jpnn.com - Meminjam istilah urang awak, Buya Hamka anak dari pasangan suami istri yang cintanya dari rambut turun ke bahu.
Wenri Wanhar - Jawa Pos National Network
BACA JUGA: Wahabi, Garis Keras Hingga...
LAMARAN pemuda itu ditolak mentah-mentah. Raihana lebih memilih Haji Rasul menjadi suaminya. Dari pernikahan tersebut Raihana melahirkan Fatimah.
Karena sakit hati, sebagaimana ditulis James L Peacock dalam Pembaharu dan Pebaharuan Agama: Kasus Dahlan dan Rasul, si pemuda itu pun main guna-guna.
BACA JUGA: Pilot Perang Dunia II Inilah yang Merekam Lagu Karangan Bung Karno
Dia menggunakan ilmu hitam yang membuat Raihana menjadi bau. Menjijikan. Haji Rasul menjadi impoten.
“Teluh itu juga membuat istrinya menderita tumor yang hampir merenggut nyawanya,” tulis James L Peacock.
BACA JUGA: Irama Record, Babad Alas Industri Musik Indonesia
Menghadapi itu, menurut Peacock, Haji Rasul pun mempelajari ilmu magis.
Dan pada 1904 berangkat ke Mekkah menemui gurunya, Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi, imam besar Masjidil Haram.
Penawar Teluh
Sekadar catatan, Ahmad Khatib Al-Minangkabawi juga guru dari Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah) dan Hasyim Asy'ari (pendiri NU).
Rasul mengajak serta istrinya. Fatimah yang masih bayi tinggal di kampung dalam asuhan neneknya.
Ketika mengutarakan apa yang dialaminya kepada sang guru, Ahmad Khatib meyakinkan bahwa iman dan ibadah sudahlah cukup untuk melindungi diri dari ancaman teluh.
“Rasul diperingatkan untuk bangun pada tengah malam, melakukan sembahyang khusus, nawafil. Kata Khatib, dengan demikian tidak ada roh jahat yang dapat melawan kamu. Kalau pun kamu diserangnya, enyahkanlah dengan mengingat atau menyebut nama tuhan. Percayalah!” begitu dilansir Peacock.
Raihana akhirnya meninggal di Mekah saat melahirkan anak kedua. Dan si anak juga meninggal sehari setelah dilahirkan.
Pada 1906 Haji Rasul pulang kampung. Ia menikahi Safiyah, adik Raihana yang ketika itu berumur 15 tahun.
Urang awak mengistilahkan ini dari rambut turun ke bahu.
Dari istri kedua inilah Buya Hamka lahir petang Ahad malam Senen, 16 jalan 17 Februari 1908 di Tanah Sirah, Sungai Batang, Maninjau.
Saat melahirkan Malik—nama kecil Hamka--Safiyah umur 16 tahun. (wow/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Harta Karun Talaga Warna, Kota yang Hilang Di Tanah Sunda (2/habis)
Redaktur : Tim Redaksi