Danareksa Pimpin Holding Keuangan

Salah Satu Opsi Kementerian BUMN

Senin, 23 Maret 2009 – 09:33 WIB
JAKARTA- Pemerintah terus mematangkan rencana untuk merespon kebijakan Bank Indonesia tentang aturan single presence policy (SPP), atau kebijakan kepemilikan tunggal dalam industri perbankan nasional yang akan diberlakukan pada 2010 nanti.
     
Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Sofyan Djalil mengatakan, pihaknya sudah melakukan berbagai studi mengenai opsi skema SPP untuk bank BUMNSalah satu opsi yang mencuat adalah menjadikan Danareksa sebagai investment holding

BACA JUGA: Kisruh Eurocapital Tak Kunjung Usai

"Salah satu opsinya memang itu, tapi kami akan lihat berbagai kemungkinan, serta plus minusnya," ujarnya di Kantor Kementerian BUMN akhir pekan lalu.
     
Sayangnya, Sofyan enggan menyebut beberapa opsi lainnya
Menurut dia, usai studi awal, kementerian BUMN kini tengah merumuskan berbagai opsi yang memungkinkan untuk skema SPP bagi lima bank pelat merah

BACA JUGA: Telkom Menangkan Tender Pemilu

"Karena ketentuan bank sentral, maka SPP ini harus diikuti," katanya.
     
Aturan SPP disusun oleh BI dalam rangka mendorong percepatam konsolidasi perbankan nasional sesuai Arsitektur Perbankan Indonesia (API)
Kebijakan serupa telah diterapkan dibeberapa negara Asia, seperti Thailand, Malaysia dan India.
     
Dengan diberlakukannya SPP ini, nantinya di Indonesia pemegang saham mayoritas atau pemegang saham pengendali hanya diijinkan memiliki satu bank saja

BACA JUGA: SG Gandeng SCC Gunakan Energi Alternatif

Tiga opsi yang munkin ditempuh bagi pemilik lebih dari satu bank adalah, Pertama, melepas sahamnya di salah satu bank kepada investor lain sehingga tinggal menyisakan kepemilikan pada satu bank saja (divestasi)Kedua, melakukan penggabungan bank-banknya (merger)Ketiga, menempatkan bank-banknya dalam satu perusahaan induk (holding company).
     
Sofyan mengatakan, dalam memilih opsi yang bisa merefleksikan aturan SPP, pemerintah akan menjajaki berbagai kemungkinan untuk menemukan skema terbaik, termudah, dan yang paling fleksibel"Yang jelas, potensi BUMN ini luar biasa, perlu manajemen yang benar," terangnya.

Perlu Dikaji Ulang
Opsi Kementerian BUMN untuk menjadikan Danareksa sebagai holding perbankan pelat merah langsung dikritik tajam oleh ekonom yang juga Anggota Komisi XI DPR Dradjad HWibowo.
   
Menurut dia, dari sisi perusahaan sebagai institusi, finansial, maupun SDM (sumber daya manusia), Danareksa sama sekali tidak siap untuk dijadikan holding"Jadi, rencana tersebut harus ditinjau ulang," ujarnya saat dihubungi Jawa Pos kemarin.
   
Dradjad mengatakan, jangankan menjadi holding perbankan BUMN, untuk menjadi holding jasa keuangan BUMN pun, Danareksa dipandang belum siap"Dalam manajemen risiko saja, mereka belum prudent," katanya.
   
Dalam beberapa bulan terakhir, Danareksa memang menjadi sorotan karena ikut terjebak dalam transaksi valas derivative bersama beberapa BUMN lain seperti PT Aneka Tambang (Antam) serta PT Elnusa (anak usaha Pertamina).
     
Akibat transaksi tersebut, Danareksa sempat dikabarkan mengalami kerugian hingga ratusan miliar Rupiah dan kini tengah dalam proses audit investigative oleh Kementerian BUMN.
   
Menurut Dradjad, kinerja Danareksa selama ini bisa sedikit lebih baik dibandingkan dengan Bahana (BUMN sekuritas) karena selama ini Danareksa lebih banyak diberi kemudahan oleh pemerintah.
   
Dradjad menambahkan, Danareksa hanya mungkin bisa menjadi holding investasi yang menjadi tangan pemerintah dalam memegang saham di bank BUMNNamun, lanjut dia, holding seperti itu juga kurang bermanfaat karena hanya memperpanjang birokrasi"Jadi, sebaiknya jangan gegabah dengan bank BUMN, sebab dampaknya akan besar sekali," tegasnya(owi)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Sofyan Djalil: BUMN Harus Concern Global Warming


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler