jpnn.com, JAKARTA - Dua calon wali kota Malang, Moch. Anton dan Ya'qud Ananda Gudban, dipastikan tidak bisa melanjutkan kegiatan kampanye mereka.
Pasalnya, pada Selasa (27/3) mereka resmi menjadi tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
BACA JUGA: Istana Pastikan Pemerintah Tak Akan Intervensi KPK
Keduanya diduga terlibat dalam kasus korupsi pembahasan APBD Perubahan (APBDP) Kota Malang 2015.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyatakan, dengan status tahanan KPK, praktis Anton dan Nanda tidak bisa mengikuti aktivitas pemenangan menjelang pemilihan Juni mendatang.
BACA JUGA: Ingat! Caleg Berstatus Tersangka Tak Bisa Diganti
Sebab, KPK tidak mungkin memberikan izin kepada mereka. Meski keduanya tetap menjadi calon wali kota.
"Sejauh ini, belum ada preseden sama sekali (tersangka yang ditahan) keluar tahanan untuk melakukan kampanye," kata Febri. "Kalau izin (kampanye) itu dimintakan, kami tidak mungkin memberikan," lanjutnya.
BACA JUGA: Masa Kampanye Pilkada Dimulai, KPU Bentuk Gugus Tugas
Aturan tegas itu tidak hanya diterapkan kepada Anton dan Nanda. Lima calon kepala daerah lain yang ditahan KPK mengalami nasib serupa.
Yakni, Marianus Sae (cagub NTT), Mustafa (cagub Lampung), Asrun (cagub Sulawesi Tenggara), Imas Aryumningsih (cabup Subang), dan Nyono Suharli Wihandoko (cabup Jombang).
Selain Anton dan Nanda, KPK kemarin menahan lima tersangka lain terkait kasus korupsi di Kota Malang.
Yaitu, Rahayu Sugiarti (wakil ketua DPRD Kota Malang) serta Heri Pudji Utami, Abd. Rachman, Sukarno, dan Hery Subianto (anggota DPRD Kota Malang).
Penahanan terhadap tujuh orang itu berlaku selama 20 hari ke depan. Mereka tersebar di sejumlah rumah tahanan.
Anton, misalnya, ditahan di Rutan Guntur Pomdam Jaya. Nanda bersama Pudji Utami di Rutan Kelas II-A Jakarta Timur Pondok Bambu.
Kemudian, Hery dan Sukarno di Rutan Polres Jakarta Timur serta Abdul Rachman di Rutan Polres Jakarta Selatan.
Sebelum ditetapkan sebagai tahanan KPK, tujuh di antara total 19 tersangka skandal uang suap "pokir" (pokok-pokok pikiran) itu diperiksa lebih dari enam jam.
Mulai pukul 17.16, satu per satu tersangka keluar dari ruang pemeriksaan dengan memakai rompi oranye tahanan KPK.
Tersangka pertama yang keluar dengan rompi oranye adalah Rahayu. Selang empat menit kemudian, Abdul Rachman menyusul. Berikutnya, pada pukul 17.27, Anton keluar dari ruang pemeriksaan untuk dibawa ke rutan.
Kepada awak media, cawalkot Malang nomor urut 2 itu hanya mengucapkan satu kalimat. "Sudah, kita ikut saja (proses hukum di KPK)," kata Anton, lalu masuk ke mobil tahanan.
Setelah tiga tersangka itu, pada pukul 17.56 atau menjelang magrib, Nanda dan Pudji Utami keluar dari ruang pemeriksaan. Dua perempuan berjilbab yang juga mengenakan rompi oranye tersebut memilih bungkam ketika ditanya wartawan.
Sempat terjadi insiden ketika Nanda dan Utami digiring masuk mobil tahanan. Seorang pria yang diduga pendukung Nanda menghalangi para awak media yang tengah mengambil momen penahanan.
Sukarno dan Hery menjadi yang terakhir dibawa ke rumah tahanan. Berbeda dengan lima tersangka lain, Hery menyampaikan sejumlah pesan kepada masyarakat Kota Malang. Dia meminta maaf atas dugaan perilaku koruptif yang dia lakukan selama ini.
"Saya minta maaf kepada masyarakat Kota Malang karena perbuatan saya yang terlalu jelek," katanya sambil tersenyum.
Febri menjelaskan, penahanan terhadap tujuh tersangka itu dilakukan atas dasar pertimbangan penyidik.
Selain alasan objektif, penyidik memiliki alasan subjektif sebelum memutuskan melakukan penahanan. "Tentu penyidik yang menilai itu," tegas mantan peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) itu.
Menurut Febri, penyidik menilai Anton dkk yang ditetapkan sebagai tersangka pada pekan lalu sudah memenuhi alasan objektif dan subjektif penahanan.
Sebab, berdasar alat bukti yang dimiliki KPK, mereka diduga melakukan tindak pidana suap pembahasan APBDP senilai Rp 700 juta.
"Dari rangkaian pemeriksaan dan penggeledahan yang kami lakukan di Malang, kami menemukan bukti yang sangat kuat," tandasnya.(tyo/c6/ang/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jumlah Honorer Membengkak, Ternyata Ini Pemicunya
Redaktur & Reporter : Natalia