Cara Rocker Erix Soekamti "Bersedekah" Dirikan DOES University

Senin, 09 November 2015 – 19:55 WIB
Erix Soekamti. FOTO: Erix for Jawa Pos

jpnn.com - Pembetot bas sekaligus vokalis Endang Soekamti, Erix Soekamti merintis sekolah bakat yang digratiskan bagi siapa saja. Tapi, peminat bakal diseleksi ketat dan harus siap mengikuti karantina enam bulan. 

NURIS ANDI PRASTIYO, Jogjakarta 

BACA JUGA: Asoy...Cantiknya Sunset di Tebing Lombok Utara

---

SEMBARI tersenyum, Erix Soekamti menunjuk kamera di atas kursi. "Jangan lupa, kamu akan masuk DOES edisi dua hari ke depan," katanya kepada Jawa Pos.

BACA JUGA: Kisah Para Pemain Timnas Pelajar U-13 yang Telantar di Filipina

DOES kependekan dari Diary of Erix Soekamti. Keseharian vokalis sekaligus basis band Endank Soekamti itu memang selalu didokumentasikan lewat video. Lantas, diunggahnya ke YouTube, dalam kanal pribadinya. 

Hingga saat ditemui Jawa Pos di base camp Endank Soekamti di Baciro Baru, Gondokusuman, Jogjakarta, lalu (26/10), sudah ada 77 episode DOES yang diunggah.

BACA JUGA: Moncong Senjata Sudah Mengarah, Batal Ditembak karena Bisa Berbahasa Belanda

Nah, sekitar akhir September lalu ada tambahan kata "university" di belakang kepanjangan DOES. Itu merujuk proyek yang kini tengah dikerjakan ayah dua anak tersebut. 

Yakni, mengadakan sekolah bakat yang digratiskan. Pria dengan tato di tangan dan sejumlah bagian lain badan itu menyebut proyeknya tersebut sebagai "ladang sedekah".

Erix dan Endank Soekamti sebenarnya sudah menemukan "jalan enak" di jalur musik yang bebas disebut apa saja, entah itu punk, pop punk, atau apalah. 

Nama band dengan lirik-lirik apa adanya yang banyak diwarnai guyonan khas Jogja tersebut sudah kuat di jalur indie.

Mereka telah pula menelurkan lima album sejak berdiri pada 1 Januari 2001. Jadwal manggung juga lumayan padat, rata-rata sepuluh kali dalam sebulan. 

Tak heran kalau dalam situs resminya, meski mungkin dimaksudkan guyon, band yang beranggota Erix, Ari (drum), dan Dori (gitar) itu menyebut diri sebagai "aset Jogjakarta". Sama dengan bakpia dan gudeg. 

Kalau sudah begitu, lalu kenapa mesti bersusah payah merintis sekolah gratis yang membutuhkan dana, tenaga, dan waktu untuk mengelolanya? "Niat saya dan teman-teman hanya ingin tulus membantu teman-teman lain yang punya potensi dan ingin mengembangkan kemampuan," katanya.

Untuk pilot project DOES University, dipilihlah animasi. Pria yang terlahir dengan nama Erick Kristianto itu beralasan, di era sekarang tenaga animator sangat dibutuhkan untuk bisa mewujudkan karya kreatif. 

Sampai dengan akhir Oktober lalu, sekitar 50 anak muda sudah mengajukan lamaran. Tapi, Erix dan tim nanti hanya meloloskan sepuluh orang. 

Dengan syarat, siswa DOES University harus siap berada dalam karantina sekitar enam bulan. "Ini supaya mereka bisa fokus terhadap tujuan mereka. Kalau ingin jadi animator, film editor, atau cameraman, ya harus fokus akan tujuan mereka," lanjut pria kelahiran Surabaya tersebut.

Rencananya paling lambat akhir November ini sekolah bakat ala ayah dua anak itu mulai berjalan. Yang terpilih harus menjalani pendidikan enam bulan yang 90 persennya berupa praktik itu. 

"Sistemnya nanti seperti di pondok (pesantren, Red), bangun, belajar, lalu tidur. Mereka belajar tiap hari di bawah bimbingan dua-tiga instruktur, termasuk saya," katanya. 

Dalam mempersiapkan DOES University, Erix mendapatkan dukungan penuh dari dua rekannya di Endank Soekamti. Dua sahabatnya, Bagus Krisnawan dan Iwan Pribadi, menjadi project officer sekolah yang diharapkan bisa menelurkan lulusan yang siap membangun industri kreatif di Indonesia.

Namun, tidak berarti semuanya mulus. Ada tantangan besar bernama dana dan tempat untuk siswa DOES University dalam belajar. "Tapi, kami yakin untuk dana kelak banyak teman yang bantu," kata Bagus. 

Yang melegakan, sudah ada rekan yang menghibahkan satu ruangan untuk dijadikan kelas angkatan pertama khusus animasi. Yang pasti, apa pun kondisinya, Bagus menyatakan bahwa DOES University harus tetap berjalan sesuai dengan rencana awal. Sebab, pilot project di bidang animasi itu menentukan kelas yang dibuka selanjutnya.

Setelah menyelesaikan masa belajar, para "mahasiswa" DOES University dilepas ke industri kreatif. Karena itu, Erix menyatakan bahwa siswa yang telah lulus diharapkan sudah punya karya untuk ditawarkan ke pihak lain.

Mereka sama sekali tidak akan terikat kerja dengan DOES University atau Endank Soekamti. Hanya, Erix meminta lulusan angkatan pertama untuk mengajar. 

Asumsinya, satu lulusan akan mengajar sepuluh adik tingkat mereka. "Bisa dibayangkan, dalam satu tahun, akan ada sekitar seratus animator baru yang membantu industri kreatif di Indonesia," ungkapnya. 

Sebenarnya DOES University akan mengakomodasi potensi berbagai bidang. Selain animasi, kelak juga dibuka kelas kamera, editor film, scriptwriter, dan musik. 

Apa pun yang jadi pilihan untuk diajarkan, Erix bersama rekan-rekannya tidak mau ambil pusing dengan segala regulasi birokrasi tentang pembukaan sekolah. Bagi dia, yang terpenting, begitu selesai masa belajar, lulusan DOES University bisa berkontribusi langsung kepada masyarakat. 

"Persoalan nanti harus mengurus izin atau bagaimana, kami juga siap menjalankan itu," katanya. 

Sebagai bentuk tanggung jawab, Erix akan mendokumentasikan setiap kegiatan DOES University, kemudian mengunggahnya di YouTube. "Biar semua juga tahu, kami gak main-main dalam menjalankan sekolah ini," ujarnya. 

Yeaah, jangan salah, rocker juga (bisa jadi) pendidik lho! (*/c10/ttg)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kisah Si Cantik yang Memilih Pensiun Dini Sebagai Pembalap Formula 1


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler