Cannsatter Volkfest, Festival Musim Panen Jerman yang Terinspirasi Letusan Gunung Tambora

Harus Kenakan Dresscode, Tak Boleh Merokok di Tenda

Rabu, 13 Oktober 2010 – 07:07 WIB

Festival Cannstatter erat hubungannya dengan IndonesiaJika saja pada 1815 Gunung Tambora di Sumbawa tidak meletus, mungkin festival rakyat terbesar kedua di dunia setelah Oktoberfest ini tak pernah ada

BACA JUGA: Dokter Sandi Suwanda, Orang Indonesia yang Sukses Kembangkan Akupunktur di Swiss

Berikut laporan kontributor Jawa Pos MARIA W
PARAMITA dari Stuttgart, Jerman.

==================

BANYAK yang bilang Cannstatter Volkfest adalah tiruan Oktoberfest

BACA JUGA: Muhammad Ponari, Dukun Cilik dari Jombang, Kondisinya Kini

Padahal, sebenarnya bukan
Jika Oktoberfest ditujukan untuk memperingati pernikahan Raja Bavarian Ludwig I dan Ratu Theresia, Cannstatter adalah festival musim panen

BACA JUGA: Luis Suarez Asyik dengan BB, Jupe pun Dicuekin

Festival yang dihelat di tepi Sungai Neckar, di kawasan Bad Cannstat, Stuttgart, ini sudah berumur 192 tahun

Festival itu merupakan perwujudan rasa syukur rakyat Wurttemberg atas hasil panen merekaLetusan Gunung Tambora pada 1815 telah mengubah iklim duniaOrang-orang Eropa menyebutnya bencana klimatikLetusan gunung yang terletak di Sumbawa, NTB, itu memang mahadasyatSekitar 160 kilometer kubik batu terlontar dari perut gunung merapi tersebutAbunya mencapai ketinggian 70 kilometer dan menghitamkan langit"Letusannya sama dengan 170.000 bom Hiroshima," kata Sabine Hoffman, sejarawan dari Universitas Stuttgart

Letusan Tambora tercatat sebagai letusan terbesar sepanjang sejarahLetusannya terdengar hingga Sumatera dan berkekuatan ledak hingga 800 megaton atau setara empat kali lipat letusan Krakatau pada 1883.

Letusan gunung itu menyebabkan iklim dunia berubahJerman saat itu mengalami musim dingin terpanjang"Volcanic winter, salju turun hingga Mei," lanjutnya
Setelah itu, musim panas tak kunjung datangHal ini berlangsung dua tahun"Rakyat Jerman saat itu benar-benar dalam kondisi buruk, kelaparan di mana-mana karena pertanian tidak menghasilkan sama sekali," tambahnya

Pagebluk pangan itu berlangsung hingga tiga tahunPada 1818, kondisi iklim di Jerman mulai normal kembali dan lahan pertanian berangsur-angsur dapat ditanamiPada September 1818, masa panen pertama setelah tiga tahun paceklik pangan disambut suka cita warga Jerman

Mayor Wurtemberg saat itu, Raja Wilhem, dan Ratu Katarina merayakan masa panen sebagai ucapan rasa syukur atas terlewatinya masa krisis panganPerayaan panen raya itu kemudian dinamai Cannstatter Volkfest"Sejak itu Cannstatter Volkfest digelar setiap tahun hingga sekarang," terang Hoffman

Raja Wilhem memerintahkan arsiteknya, Nikolaus Thouret, membuat sebuah simbol bagi perayaan iniHasilnya, sebuah tugu yang dihiasi berbagai hasil panen berdiri di tengah lapanganFestival itu dari tahun ke tahun semakin berkembangAwalnya, hanya beberapa tenda bir berdiri di arena festivalSekarang tak kurang dari tujuh tenda raksasa mendominasi arena festival

Setiap tahun sekitar empat juta pengunjung datang ke Stuttgart untuk mengambil bagian dalam festival iniHari pertama festival dibuka dengan pawai rakyatMereka memamerkan hasil-hasil pertaniannyaMereka menghias traktor dan kereta kuda dengan berbagai macam sayuran dan buahMereka juga membagi-bagikan suvenir sesuai dengan hasil pertanian ataupun produk olahan pertanian mereka kepada pengunjung di sepanjang rute pawai

Mulai pasta yang terbuat dari kentang, buah-buahan, aneka macam makanan ringan, permen, bir, dan juga anggurPara pengunjung festival kompak mengenakan dresscode pakaian daerah masing-masingKaum laki-laki mengenakan celana kulit cokelat sepanjang lutut, kemeja kotak-kotak, dan bretelSementara para wanita memakai rok selutut berwarna-warni, dengan lapisan mirip celemek, dan kemeja putih

Pemandangan seperti itu umum dijumpai di arena festivalTua muda, semuanya kompak mengenakan "kostum" festivalUmumnya mereka datang dengan satu tujuan untuk minum bir dan makan"Bir adalah bagian dari tradisi kami," lanjutnya

Seperti tenda-tenda bir di Oktoberfest Munich, tenda bir di Cannstatter juga tak pernah sepi dari pengunjungWalau antrean tak sepadat Oktoberfest, jalur reservasi memang lebih aman jika ingin merasakan duduk di tenda CannstatterRata-rata reservasi yang dibuat bukan satu atau dua mejaReservasi untuk jumlah yang lebih besar

Ketika saya masuk ke tenda Stuttgarter Hofbrau, seluruh meja di bagian selatan sudah dipesan untuk rombongan 450 orangDi meja-meja itu tercantum kertas berisi nama pemesan, jumlah meja yang dipesan, serta waktu pemesanan

Di meja lain juga terpesan untuk 200 orang, 80 orang, dan jumlah besar lainnyaTak heran jika antaran tanpa reservasi bisa berlangsung hingga berjam-jamBahkan, sering antrean harus dihentikan gara-gara jam buka tenda sudah tidak lagi memungkinkan menerima pengunjung

Walaupun selalu padat pengunjung, tenda harus tutup pada pukul 23.00 di hari biasa dan pukul 23.30 di akhir pekanPeraturan yang diterapkan di Cannstatter Volkfest tak berbeda dengan peraturan di OktoberfestAnak-anak di bawah usia enam tahun harus meninggalkan tenda sebelum pukul 20.00

Begitu pula besaran denda 500 Euro (sekitar Rp 6 juta, dengan kurs 1 Euro = Rp 12 ribu, Red) bagi pengunjung yang berkelahi, aturannya juga sama dengan OktoberfestYang juga menarik, pengunjung dilarang keras merokok di dalam tendaSebab, dikhawatirkan asap rokok membuat sesak pengunjung yang memadati tendaSelain itu, api rokok bisa menjadi pemicu kebakaran.

Harga bir di festival ini juga hampir sama dengan harga bir di OktoberfestMisalnya, segelas bir berukuran satu liter dipatok 7,60 Euro hingga 8,80 Euro.  "Bagi rakyat Jerman, bir adalah minuman wajib yang harus mereka tenggak dalam setiap festivalKarena itu, dalam festival ini pun pesta minum bir jadi menu utama," jelas Hoffman(*/c2/ari)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Boleh Tenggak Bir sampai Mabuk, tapi Tak Boleh Berkelahi


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler