarnai dengan berbagai ketidakpastian.
Menurut Gubernur BI Perry Warjiyo, pertumbuhan ekonomi global berpotensi hanya mencapai tiga persen, di bawah proyeksi yang ditentukan oleh bank sentral, yakni 3,4 persen.
BACA JUGA: Dalam Sehari BTN Menggelar Akad Massal KPR Subsidi Sebanyak 10 Ribu Unit Rumah
Proyeksi tersebut dibuat oleh BI dengan melihat tiga faktor utama, yakni perang antara Rusia dan Ukraina yang tidak kunjung usai, yang menimbulkan disrupsi rantai pasok berbagai komoditas yang menimbulkan lonjakan harga dan inflasi di berbagai negara.
Kedua, pengetatan moneter di berbagai negara, khususnya Amerika Serikat yang tengah agresif menormalisasikan kebijakan moneternya dengan menaikkan tingkat suku bunga acuan.
BACA JUGA: Ternyata Brigadir J Masih Hidup Saat Irjen Ferdy Sambo Lakukan Ini, Bu Putri?
Terakhir, kebijakan Zero Covid yang dilaksanakan China, lockdown ketat berpengaruh terhadap permintaan dan kegiatan manufaktur negara tersebut sehingga pertumbuhan ekonomi negara Tirai Bambu mengalami perlambatan.
Di sisi lain, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengimbau masyarakat agar waspada terhadap kenaikan suku bunga yang terjadi di beberapa negara.
BACA JUGA: BTN Siapkan Program Khusus KPR Mandalika, Banjir Promo
Hal itu dapat mempengaruhi kenaikan harga rumah ke depannya.
Kenaikan suku bunga akan turut mengerek kenaikan suku bunga Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) yang berpotensi membuat masyarakat lebih sulit memiliki hunian.
“Untuk membeli rumah 15 tahun mencicil di awal berat, suku bunga dulu, principal-nya di belakang. Itu karena dengan harga rumah tersebut dan interest rate sekarang harus diwaspadai karena cenderung naik dengan inflasi tinggi,” jelas Menkeu beberapa waktu lalu.
Apabila kenaikan inflasi berkelanjutan, juga akan dapat memengaruhi industri properti.
Jika inflasi naik, kemungkinan besar suku bunga juga akan menyesuaikan sehingga akan menambah tekanan pada industri properti.
Tak hanya bahan bangunan seperti semen dan besi yang mulai naik, tetapi juga mendongkrak harga jualnya di pasar.
Meski demikian, sektor properti tetap optimistis menuju pemulihan ekonomi di tengah perang Rusia dan Ukraina.
Industri properti masih dapat bertahan untuk tidak menaikkan harga hingga September.
Pengembang melihat hal tersebut sebagai momentum yang baik atas ketertarikan masyarakat untuk segera memiliki properti.
“Tentu, sebelum harga naik, konsumen akan lebih tertarik untuk segera memiliki hunian. Tak hanya untuk dihuni juga sebagai investasi yang menjanjikan,” ungkap Direktur Skandinavia Apartemen, Sugiyanto Lie dalam siaran pers, Selasa (2/8).
Properti yang menjanjikan tentu harus ditunjang dengan berbagai faktor, seperti lokasinya yang strategis yang berada di pusat aktivitas ekonomi dengan akses yang mudah.
Kedekatannya dengan pusat perbelanjaan, hotel, perkantoran, perbankan, sekolah hingga universitas juga akan menjadikan properti lebih banyak diminati dan mudah disewakan.
Menurut dia, fasilitas juga tidak kalah pentingnya, konsumen lebih menginginkan hal yang serba mudah dan nyaman.
"Kami percaya diri, setelah berhasil melalui resesi pandemi 2 tahun belakangan, ini menjadi momentum yang baik untuk meningkatkan penjualan dengan kualitas produk yang sudah baik," imbuh dia. (rdo/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Gangster Sadis di Cilandak Disikat Polisi, Warga Bisa Tidur Nyenyak, Alhamdulillah
Redaktur & Reporter : M. Rasyid Ridha