Buya Hamka

Oleh Dhimam Abror Djuraid

Jumat, 21 April 2023 – 18:01 WIB
Buku 'Ayah' karya Irfan Hamka yang berkisah tentang Buya Hamka. Foto/ilustrasi: arsip JPNN.com

jpnn.com - Dahulu setiap Lebaran kelompok Warung Kopi Prambors -Dono, Kasino, Indro— selalu meluncurkan film baru yang sengaja diputar untuk konsumsi pada hari raya umat Islam.

Hampir pasti film-film Warkop menjadi box office, apa pun kualitas filmnya.

BACA JUGA: Jokowi, Memang Sakti atau Bebek Lumpuh?

Tahun ini, bersamaan dengan momen Lebaran, film baru yang diluncurkan ialah Buya Hamka dengan bintang utama Vino G. Bastian.

Pergeseran itu menjadi indikasi perubahan pola spritualitas masyarakat perkotaan di Indonesia dalam 10 tahun terakhir. Kalau dahulu Lebaran identik dengan hiburan yang sekadar hura-hura, sekarang bergeser menjadi hiburan yang berdimensi religius.

BACA JUGA: Presiden Porno

Perubahan pola ini sangat terasa di kalangan kelas menengah kota. Ketika Ramadan memasuki 10 malam terakhir, masjid-masjid besar di pusat-pusat kota penuh sesak oleh jemaah yang melakukan iktikaf sejak lepas tengah malam sampai subuh.

Bukan hanya generasi kolonial yang memenuhi masjid, karena kalangan milenial pun antusias mengikuti iktikaf.

BACA JUGA: Provinsi Dajal

Pola konsumsi hiburan bioskop pun ikut berubah seiring dengan perubahan pola spritualitas masyarakat perkotaan ini. Film Buya Hamka ini menjadi salah satu indikasi perubahan itu.

Bukan sebuah kebetulan ternyata Vino G. Bastian memerankan karakter Buya Hamka. Tentu saja karakter itu sangat berbeda dengan peran yang selama ini diperankannya.

Sekadar pengingat saja, Vino merupakan reinkarnasi dari Trio Warkop ketika merilis ulang versi lawas dengan titel ‘Warkop Reborn’ beberapa tahun lalu yang juga diputar saat Lebaran.

Buya Hamka (17 Februari 1908 – 24 Juli 1981) adalah ulama fenomenal yang membawa perubahan besar dalam pola beragama di Indonesia. Hamka menjadi ’household name’ atau buah bibir masyarakat dan salah satu nama yang paling banyak dipakai oleh orang-orang Indonesia.

Tidak banyak yang tahu bahwa Hamka merupakan akronim dari Haji Abdul Malik Karim Amrullah. Hamka adalah nama pena yang dipakai sebagai penulis karya-karya sastra ciptaannya.

Lihatlah secara acak nama-nama sastrawan besar yang populer di Indonesia, yang muncul ialah Hamka, Iqbal, dan Rendra. Ketiganya menjadi nama yang sangat populer untuk bayi yang lahir di Indonesia.

Hamka menjadi sosok yang komplet. Ia ulama warisatul anbiya karena otoritas keilmuan Islamnya yang lengkap.

Ia politikus yang memainkan high politics tanpa keinginan untuk memperoleh kekuasaan. Ia seorang sastrawa par excellence.

Karya-karya Hamka, seperti ’Di Bawah Lindungan Ka’bah’ dan ’Tenggelamnya Kapal Van der Wijck’ menjadi karya klasik yang dibaca sepanjang masa di kalangan muslim Asia Tenggara.

Buya Hamka adalah ulama yang memiliki pendirian teguh dan tidak pernah takut berhadapan dengan kekuasaan. Kalau sudah menyangkut akidah, Buya Hamka tidak pernah berkompromi.

Hal itu menyebabkannya masuk penjara pada zaman pemerintahan Presiden Sukarno. Pada masa Soeharto memimpin Orde Baru Soeharto, Buya Hamka sebagai ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) memfatwakan hukum haram bagi muslim yang mengucapkan selamat Natal.

Buya Hamka juga seorang komposer andal. Bagi yang sudah cukup umur pasti mengenal lagu perjuangan ’Panggilan Jihad’ yang dikumandangkan di radio-radio pada 1980-an.

