DARURAT! 30 Ribu Warga Marawi Stres Berat

Rabu, 09 Agustus 2017 – 07:08 WIB
Presiden Filipina Rodrigo Duterte berbagi duka dengan salah seorang keluarga marinir FIlipina yang tewas dalam kontak senajata di Marawi. Foto-foto: AFP

jpnn.com, MANILA - Mendadak kehilangan pekerjaan, tempat tinggal, dan kerap mendengar suara desingan peluru adalah kenyataan hidup yang terlalu berat ditanggung ratusan ribu warga Marawi.

Pertempuran antara tentara pemerintah dan pasukan Maute yang berlangsung setiap hari membuat mereka harus meninggalkan kehidupan yang dulu, mungkin, menyenangkan dan pindah ke pengungsian.

BACA JUGA: Sisi Kelam Perang Melawan Narkoba di Filipina, Mayat Diperlakukan Seperti Sampah

Karena itu, menurut data yang dikumpulkan kantor kesehatan provinsi atau Integrated Provincial Health Office (IPHO), tercatat ada 30.732 pengungsi yang mengalami tanda-tanda terganggu kesehatan jiwanya.

Masa depan yang tidak jelas, kondisi yang memprihatinkan di tempat pengungsian, dan kehilangan keluarga menjadi pemicu utamanya.

BACA JUGA: Terbukti Salahi Aturan, JK Bakal Ditindak Tegas

’’Itu adalah masalah darurat saat ini. Kesehatan mental harus menjadi bagian dari rencana pemulihan (pasca perang, Red),’’ ujar Juru Bicara Komite Krisis Provinsi Lanao del Sur Zia Alonto Adiong, Selasa (8/8).

Sebanyak 6.455 orang masuk level dua. Kategori tersebut butuh penanganan dengan sesi tanya jawab saja. Paling banyak di level tiga, yakni 24.199 orang. Golongan itu membutuhkan perawatan perorangan yang lebih intensif.

BACA JUGA: Fokus Atasi Konflik di Marawi, Filipina Mundur jadi Tuan Rumah SEA Games 2019

Sisanya, yang 78 orang, masuk level empat. Yaitu, pasien yang membutuhkan obat dan perawatan di fasilitas khusus untuk penderita gangguan kejiwaan. Sejauh ini belum ada yang sampai level lima. Itu adalah level terburuk. Di level tersebut pasien tidak bisa diajak berkomunikasi dan bisa menjadi agresif.

Sejak bergolak 23 Mei lalu, belum juga ada tanda-tanda perang berhenti. Meski begitu, Presiden Rodrigo Duterte siap dengan program rehabilitasi Marawi. Bahkan, kemarin negara itu mendapatkan kucuran bantuan tambahan untuk melaksanakan program tersebut.

Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop menyatakan, negaranya akan membantu orang-orang yang terdampak perang di Marawi. Negeri Kanguru itu bakal memberikan bantuan PHP 799 juta atau setara dengan Rp 211,4 miliar. Bantuan tersebut dikucurkan berkala selama empat tahun.

’’Australia akan menyediakan layanan konseling dan perlindungan anak untuk sekitar 360 ribu penduduk Marawi yang terpaksa melarikan diri dari rumahnya,’’ ujar Bishop di sela-sela acara KTT ASEAN di Manila, Filipina, kemarin.

Sementara itu, Militer Filipina (AFP) kembali membombardir Marawi dari udara Senin (7/8). Serangan tersebut diharapkan bisa menghancurkan bom-bom rakitan yang ditanam militan Maute di desa-desa yang mereka kuasai. AFP kembali mengintensifkan serangan udara. Sebab, sehari sebelumnya dua prajurit mereka tewas karena bom rakitan.

Gara-gara kondisi yang belum aman itu, proses belajar-mengajar di Mindanao State University (MSU) belum bisa dilaksanakan. AFP meminta waktu dua pekan lagi untuk memastikan situasi benar-benar aman. Sampai kemarin, bangunan milik MSU masih utuh dan bisa dipakai kapan saja begitu konflik selesai.

’’MSU adalah simbol kehidupan di kota Marawi. Tempat tersebut adalah pusat pengetahuan dan kami harus membuka perkuliahan secepatnya,’’ ujar Juru Bicara Komando Mindanao Barat Kapten Jo-Ann Petinglay. AFP yakin pendidikan adalah unsur penting untuk menangkal radikalisme. (Philstrar/ManilaBuletin/ABS-CBN/sha/c22/any)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kunjungi Marawi, Presiden Duterte Bagi-Bagi Arloji


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag
Marawi   Filipina   Maute  

Terpopuler