jpnn.com, RIAU - Masalah pungutan di sekolah khususnya SMA/SMK pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPBD) 2017 makin banyak dikeluhkan wali murid.
Padahal, setiap sekolah sudah di-back up anggaran supaya bisa menyelenggarakan sekolah gratis.
BACA JUGA: Jelang Pilgub Lampung 2018, KPU Minta Petugas PPDP Ditambah Lagi
Anggaran dimaksud seperti dana PSG (Program Sekolah Gratis) dan BOS (Bantuan Operasional Sekolah). Penyaluran per siswa.
Tapi masalahnya, pungutan tetap terjadi. Penentuan besaran "sumbangan" biasanya dilakukan dalam rapat kesepakatan sekolah dan orang tua.
BACA JUGA: Ambil Surat Keterangan Hasil Ujian, Disuruh Bayar Rp 750 Ribu
Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Provinsi Sumsel, Drs Widodo MPd, mengklaim PSG sudah berjalan sebagaimana mestinya.
“Tidak ada pungutan apapun di SMA/SMK karena sudah dibiayai dana PSG dan BOS,” ujarnya kepada Sumatera Ekspres (Jawa Pos Group), kemarin.
BACA JUGA: Duh, Ada Pungutan untuk UNBK
Hanya saja, pada sekolah tertentu terutama rujukan atau unggulan terpaksa harus menggali dana dari orang tua siswa lewat iuran komite. Apalagi itu juga diatur Permendikbud No 75/2016.
“Kurang jika hanya andalkan dana PSG atau BOS. 'Kan mau ciptakan pendidikan bermutu dengan output berkompeten,” ungkapnya.
Dikatakan, peruntukan dana PSG dan BOS tak jauh berbeda, sifatnya saling menutupi. Seperti untuk pengadaan ATK (alat tulis kantor), sarana prasarana sekolah, pembelian buku pelajaran, perawatan fasilitas sekolah, dan lainnya. Khusus gaji guru honor sekolah pakai dana PSG.
“Pada sekolah tertentu, iuran komite itu diadakan karena dalam upaya percepatan dan peningkatan kualitas sekolah. Dana PSG dan BOS tidak bisa cover seluruhnya,” sebut Widodo.
Peruntukan iuran komite ini, katanya, juga hampir sama. Tetapi bagi siswa miskin, sekolah itu tetap wajib menyediakan kuota 20 persen.
Menggratiskan semua biaya sekolah. Jika ada pungutan dipaksakan bagi siswa miskin, kepala sekolahnya akan disanksi sampai pencopotan.
Pada prakteknya, setiap SMA mendapat bantuan dana PSG Rp700 ribu per siswa per tahun dan SMK Rp1 juta-Rp1,5 juta per siswa per tahun. Untuk dana BOS SMA/SMK Rp1,4 juta per siswa per tahun.
“Tahun ini kami anggarkan dana PSG SMA/SMK Rp310 miliar, rinciannya sekolah negeri Rp185 miliar dan swasta Rp125 miliar,” ujarnya.
Di triwulan 1 2017, dana PSG itu sudah dicairkan. Total Rp45,249 miliar untuk 168.920 siswa. Khusus SMA/SMK swasta belum cair. Total Rp29,047 miliar untuk 131.847 siswa. Tapi pihaknya berjanji semuanya akan segera diurus.
“Khusus PSG SD/SMP tak lagi dianggarkan Provinsi mengacu UU No 23/2014. Tapi dikembalikan ke kabupaten/kota. Berdasarkan Perda No 3/2009, dana PSG SD-SMP juga tetap wajib dianggarkan kabupaten/kota,” bebernya.
Lewat kebijakan ini, Gubernur Sumsel ingin membuat warganya tetap sekolah. Sekarang, sekitar sepertiga anak-anak masih tidak sekolah. Penyebabnya karena biaya.
“APK SD sederajat tertinggi 116,79 persen, SMP sederajat 98,48 persen, dan SMA/SMK sederajat 84,19 persen. 2018 ditarget APK SMA/SMK 100 persen,” cetusnya.
Sementara, dana BOS SMA/SMK dicairkan 3 tahap. Pertama 20 persen, kedua 30 persen, dan ketiga 40 persen. “Dana untuk membayar tagihan listrik, air, telpon dan keperluan sekolah lainnya sudah cair triwulan 1,” tandasnya.
Sebenarnya, sebut Widodo, selain kuota siswa miskin 20 persen, juga ada Kartu Indonesia Pintar (KIP). “Itu semacam kartu bagi pelajar tidak mampu dan dicover Dinas Sosial (Dinsos),” sebutnya.
Setiap siswa mendapat bantuan Rp500 ribu untuk kelas X dan Rp1 juta untuk siswa kelas XI-XII. Pencairan langsung ke rekening siswa masing-masing.
KIP sendiri tak bisa diwariskan kepada keluarganya. Sebab, penggunaan kartu ini harus yang bersangkutan. Masuk dalam Dapodik Disdik. Bagi siswa miskin tidak tercover KIP, bisa melapor ke sekolah.
Nanti, akan diteruskan ke Dinsos. Total penerima KIP 2017 di Sumsel mencapai 32.453 siswa SMA. Lalu, 18.977 siswa SMK. Total 51.430 siswa.
(Plt) Kepala Dinsos Provinsi Sumsel, Belman Karmuda menjelaskan KIP dikeluarkan langsung oleh Dinas Pendidikan. “Hanya memang kami ikut mendata warga miskin yang mendapat bantuan."
Terpisah, beberapa sekolah mengklaim meski menarik iuran komite atas kesepakatan bersama, khusus siswa tidak mampu dibebaskan dari pungutan ini. Menurut Kepala SMA 5 Palembang, Suimin Eksan, semua siswa mendapat dana BOS dan PSG.
Hanya saja sekolah unggulan seperti SMAN 5, dana tersebut tidak cukup. Makanya diberlakukan iuran komite. “Untuk peningkatan sekolah,” tuturnya.
Tetapi bagi siswa yatim atau kurang mampu justru mendapat bantuan dari dana komite. “Di awal masuk ada rapat wali siswa mengenai komite. Kita wawancarai juga mereka. Nah siswa yang tidak mampu itu mendapat potongan 25-50 persen, juga ada yang 100 persen alias benar-benar gratis.
"Total sekitar 160 siswa miskin mendapat bantuan dari komite,” tukasnya. Namun memang, terangnya, ada persyaratan yang harus dipenuhi seperti keterangan miskin dari RT atau Lurah setempat.
SMAN 1 Palembang juga mengklaim demikian. “Siswa miskin tidak kena pungutan apapun. Untuk iuran komite sifatnya sukarela, jadi berapapun bantuan dan sumbangan wali siswa kita terima,” terang Kepala SMAN 1 Palembang, Nasrun Bani, kemarin (11/7).
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pemko Kucurkan Miliaran Rupiah ke Sekolah Swasta
Redaktur & Reporter : Budi