Lagu itu mengajak umat Islam untuk melakukan jihad mempertahankan Islam dari serangan lawan.

Kalau hari ini Buya Hamka masih hidup, lawan-lawan politiknya akan dengan mudah menuduhnya dengan tudingan intoleran dan radikal-radikul. Ketika Buya Hamka masuk penjara pada 1964, tuduhan itu juga yang diarahkan kepadanya.

Namun, mereka yang mencermati karya-karya Buya Hamka akan tahu bahwa dia bukan seorang radikal. Ketika berbicara mengenai akidah atau hablun minallah, Buya Hamka nonkompromistis.

Ketika berbicara mengenai hubungan sosial kemanusiaan atau hablun minannas, Buya Hamka adalah seorang humanis sejati.

Lawan-lawan Buya Hamka pun diam-diam mengagumi dan mencintainya. Bung Karno yang memenjarakan Buya Hamka berpesan agar ketika wafat disalati oleh Buya Hamka.

Ketika Bung Karno wafat, Buya Hamka pun menyalatinya.

Pramoedya Ananta Toer sastrawan garda depan Lembaga Kebudayaan Rakyat (LEKRA) yang berafiliasi dengan PKI Partai Komunis Indonesia (PKI) sangat tidak menyukai Hamka. Pram secara terbuka menuduh Hamka sebagai plagiator dan karya-karyanya tidak orisinal.

Sebuah kisah menyebutkan bahwa ketika anak perempuan Pram akan menikah dengan seorang pria muslim, ia memerintahkan anaknya untuk sowan kepada Buya Hamka dan bertanya mengenai agama Islam.

Karya masterpiece utama Buya Hamka ialah ‘Tafsir Al-Azhar’ yang diselesaikannya ketika berada di penjara selama hampir 2,5 tahun.

Memang tokoh-tokoh besar dunia menjadi makin besar setelah berada di penjara. Nelson Mandela menjadi pahlawan Afrika Selatan yang menghancurkan apartheid setelah dipenjara selama 27 tahun.

Sukarno, Hatta, Syahrir, dan para pendiri bangsa semua pernah masuk ke penjara kolonial. Mereka tidak patah, tetapi malah lebih tegar.

Tafsir Al-Azhar mengantarkan Hamka menjadi profesor kehormatan Universitas Al-Azhar, Mesir. Orang yang membaca tafsir itu akan merasakan kecintaan Hamka kepada umat Islam.

Pengetahuannya yang luas dan mendalam dituangkannya dalam bahasa sederhana yang indah.

Karya besar lain dari Hamka adalah ‘Tasawuf Modern’ yang merupakan kumpulan tulisannya di Majalah Panji Masyarakat tempatnya menjadi editor. Rubrik itu membahas masalah-masalah keagamaan keseharian praktis bagi umat muslim modern.

Serial itu banyak digemari pembaca dan kemudian dikompilasi menjadi buku dan dicetak pada 1939. Sampai sekarang buku itu tetap menjadi best seller yang dicari banyak orang.

Hingga kini Hamka tetap dianggap sebagai tokoh tasawuf modern yang belum ada tandingnya.

Dalam Tasawuf Modern terlihat bagaimana sikap Buya Hamka yang sangat toleran dan bersahabat dengan kalangan mana pun. Tasawuf adalah pendekatan kepada Allah dengan olah jiwa, tazkiyatun nafs, dengan membersihkan jiwa dari kotoran dunawiah.

Hamka sangat menguasai khazanah pemikiran tasawuf. Ia memadukannya dengan kedalaman pengetahuannya mengenai ilmu-ilmu humaniora.

Maka Tasawuf Modern menjadi buku panduan dan buku petunjuk praktis bagi manusia modern untuk menjalankan agama secara benar dan selamat.

Ketika sekarang masyarakat Indonesia terbelah oleh polarisasi yang makin lebar, Tasawuf Modern bisa menjadi jembatan dan panduan untuk kembali menyatukan bangsa.(***)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Antara Ganjar dengan Endorsement Jokowi dan Tirakat Anies Tanpa Kudus


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag
Buya Hamka   hamka   Cak Abror   Soekarno   Akidah  

Terpopuler