Butuh 6 Bulan untuk Turunkan Suku Bunga

Selasa, 29 Agustus 2017 – 08:35 WIB
Bank Indonesia. Foto: Jawa Pos/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Bank Indonesia memang sudah menurunkan suku bunga acuan atau 7 days reverse repo rate dari 4,75 persen menjadi 4,5 persen atau 25 basis poin (bps).

Meski begitu, hal tersebut belum terlalu berdampak pada penurunan tingkat suku bunga kredit.

BACA JUGA: Target Pertumbuhan Ekonomi Versi Jokowi Sulit Tercapai

Setidaknya, hingga akhir tahun ini, tingkat suku bunga belum banyak bergeser turun.

Senin (28/8) kemarin, Gubernur BI Agus Martowardojo menemui Presiden Joko Widodo untuk berkoordinasi mengenai kebijakan moneter.

BACA JUGA: BI Segera Terbitkan Peraturan Fintech

Hadir pula Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso.

Agus menuturkan, yang mungkin bisa segera menyesuaikan penurunan tersebut adalah suku bunga simpanan.

BACA JUGA: BI Segera Longgarkan Kebijakan Loan to Value

Sementara itu, dari sisi kredit, penurunannya bakal lebih lambat.

’’Biasanya, transmisi itu bisa terlaksana dua sampai tiga kuartal,’’ terangnya di kompleks Istana Kepresidenan.

Dengan hitungan tersebut, tingkat bunga kredit baru akan bisa mengikuti paling cepat enam bulan lagi atau awal 2018.

Dalam diskusi dengan presiden, disinggung bahwa suku bunga kredit untuk segmen korporasi dan perumahan sudah bisa turun menjadi satu digit.

 Namun, dia mengakui bahwa kredit UMKM dan modal kerja masih berkisar 12 persen.

’’Bulan Juli itu ada penurunan, tapi memang agak pelan,’’ tambah Agus.

Presiden, lanjut Agus, tidak banyak berkomentar mengenai penurunan BI-7DRRR. Presiden hanya mengingatkan soal deposito.

’’Kami upayakan agar tidak ada deposan yang saling bersaing untuk meminta bunga yang tinggi,’’ tutur banker senior tersebut.

Sebab, hal itu bisa menyulitkan bunga kredit untuk turun.

Mengenai pertumbuhan kredit, tahun ini BI merevisi target dari 10–12 persen menjadi 8–10 persen secara year-on-year (yoy).

Juli lalu, pertumbuhan kredit memang mencapai delapan persen (yoy).

Namun, bila dihitung year-to-date (ytd), pertumbuhannya hanya 3,1 persen.

Meski begitu, dia masih berharap pertumbuhan kredit membaik pada sisa semester kedua tahun ini.

Mengenai penyebab lambatnya kredit, Agus menduga perbankan memiliki kecenderungan kredit bermasalah yang meningkat.

’’Kredit bermasalah pada awal 2017 itu 2,4 persen. Kemudian, naik ke tiga persen atau 2,9 persen,’’ terang banker 61 tahun tersebut.

Meskipun demikian, dia melapor kepada presiden bahwa perlambatan itu masih berada dalam range yang tidak mengkhawatirkan.

Dugaan penyebab lainnya adalah banyaknya kalangan pengusaha yang masih wait and see.

Mereka ingin melihat perkembangan harga komoditas untuk menentukan langkah selanjutnya.

 Meski demikian, hal sebaliknya terjadi di pasar modal. Selama Januari hingga Juli, pasar modal tumbuh sekitar Rp 160 triliun.

Dari jumlah tersebut, sebanyak 55 persennya berbentuk obligasi korporasi. (byu/rin/c18/sof)

BACA ARTIKEL LAINNYA... BI Pangkas Suku Bunga Acuan Jadi 4,5 Persen


Redaktur & Reporter : Ragil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler