Cegah Krisis Keuangan Perbankan, LPS Usulkan Premi PRP 0,05 Persen

Rabu, 12 Juli 2017 – 13:34 WIB
LPS. Foto: Radar Semarang/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mengusulkan premi Program Restrukturisasi Perbankan (PRP) 0,05 persen dari total simpanan bank.

Dengan asumsi total dana pihak ketiga (DPK) perbankan di Indonesia Rp 5 ribu triliun, industri perbankan setidaknya menyetor Rp 2,5 triliun per tahun.

BACA JUGA: Tahun Ini, 25 Ribu ATM Bank BUMN Terintegrasi

LPS mengklaim usulan premi itu relatif kecil.

Premi PRP merupakan amanat Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (PPKSK).

BACA JUGA: Bank Masih Waspadai Industri Pengolahan dan Perdagangan

Berbeda dengan premi penjaminan simpanan, premi PRP akan dipakai untuk membiayai program restrukturisasi perbankan kalau terjadi krisis keuangan.

Dalam beleid yang sama, LPS mendapat mandat mengumpulkan premi.

BACA JUGA: 2 Kabupaten Ogah Tanda Tangan, Merger BPR NTB Terganjal

”Secara undang-undang, kami tidak boleh menggunakan premi penjaminan membiayai operasional PRP,” tutur Ketua Dewan Komisioner LPS, Halim Alamsyah.

Halim mengatakan, sebagian industri masih keberatan atas pungutan premi tambahan.

Sebab, saat ini industri juga telah menanggung aneka biaya. Meski begitu, premi PRP akan membantu pemilik dan pengurus bank kalau terjadi krisis keuangan macam edisi 1997/1998.

Saat itu, biaya pemulihan atau resolusi krisis mencapai 60 persen dari pendapatan domestik bruto (PDB).

Selain menjadi sumber pendanaan saat krisis, premi PRP juga memaksa manajemen perbankan menjadi lebih hati-hati (prudent).

Nah, kalau industri menyetor Rp 2,5 triliun per tahun, Indonesia membutuhkan waktu sekitar 100 tahun untuk mencapai target dana bantalan krisis dua persen dari PDB atau setara Rp 240 triliun.

Hingga saat ini, besaran premi PRP masih dibahas LPS bersama pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Bank Indonesia (BI), dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Nantinya, besaran premi PRP akan ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah.

”Kami tidak bisa memutuskan premi PRP sendirian,” imbuh anggota Dewan Komisioner LPS Destry Damayanti.

Kalaupun nanti besaran premi PRP telah ditetapkan, LPS akan memberi waktu tenggang pembayaran (grace period) dengan melihat kesiapan industri.

Sebelumnya, BI meminta besaran premi tambahan untuk PRP tidak memberatkan industri.

Pasalnya, industri perbankan tengah dalam proses pemulihan kinerja setelah menghadapi pelambatan ekonomi sejak tahun lalu.

Berdasar data terakhir BI, total DPK perbankan hingga Mei 2017 tercatat Rp 4.876 triliun.

Jumlah itu meningkat 10,9 persen dibanding periode sama tahun lalu. (far)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Transaksi Nontunai saat Ramadan Anjlok 56 Persen


Redaktur & Reporter : Ragil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler