Cobaan Apa Lagi Ini, Giliran SMP Swasta Sulit Mendapatkan Siswa Saat PPDB

Kamis, 04 Juli 2019 – 17:51 WIB
Siswa SMP. Ilustrasi Foto: dok.JPNN.com

jpnn.com, SURABAYA - Jumlah SMP negeri yang terus bertambah dan penambahan pagu untuk SMPN saat penerimaan peserta didik baru ( PPDB ) beberapa waktu lalu sangat berdampak pada SMP swasta yang terletak di pinggiran. Mereka sulit mendapatkan siswa.

Sebut saja SMP Garuda di Jalan Kuwukan, Lontar, Sambikerep. Sekolah itu harus menerima kenyataan pedih.

BACA JUGA: Ada Indikasi Jual Beli Surat Domisili untuk Urusan PPDB, Orang Tua Siswa Protes

Hingga kemarin, hanya ada tiga calon siswa yang berniat melanjutkan pendidikan SMP di sana.

BACA JUGA : Sudah Lelah Perjuangkan Anak Ikut PPDB Sistem Zonasi, Akhirnya Daftar ke Sekolah Swasta

BACA JUGA: PPDB Telah Selesai, Masih Ada Sekolah yang Kurang Siswa

 

Menurut Ahmad Qusaeri, kepala SMP Garuda, penambahan rombel dan pagu yang diberlakukan pada proses PPDB SMPN membuat puluhan calon siswa memilih mundur dan mencabut berkas pendaftaran.

BACA JUGA: Plt Bupati Minta PPDB Sistem Zonasi Tidak Diterapkan Tahun Depan

Mereka memilih untuk mengisi pagu tambahan ketimbang bersekolah di swasta.

"Sebelum ada ketetapan tambah pagu, ada kurang lebih 19 siswa yang mau masuk ke sini. Mereka mundur karena mau mencoba ke negeri. Sepuluh orang dari mereka saya teleponi satu-satu dan jawabannya sama. Mereka memilih masuk negeri karena ada rombel tambahan," terang lelaki yang akrab disapa Qusaeri itu.

BACA JUGA : Pendaftaran PPDB SMAN Diperpanjang, Sekolah Swasta Mengeluh

Sampai saat ini, hanya ada tiga calon siswa yang mendaftar di sekolah itu. Dari jumlah tersebut, baru satu orang yang secara resmi mengembalikan berkas atau formulir pendaftaran.

"Mereka itu dari jalur mitra warga. Jadi, masuknya pun nggak ada dan memang nggak boleh ada tarikan sama sekali. Bahkan, formulirnya saya gratiskan," imbuh lelaki 39 tahun itu.

Qusaeri menuturkan, pihaknya mendapatkan 22 orang siswa jalur mitra warga dari dinas pendidikan.

Namun, hanya dua hingga tiga orang yang kemudian tertarik untuk mengisi formulir ataupun sekadar bertanya-tanya.

Padahal, tahun ini pihaknya hanya menargetkan 64 siswa untuk mengisi dua rombel. Namun, target itu sepertinya masih jauh api dari panggang.

Dia juga mengutarakan bahwa tahun ini jumlah siswa terendah yang dialami sekolahnya.

Hal serupa dialami SMP Islam Shafta. Target 100 siswa untuk tiga rombel masih sulit dicapai. Hingga sekarang, target tersebut belum menyentuh 50 persen.

"Tahun lalu ada 13 siswa mitra yang diberikan kepada kami. Dari jumlah itu, ada satu siswa yang masuk. Tahun ini ada 27 siswa mitra. Dan dari semua itu, tidak ada satu pun yang datang ke sini, bahkan setelah kami hubungi lewat telepon," terang Agus Priyanto, Wakasek SMP Islam Shafta.

Agus menuturkan, penyusutan siswa itu terjadi sejak 2013. Di sekolah yang awalnya bisa membuka hingga 14 rombel tersebut, saban tahun jumlah siswanya berangsur-angsur turun. Tahun ini hanya bisa pasrah dengan menargetkan tiga rombel.

"Benar-benar dipecundangi sama dinas. Permendikbud yang mengatur satu rombel maksimal 32 siswa dilanggar jadi 38 siswa. Habis sudah sekolah swasta. Apalagi yang namanya tidak besar. Bagaimana nasib guru-guru swasta?" keluhnya. (his/hay/c6/tia/jpnn)

Simak juga video paling banyak dicari hari ini:

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ombudsman Dorong Sistem Zonasi PPDB Berlaku 100 Persen


Redaktur & Reporter : Natalia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler