jpnn.com - AKSI massa untuk menuntut keseriusaan aparat dalam dugaan kasus penistaan agama yang menyeret Gubernur DKI Jakarta (nonaktif) Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok pada 4 November lalu, dinilai banyak kalangan berjalan kondusif.
Meski sayang, di akhir aksi sempat dinodai oleh tindakan massa yang menolak membubarkan diri hingga lewat batas waktu unjuk rasa, seperti yang diatur undang-undang yaitu pukul 18.00 WIB.
BACA JUGA: Gelar Munas, LDII Kurangi Penggunaan Kertas
Akibatnya, aksi damai diakhiri kericuhan. Korban jatuh tidak saja dari massa pengunjuk rasa, namun juga dari kalangan jurnalis dan polisi.
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia menyebut ada berbagai peristiwa kekerasan verbal maupun nonverbal di berbagai daerah dalam rangkaian demo 4 November 2016.
BACA JUGA: Pengusaha Maluku Diperiksa KPK untuk Kasus Amran Mustari
Di Jakarta, setidaknya ada tiga jurnalis televisi menjadi korban kekerasan. Rombongan kru dari sebuah stasiun televisi juga diusir dari Masjid Istiqlal karena dianggap membela kelompok tertentu.
Ketika terjadi bentrokan antara aparat keamanan dan pengunjuk rasa, lemparan batu juga mengarah pada kelompok jurnalis yang meliput peristiwa itu.
BACA JUGA: Ini Komentar Mas Ibas Terkait Aksi 4/11
“Semua pihak harus memahami kerja jurnalis sebagai mata dan telinga publik. Jurnalis bekerja dilindungi undang-undang. Oleh karena itu, setop menjadikan jurnalis sebagai sasaran kemarahan,” ujar Ketua Umum AJI Indonesia Suwarjono, Selasa (8/11).
Sementara itu, AJI Jakarta mengecam sejumlah pengunjuk rasa yang mengintimidasi, memukul, menghapus gambar, dan merampas memori card jurnalis salah seorang kamerawan Kompas TV, Muhammad Guntur.
“Kekerasan dan intimidasi tersebut tidak bisa dibenarkan. Kami mendesak polisi untuk mengusut pelakunya sampai diajukan ke pengadilan," kata Ketua AJI Jakarta, Ahmad Nurhasim dalam keterangan tertulisnya di Jakarta.
Saat ini, Guntur telah melaporkan tindakan para pengunjuk rasa tersebut ke Kepolisian Resor Jakarta Pusat. Tindakan para pengunjuk rasa itu bukan hanya merupakan tindakan pidana sebagaimana diatur dalam KUHP, tapi juga melanggar Undang-Undang Pers.
Selain dari jurnalis, puluhan personel kepolisian mengalami luka-luka akibat terlibat bentrokan dengan pelaku kerusuhan. Selain dilempari batu, beberapa diantaranya bahkan terluka cukup parah karena tertusuk bambu yang dilakukan pendemo.
Total ada 79 polisi yang cedera. Sebelas orang diopname. Oknum massa juga membakar sedikitnya tiga mobil polisi, termasuk truk pengangkut pasukan.
Di media sosial, sejumlah keluh kesah dan perjuangan yang dialami oleh mereka yang bertugas saat demo terjadi menarik perhatian netizen. Di bawah ini, ungkapan personel kepolisian yang dikutip dari tribratanews. (adk/jpnn)
Inilah kami anggota POLRI…dalam keterbatasan dan kekurangan kami…
Kami tinggalkan istri dan anak-anak kami… mengemban tugas sebagai Abdi Negara…tak surut langkah kami…
Walau kami tak pernah tahu, siapa lawan kami…
Tak gentar jiwa kami walau hujan batu melukai kami..
Kami hanya tahu melindungi, menjaga, mengamankan…
Kami tak pernah hitung, berapa jam kami bisa tidur, yang penting masyarakat bisa tidur tenang dan bermimpi indah.
Yang kami tahu….
Inilah kami, anggota POLRI…
Tekad kami pengabdian terbaik…
Kami tegar karena doa-doa istri dan anak-anak kami…kami bisa tersenyum walau NYAWA taruhan kami…
Tapi tahukah kalian….
Kami juga manusia biasa….
banyak salah dalam tindakan…
Tapi tolong jangan hina dan caci seragam kami…..apalagi keluarga kami…
Kami manusia biasa juga bisa teriaaak… maraaaah dan emosi…
Keberhasilan kami, tdk untuk dipuji, jika kami salah sedikit, dicaci maki…
Jika kami luka cacat dan mati, HAM tidak melekat pada kami…
Kami hanya punya kaki dan tangan yg dapat kami infaq-kan untukmu Ibu Pertiwi….
Inilah kami dalam keterbatasan dan kekurangan kami…
Kami Tetap Mengabdi….
Bagimu Negeri Jiwa Raga Kami….
BRAVO POLRI
BACA ARTIKEL LAINNYA... Saat Jokowi Bahas Informasi Intelijen, Semua Kamera dan Recorder Dimatikan
Redaktur : Tim Redaksi