Irama Record, Babad Alas Industri Musik Indonesia

Minggu, 15 November 2015 – 07:27 WIB
Sampul album piringan hitam Irama Record. Foto: Public Domain.

jpnn.com - JIKA ada yang bilang sejarah industri musik Indonesia dipelopori Lokanta, itu tidak benar. Pada akhir 1920, sudah ada Thio Tek Hong di Batavia. 

Bila rujukannya sejak Indonesia merdeka, maka yang pertama adalah Irama Record, milik Suyoso Karsono. 

BACA JUGA: Harta Karun Talaga Warna, Kota yang Hilang Di Tanah Sunda (2/habis)

-------

Wenri Wanhar - Jawa Pos National Network

BACA JUGA: Harta Karun Talaga Warna, Kota yang Hilang Di Tanah Sunda (1)

-------

Suyoso Karsono, kakak kandung Nien Karsono, seorang biduanita kenamaan di zaman revolusi.

BACA JUGA: Titik Nol Republik Indonesia Itu Di Sini...

Nien Karsono istrinya Jack Lemmers, musisi yang oleh Bung Karno diganti namanya jadi Jack Lesmana (ayah Indra dan Mira Lesmana).

Babad Alas

Suyoso Karsono menyulap garasi rumahnya di Jl. Gereja Theresia, Menteng, Jakarta Pusat, menjadi studio musik. 

“Garasi itu berukuran dua kali tiga meter persegi,” tulis Deded Moerad dalam buku Jazz Indonesia.

Kala itu tahun bertarekh 1952. Mula-mula, Oom Yos bermusik bersama keluarga dan kawan-kawannya. 

Seiring berjalan waktu, studio yang berlokasi persis di belakang Sarinah itu, terus dilengkapi. Dan pada 1954, didirikanlah Irama Record di garasi itu. 

Oom Yos--demikian dia biasa disapa--berusia 33 tahun ketika mendirikan Irama Record. Dia lahir di Tanjungpandan, Bangka, 18 Juli 1921. 

Di awal kiprahnya, Irama Records memproduksi album Sarinande (1956) buah karya The Progressief, band jazz yang digawangi Nick Mamahit (piano), Dick Abel (gitar), Dick van der Capellen (drum) dan Max van Dalm (bass). 

Album piringan hitam yang mengalunkan musik intrumentalia itu cukup mendapat tempat di hati pendengar. 

Kemudian, Irama Records tak henti-henti menelorkan album. 

Mulai dari Bing Slamet, Bubi Chen, Oslan Husein, Koes Bersaudara, Titiek Puspa, Lilies Surjani, Elly Kasim, Trio Visca, Waldjinah, Yanti Bersaudara, Nenny Triana, Ida Royani hingga Saiful Bahri. 

Nama yang disebut terakhir mencuat lewat album Semalam di Malaya, album rekaman stereo pertama di Indonesia. 

Irama Records juga merekam lagu-lagunya Jack Lesmana, Orkes Bukit Siguntang, Orkes Teruna Ria dan Mus Mualim. 

Satu lagi yang tak kalah penting, industri rekaman pertama di Indonesia ini pulalah yang memproduksi Mari Bersuka Ria Dengan Irama Lenso, lagu karangan Bung Karno.   

Nah, bagaimana dengan Lokananta? Perusahaan rekaman milik negara ini baru didirikan pada 1956 di Solo. Artinya dua tahun setelah Irama Record. 

Lokananta bernaung di bawah Perum Percetakan Negara RI cabang Surakarta. 

Beriring-iringan dengan itu muncul pula Remaco, Dimita, Metropolitan Studio, Hins Collection, Nirwana, Top, Eterna, Contessa, Akurama dan seterusnya.

Gara-gara Gendjer-Gendjer

Irama Record tutup buku pada 1967. Bangkrut? 

Pada 1965 perusahaan ini baru saja memproduksi album Mari Bersuka Ria Dengan Irama Lenso.

Di dalamnya ada lagu Bersuka Ria karangan Bung Karno, dan ada pula lagu Gendjer-Gendjer karangan M. Arif yang dibawakan Bing Slamet.

Artinya, dua tahun sebelum gulung tikar, Irama Record masih berjaya. 

Slamet Menur, pencipta tarian Gendjer-Gendjer menceritakan, beberapa pekan sebelum peristiwa G30S 1965, dia bersama M. Arif (pengarang lagu Gendjer-Gendjer) dan beberapa seniman dari Banyuwangi rekaman di Irama Record, Jakarta. 

"Rekaman lagu-lagu karangan M. Arif. Dibuatkan album," katanya kepada JPNN.com, pertengahan 2015 lalu. 

Hanya saja, setelah hura-hara 1965 hingga Irama Record tutup cerita, album itu tak pernah ada. Entah menguap kemana…

Siapa sebenarnya Suyoso Karsono? (baca: Pilot Perang Dunia II Inilah yang Merekam Lagu Bung Karno(wow/jpnn)

 

 

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Satu Sekuel Palagan Surabaya: Gara-gara Tank Raksasa Ini, Arek Suroboyo...


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler