jpnn.com - Deddy Corbuzier bertindak terlalu jauh ketika membuat konten mengenai pasangan gay untuk YouTube. Tindakan itu tidak sensitif, tidak bertanggung jawab, dan terkesan arogan.
Banyak netizen tidak suka dengan unggahan tersebut. Para politisi pun mendesak konten itu dicabut atau di-take down.
BACA JUGA: LGBT
Corbuzier dikenal sebagai salah satu youtuber papan atas yang menampilkan konten-konten berkualitas. Dia dikenal sebagai salah satu youtuber yang pintar dan cerdas, atau setidaknya mencitrakan dirinya begitu.
Salah satu narasi yang sering dia kutip adalah "Don’t make stupid people famous" atau 'jangan jadikan orang pandir menjadi terkenal'.
BACA JUGA: Pandemi Komunis
Deddy Corbuzier sekarang terkenal. Dia menjadi youtuber paling top di Indonesia dengan subscriber mencapai 20 juta orang. Penghasilannya per bulan dari YouTube dan berbagai iklan endorsement diperkirakan mencapai Rp 7,7 miliar.
Dengan penghasilan sejumlah itu, Deddy Corbuzier bisa disebut sebagai youtuber triliuner. Para politisi kondang dan pejabat tinggi pernah tampil di kanalnya.
BACA JUGA: Tutup Telinga
Corbuzier sekaligus menjadi influencer yang sangat berpengaruh. Pengaruhnya jauh melebihi media konvensional yang sudah lebih dahulu mapan.
Narasumber mana pun pasti lebih memprioritaskan undangan Deddy ketimbang media lain. Dengan power sebesar itu, Deddy mempunyai positioning yang sangat kuat.
Dia mengeklaim sebagai pemilik kanal yang cerdas dan hanya mengundang orang-orang yang pintar, seperti sering disebut dalam narasinya. Harus diakui bahwa Deddy cerdas, tetapi dia masih perlu mengasah sensitivitasnya.
Dia pernah membuat netizen kesal karena ikut-ikutan memberi komentar bernada negatif terhadap santri yang menutup kuping ketika antre menunggu vaksinasi.
Ketika itu Diaz Henderopriyono mengunggah video tersebut dan memberi komentar yang dianggap nyinyir: "Kasihan, sejak kecil sudah diberi pendidikan yang salah, there is nothing wrong to have a little bit of fun, tidak ada salahnya sedikit bersenang-senang’’.
Corbuzier kemudian menimpali, "Mungkin mereka lagi pakai Airpod, terganggu, ya kan’’.
Komentar itu membuat sejumlah netizen berang. Mereka menyesalkan komentar yang dianggap nyinyir dan tidak sensitif. Sejumlah netizen menyerukan ajakan boikot terhadap kanal Deddy Corbuzier di YouTube.
Netizen lain mengaitkan komentar Corbuzier dengan statusnya yang mualaf. Corbuzier kemudian mengakui bahwa ia melakukan kekhilafan karena tidak paham bahwa para santri itu sedang menghafal Al-Qur'an.
Dia tidak tahu bahwa salah satu upaya untuk lebih mempercepat menghafal Alquran ialah terus-menerus mengulangi hafalan pada setiap saat dan di setiap tempat. Ketika berada di tempat antrean vaksin pun para santri mengulangi hafalannya.
Mereka menutup telinga karena ada suara yang mengganggu konsentrasi hafalan. Para santri itu menutup telinga untuk menghindari suara-suara yang tidak perlu.
Corbuzier kemudian meminta maaf dan mengakui kesalahannya. Dia mengaku bertindak tolol.
"Tololnya saya tidak tahu kalau mereka lagi menghapal Qur'an, dan itu harus diklarifikasi. Memang sayanya bodoh banget pada saat itu, tidak bisa melihat situasi yang terjadi saat itu. I dont know that, and I'm sorry. Intinya memang saya harus belajar lebih banyak lagi."
Begitulah penegasan Deddy.
Namun, kali ini konten mengenai pasangan LGBT (lesbian, gay, biseksual, dan transgender) juga memantik banyak komentar kritis netizen. Dibanding dengan kasus santri tutup kuping, kali ini reaksi netizen jauh lebih keras.
Selama dua hari sejak Senin (9/5) tagar #UnsubcribePodcastCorbuzier menjadi pemuncak daftar trending topic Indonesia. Impaknya terlihat langsung pada jumlah subscriber Deddy Corbuzier yang merosot sampai 40 persen lebih, dari 20 juta menjadi 11,1 juta.
Hanya dalam semalam, Deddy kehilangan 8 juta subscribers. Netizen menganggap Corbuzier hanya mengejar pendapatan dari iklan dan mengabaikan konten yang cerdas sesuai dengan tagline-nya.
Bisa dipastikan kali ini dampaknya jauh lebih besar dari kasus santri tutup kuping. Pada polemik soak santri tutup kuping, netizen lebih tersegmentasi pada kalangan muslim.
Namun, kali ini yang bereaksi keras datang dari kalangan yang lebih luas. LGBT menjadi fenomena yang harus diwaspadai di Indonesia.
Isu itu sensitif dan sangat mudah memantik reaksi keras dari publik. Sensitivitas publik terhadap isu tersebut hampir sama kerasnya dengan reaksi tentang komunisme. Dua topik itu selalu menjadi perdebatan panas di Indonesia.
Trauma terhadap komunisme membuat publik Indonesia—terutama kalangan Islam—menjadi sangat peka dan selalu berada pada posisi siaga. Bahaya komunisme tetap dianggap seagai ancaman nomor satu di Indonesia.
Partai Komunis Indonesia (PKI) secara formal sudah mati dan dilarang di Indonesia. Akan tetapi, komunisme dianggap masih hidup di Indonesia, bahkan disebut-sebut sedang mengalami kebangkitan bersama dengan makin suburnya pertumbuhan kelompok sekular dan liberal.
Kalangan itulah yang sering dicap sebagai kelompok PKI, meskipun sebenarnya lebih tepat disebut berpaham kiri.
Secara geopolitik dukungan terhadap komunisme mengecil setelah ambruknya Uni Soviet yang disusul dengan bubarnya rezim komunis Eropa pada 1990-an. Saat ini praktis hanya beberapa negara yang secara resmi masih menganut sistem komunisme, seperti Kuba, Korea Utara, dan beberapa negara di Amerika Selatan.
China menjadi negara hibridis yang memadukan komunisme dan kapitalisme, sehingga sering disebut sebagai komunisme yang tidak murni. Namun, komunisme gado-gado model China justru yang bisa menjadi ancaman serius, karena kemampuannya untuk menyesuaikan diri dengan bertindak pragmatis dalam menyikapi tantangan global.
Salah satu bukti kongkretnya ialah keberhasilan China yang lebih cepat dalam menangani pandemi Covid-19 ketimbang negara-negara kapitalis Amerika dan Eropa. Cara-cara otoriter ala komunis dalam menerapkan lockdown dan vaksinasi lebih efektif dibanding pola persuasif yang diterapkan negara-negara demokratis.
Komunisme ortodoks gaya lama tidak bisa bertahan dalam kondisi yang kompleks seperti sekarang. Namun, kelompok-kelompok kiri-liberal tetap tumbuh subur di Eropa dan Amerika.
Kelompok itu selalu bertentangan secara ideologis dengan kelompok konservatif kanan. Di Amerika dan Eropa kelompok kiri-liberal ini sering disebut sebagai kelompok komunis.
Kelompok LGBT bermunculan dan tumbuh subur karena mendapat perlindungan dari kalangan liberal-kiri ini. Di Amerika, perkawinan sejenis didukung sepenuhnya oleh Partai Demokrat yang liberal.
Akan tetapi, Partai Republik yang konservatif dan mendapat dukungan luas dari penganut Kristen garis kanan menentang keras perkawinan sesama jenid.
Adapun di Indonesia, pelaku LGBT berkoalisi dengan kalangan ‘komunis’ liberal-kiri. Bagi Indonesia, hal itu menghadirkan dua ancaman ganda yang berkumpul menjadi satu, yaitu komunisme dan LGBT.
Ancaman ideologi LGBT menjadi sangat serius karena didukung perusahaan-perusahaan transnasional raksasa dunia. Lima perusahaan besar Amerika, yaitu Facebook, Apple, Microsoft, Nike, dan Walt Disney sudah mendukung LGBT. Satu perusahaan Eropa pendukung LGBT ialah Unilever yang cabangnya ada di Indonesia.
Kampanye LGBT sudah berlangsung masif dan sistematis. Sangat banyak film-film layar lebar Hollywood yang memasukkan paham LGBT secara terang-terangan.
Tokoh Superman yang gagah pekasa pun sekarang menjadi gay. Badan olahraga internasional seperti otoritas sepak bola Eropa, UEFA, juga terang-terangan mendukung LGBT.
Kampanye LGBT masif dan melibatkan uang besar. Mereka tidak ragu menggelontorkan uang besar untuk membeli media.
Deddy Corbuzier harus lebih cerdas lagi dalam membuat konten. "Don’t make yourself stupid".(***)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Matinya Demokrasi
Redaktur : Antoni
Reporter : Cak Abror