Cegah Korupsi, Biaya Kampanye Pilkada Dibatasi

Sabtu, 24 April 2010 – 13:02 WIB
 JAKARTA - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) meminta agar politik uang dan biaya tinggi dihilangkan dalam pemilihan kepala daerahTingginya biaya dalam pilkada dinilai memicu korupsi ketika calon telah terpilih

BACA JUGA: AM Berpeluang Jegal SBY

Mendagri Gamawan Fauzi mengingatkan pesan presiden tersebut di Istana Wapres, Jakarta, kemarin (23/4)
Gamawan mengatakan, pemborosan dana dalam pilkada bisa mencapai Rp 50 miliar

BACA JUGA: Pernah Zina, Selingkuh, Mabuk, Bakal Terjegal

Jika dibagi lima tahun, jumlahnya sekitar Rp 10 miliar atau Rp 850 juta per bulan

 
Padahal, gaji kepala daerah hanya sekitar Rp 8,5 juta per bulan

BACA JUGA: Denny JA Bantah Takut Kehilangan Klien Tajir

"Karena itu, terjadi yang seperti sekarang," kata Gamawan, sambil mencontohkan sejumlah kepala daerah yang terganjal kasus korupsiGamawan mengatakan, saat ini presiden menyiapkan keppres untuk merancang biaya bagi calon kepala daerah agar bisa ditekanPembekalan bagi calon juga akan diberikan oleh pusatPartai diminta untuk mengarahkan calon agar tidak menggunakan anggaran terlalu besar saat kampanye.
 
:TERKAIT Mantan gubernur Sumbar itu mengatakan, pelanggaran berupa politik uang banyak terjadi dalam pilkadaNamun, hal tersebut tidak mudah dibuktikanSebab, dana yang dikeluarkan langsung oleh calon biasanya tidak besarNamun, ada kontrak politik antarcalon dengan jumlah dana tertentu yang tidak bisa diketahui secara transparan oleh publikGamawan mengatakan, idealnya, partai yang mengusung calon lebih banyak turut dalam pendanaan kampanye.
 
Mendagri mengatakan, kadangkala praktik politik uang juga terjadi karena ketidaktahuan calon kepala daerah mengenai implikasi pidananyaUntuk itu, mulai tahun depan, Kemendagri akan memberikan orientasi kepada kepala daerah terpilih serta pembekalan kepada para calon.
 
Wakil Ketua Komisi II DPR Ganjar Pranowo mendukung gagasan tersebutMalah wacana itu sudah berkembang secara informal di komisinya"Ini lebih strategis daripada mewacanakan syarat berpengalaman dan kesusilaan yang mengada-ada itu," kata GanjarMenurut dia, bila dana kampanye setiap calon dibatasi, itu bisa memberi kesempatan yang sama bagi siapa pun untuk berkompetisi.
 
Anggota FPDIP itu menambahkan, saat ini, pembatasan dana kampanye memang diatur dalam UU Nomor 32 Tahun 2004Dia berpendapat, pengaturannya lebih baik dilakukan melalui undang-undang, bukan keppres"Keppres itu tidak masuk dalam tata perundang-undanganKalau mau menyelesaikan secara komprehensif, sekalian lewat undang-undang," ujarnya.
 
Ganjar mengingatkan bahwa Mendagri kini tengah menggodok perubahan UU Pemerintahan Daerah Nomor 32 Tahun 2004"Pengaturan dana kampanye bisa sekalian diatur," saran legislator PDIP ituDia berharap ke depan pembatasan tersebut juga diberlakukan bagi semua jabatan publik yang direkrut melalui pemilihan umumDi antaranya, capres dalam pilpres dan para caleg dalam pemilu legislatif.
 
"Kalau tidak dibatasi, akan terjadi banyak rekayasaHanya yang punya uang yang menangDan, ketika menang, mereka berpotensi melakukan tindakan yang kurang benar," ujarnya.
 
Koordinator Komite Pemilih Indonesia Jeirry Sumampow menyatakan, menekan anggaran kampanye pilkada tidak hanya berdampak pada efisiensiCalon pemimpin kepala daerah dengan bujet kecil juga bisa mendapat kesempatan maju mencalonkan diri"Di daerah kan banyak orang potensial, tapi tidak mau maju karena finansial yang pas-pasanAturan ini menciptakan iklim yang lebih fair," kata Jeirry.
 
Dengan mengukur pengeluaran, mengawasinya lebih mudahJeirry menyatakan, pengawas dan auditor bisa langsung menghitung pengeluaran dana kampanye melalui atribut pasangan calon"Mengaudit penerimaan lebih sulit karena mudah dimanipulasi," jelasnya
 
Dia menambahkan, cara menghitung standar dana kampanye harus disesuaikan dengan kondisi daerahSalah satu caranya menetapkan standar dana kampanye berdasar jumlah penduduk ataupun pemilih atau berdasar luas wilayah(sof/pri/bay/c6/tof)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Khawatir Kandidat Pakai Ijazah Palsu


Redaktur : Auri Jaya

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler