jpnn.com - Berkat grafiti (gambar jalanan)-nya yang khas, Darbotz dikenal dunia. Dia sering mendapat undangan untuk memamerkan grafiti monsternya di sejumlah negara. Bomber asal Jakarta itu juga punya kepribadian yang unik.
Laporan Tri Mujoko Bayuaji, Jakarta
BACA JUGA: Kisah Menteri Keturunan Jawa yang Ingin Punya Senayan di Negaranya
ISTILAH bomber diberikan kepada mereka yang selama ini menekuni seni grafiti seperti Darbotz. Darbotz sendiri melakoni kegiatannya itu sejak SMA. Pada dekade 1990-an ketika itu, anak-anak SMA di Jakarta sudah membikin kelompok-kelompok geng. ”Zaman segitu sudah ada geng-gengan. Saat itulah saya mulai kenal cat Pylox,” kata Darbotz ketika ditemui Jawa Pos di studionya kemarin (14/4).
Pria dengan perawakan tinggi besar tersebut begitu ramah dan kocak, namun anehnya tidak mau dikenal secara terbuka. Dia pun tidak bersedia menyebut nama aslinya. ”Cukup panggil saya Darbotz,” ujarnya. ”Nama asli saya tidak penting,” imbuhnya.
BACA JUGA: Tak Selamanya Sanksi FIFA Jadi Ancaman Menakutkan
Selain soal nama, Darbotz tidak pernah mau difoto dengan menunjukkan wajah seutuhnya. Dia selalu menutupi bagian mulutnya yang bercambang dengan telapak tangan atau kain. ”Biar orang lebih kenal karya saya daripada sosok saya. Kalau mau lihat saya, ketemu saja langsung,” ujarnya sambil tertawa.
Dengan membawa sejumlah cat semprot, dulu Darbotz bersama geng SMA-nya di kawasan Bulungan, Jakarta, memiliki kebiasaan coret-coret tembok dan aspal jalan. Kalau bukan gambar logo geng, mereka menyemprotkan cat Pylox-nya untuk menuliskan nama masing-masing. Darbotz bersama gengnya biasanya mencoret-coret tembok di kompleks perumahan yang sepi dan tak ditinggali. Aktivitas itu dilakukan setiap malam hari. ”Biasanya lawannya preman setempat atau satpol PP,” ceritanya sembari kembali terbahak.
BACA JUGA: Menyingkap Ancaman Disorientasi Seksual Bocah-Bocah Limus
Hobi coret-coret di tembok itu akhirnya mendapat saluran yang benar. Lulus SMA, Darbotz mengambil kuliah di jurusan desain grafis di Universitas Trisakti pada 2000. Di bangku kuliah itulah Darbotz mulai mengenal dunianya yang lebih teratur, yakni menggambar pada tempat yang sudah ditentukan.
Tapi, kebiasaan baru itu tak berlangsung lama. Sesaat kemudian dia kembali kumat. ”Lama-lama bosen juga menggambar dengan kertas. Saya lebih tertarik dengan kultur jalanan,” ujar pria 34 tahun tersebut.
Maka, Darbotz pun kembali mengekspresikan seni grafisnya di jalanan. Namun, kali ini Darbotz mulai merasa perlu memiliki sesuatu yang berbeda dibanding bomber yang lain. Dia lalu menemukan gambar simbol khusus yang memiliki karakter dirinya. Dia perlu membuatnya berulang-ulang sehingga jika melihat gambar di tembok tersebut, orang langsung tahu bahwa itu gambar khas Darbotz. ”Akhirnya saya menemukan karakter monster cumi-cumi itu. Saat itu sekitar tahun 2003,” kenangnya.
Darbotz mengungkapkan, karakter monster cumi-cumi tersebut sedikit banyak menggambarkan sosok dirinya dalam mengekspresikan kota kelahirannya, Jakarta. Jakarta bagi Darbotz adalah kota yang rusuh, berantakan, dan penuh kekerasan. Darbotz menemui berbagai keruwetan itu hampir setiap hari di ibu kota. ”Makanya saya buat monster cumi. Guritanya seperti gambaran jalan yang macet,” tambah dia.
Darbotz meyakini, apa yang dia rasakan juga ekspresi orang lain. Menurut dia, orang sebaik apa pun bisa berubah menjadi monster saat berada di Jakarta. Dia memiliki gambaran sederhana yang biasa terjadi di kemacetan Jakarta. ”Lihat saja, kesenggol sedikit, marahnya minta ampun,” ucapnya.
Karakter monster itu yang akhirnya selalu digambar Darbotz dalam setiap coretan temboknya. Tidak terhitung berapa flyover, pintu ruko, atau tembok yang sudah digambari monster oleh Darbotz. Karakter monsternya juga berkembang dengan taring yang lebih banyak dari sebelumnya. ”Taringnya itu menandakan perubahan Jakarta yang makin seram,” ujarnya.
Lantaran sering mem-posting grafiti monsternya di internet, Darbotz menarik perhatian berbagai kalangan di dunia. Tidak tanggung-tanggung, brand pertama yang meliriknya untuk mengajak kerja sama adalah perusahaan sepatu asal Amerika Serikat (AS) Nike pada 2007.
Kerja sama Nike diawali dengan pembuatan sepatu kustom. Di sepatu itu Darbotz diberi keleluasaan untuk menggambarkan karakter monster ciptaannya. Selain sepatu, hingga kini Darbotz bekerja sama dengan Nike untuk membantu desain promosinya di Indonesia. ”Jadi, bukan hanya sepatu, saya juga membantu instalasi kampanyenya dia (Nike, Red),” ujar desainer grafis itu.
Setelah Nike, giliran Google yang juga ikut melirik Darbotz. Lewat program Open Spaces Google, Darbotz bersama timnya mendapat kesempatan membuat grafiti di sejumlah tembok di Jakarta dan Bandung. ”Itu salah satu proyek terbesar yang pernah saya lakoni.”
Salah satu karya yang membuat Darbotz bangga adalah tokoh monsternya menjadi corak di sebuah hotel berbintang di Jakarta. Hal itu tak lepas dari perkenalannya dengan Erasmus Radjimin, CEO Artotel Indonesia. Gambar grafis Darbotz tersebut tidak hanya terlihat di eksterior, tapi juga interior hotel. ”Kebetulan saya sudah lama ingin memiliki gambar yang besar. Proyek itu saya kerjakan sebulan, kombinasi cat semprot dan kuas,” terang bapak satu orang anak tersebut.
Selain di level lokal, karya Darbotz pernah dipamerkan di berbagai ekshibisi internasional. Di antaranya di Singapura, Malaysia, Hongkong, Australia, hingga Prancis. Salah satu kegiatan yang cukup menarik bagi Darbotz adalah mengikuti mapping art di Melbourne, Australia. Di depan gedung perpustakaan di kawasan Swanston Street, Darbotz diminta menggambar monsternya secara langsung di depan ratusan pengunjung. Saat Darbotz menggambar, digelar pula peragaan busana yang menampilkan sejumlah peragawati setempat. ”Saya juga pernah diminta menggambar monster di Mizuma Gallery, Singapura,” kata Darbotz.
Untuk karya di luar negeri, Darbotz memiliki ciri khas tambahan. Dia selalu menambahkan karakter bus metromini dalam setiap karyanya. Misalnya, pada ekshibisi di Singapura, Darbotz menggambar karakter monsternya lengkap dengan baju warna oranye dan biru mirip bus metromini.
Sementara itu, pada pameran di Art Basel, Hongkong, Darbotz membuat sebuah patung monster metromini. Ban bus khas Jakarta itu digantinya dengan empat buah kaki raksasa mengenakan sepatu basket. Di bagian muka, Darbotz memberi tambahan gigi-gigi runcing, lengkap dengan tangan kekar mirip sepasang tangan gorila.
”Bagi saya, metromini itu gambaran sederhana salah satu monster Jakarta. Kalau pernah naik metromini, pasti paham yang saya maksud,” ujarnya.
Tahun ini Darbotz masih akan menggelar beberapa pameran internasional. Salah satunya pameran kontemporer di Filipina Agustus nanti. Darbotz mengaku akan memamerkan karya terbarunya dengan kombinasi goresan kanvas dengan pahatan kayu. ”Tunggu saja nanti,” ujar dia. (*/c9/ari)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Korban Bully, Siswi SMP Anak Pembantu Ini Jadi Konselor Sekolah
Redaktur : Tim Redaksi