Cara Pandang Prabowo soal Perempuan Mirip Orde Baru

Senin, 02 Juni 2014 – 19:45 WIB

jpnn.com - JAKARTA -  Visi misi pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa terus mendapat sorotan. Aktivis perempuan, Ita Fatia Nadia, menilai,  visi misi pasangan yang diusung enam partai itu minim isu tentang pemberdayaan dan kesetaraan gender.

Aktivis yang pernah ikut terlibat membidani lahirnya Komisi Nasional (Komnas) Perempuan itu menilai, visi misi Prabowo-Hatta polanya mirip cara pandang rezim Orde Baru yang  memandang perempuan sebagai kelompok rentan yang harus dilindungi.

BACA JUGA: 2015, Seluruh PNS dan TNI/Polri Wajib Ikut BPJS Ketenagakerjaan

“Ada perbedaan sangat jauh sekali antara visi misi Jokowi dan visi misi Prabowo. Posisi perempuan yang termuat dalam visi misi Prabowo-Hatta, bukanlah menjadi poin penting. Visi misi Prabowo-Hatta nuansanya masih mengedepankan maskulinitas,” kata Ita di Jakarta, Senin (2/6).

Menurutnya, visi misi Prabowo-Hatta tak banyak menggambarkan kondisi Indonesia. Ita bahkan menilai, visi misi Prabowo-Hatta tak memuat sebuah analisa yang lengkap tentang wajah Indonesia ke depan. Termasuk dalam isu-isu perempuan.

BACA JUGA: Akil Beli Tanah Puluhan Juta Lalu Dijual Miliaran

“Tidak punya suatu analisis tentang kehidupan bangsa ini, tapi langsung menuju bagaimana membangun bangsa ini berdaulat dan maju. Misal, langsung pada sebuah kebijakan-kebijakan yang bisa tingkatkan keadilan,” katanya.

Lebih lanjut dikatakan, Visi misi Prabowo-Hatta soal perempuan jelas akan merugikan kaum perempuan ke depan. Pasalnya, mereka memandang perempuan sama dengan anak-anak, difabel yang dikategorikan sebagai kelompok rentan yang harus dilindungi. Padahal, perempuan itu harus dipandang sama dengan laki-laki, memiliki kemandirian dan integrity sebagai manusia.

BACA JUGA: Kader Partai Kabah Ogah Dipimpin Tersangka Rasuah

Cara pandang yang menempatkan perempuan sebagai kelompok rentan ini, sambungnya, akan terus berpotensi menjadikan perempuan sebagai kelompok yang rentan terhadap perilaku kekerasan. Perempuan akan cenderung dinilai sebagai pelengkap penderita semata. Dan, cara pandang seperti ini tak ubahnya seperti pola Orde Baru.

“Ini akan sangat merugikan perempuan. Itu berbahya bagi perempuan karena dia akan cenderung dijadikan sebagai obyek, tidak menjadi manusia yang seutuhnya yang berdaya, mudah menjadi obyek kekerasan,” tegas Ita.

Menurut Ita, pemberdayaan perempuan tak hanya sekedar membentuk organisasi-organisasi perempuan di partai atau pemerintahan.

"Namun, jauh dari itu, perempuan harus diberikan ruang gerak yang setara di setiap lini pemerintahan dan pembangunan ke depan," bebernya.

Berbeda dengan visi misi Jokowi-JK tentang isu perempuan, menurut Ita, memposisikan perempuan sebagai subyek yang harus berdaulat secara politik, bermartabat, merdeka, dan setara dengan kaum laki-laki.

“Selama ini tidak pernah ada. Dan yang menarik, Jokowi-JK juga dalam visi misinya berupaya menghapus seluruh kebijakan undang-udang yang berpotensi mendiskreditkan perempuan dalam program reformasi hukumnya,”  pungkasnya. (sam/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... SBY: Ubahlah Sejarah


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler