jpnn.com, JAKARTA - Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Ahmad Ansyori mengatakan, pemerintah seharusnya sudah menyediakan anggaran untuk menalangi kekurangan dana yang dialami BPJS Kesehatan sejak awal tahun.
Kekurangan dana atau unfunded sudah diprediksi sejak awal terbentuknya BPJS Kesehatan. Menurut perhitungan DJSN, idealnya peserta penerima bantuan iuran (PBI) saja harusnya membayar Rp 36.000. Namun saat itu pemerintah menetapkan iuran yang dibayarkan sebesar Rp 19.000.
BACA JUGA: Jangan Sampai BPJS Kesehatan nanti Kembali Kejang-kejang
Seiring berjalannya waktu, iuran memang naik. Sekarang iuran PBI Rp 25.500. Memang masih kurang dari angka seharusnya. Dari contoh ini, sudah bisa diketahui bahwa BPJS Kesehatan bisa diprediksi akan kesulitan dana atau yang kerap dibilang defisit.
Dampak kekurangan dana ini menjalar ke bagian operasional lain. Misalnya adalah keterlambatan pembayaran. Pada saat BPJS Kesehatan terlambat membayar dalam tempo satu bulan saja, dendanya adalah 1 persen dari yang harus dibayarkan ke fasilitas kesehatan seperti rumah sakit.
BACA JUGA: BPJS Kesehatan Uji Coba Rujukan Online, Fase Ketiga
Menurut data yang dimiliki BPJS Watch, keterlambatan pembayaran kepada faskes mencapai Rp 4,2 triliun per Mei lalu. Jika BPJS Kesehatan harus membayar 1 persen akibat keterlambatan pembayaran itu, berarti memiliki beban Rp 4,2 miliar.
Ansyori mengatakan dalam penanggulangan beban keuangan BPJS Kesehatan, ada tanggung jawab pemerintah. Hal itu sesuai dengan Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional Pasal 48.
BACA JUGA: Dampak Aturan Baru BPJS: Pasien Turun 40 Persen
”Konsekuensi dari pemerinta dari amanat pemanfaatan (BPJS Kesehatan) secara menyeluruh, sedangkan iuran lebih rendah maka tutup kekurangannya,” kata Ansyori.
Jika perkemarin ada 92,4 juta peserta PBI yang dibiayai APBN maka ada kekurangan yang harus ditutup pemerintah sebesar Rp 970.200.000.000.
Ansyori menambahkan bahwa pemerintah mungkin telah melakukan penutupan anggaran. Namun jumlahnya lebih sedikit. ”Didasari dari alokasi APBN yang ada,” tuturnya.
Selain menutup kekuragan, sebenarnya ada opsi lain. Yang bisa dilakukan adalah menyesuaikan iuran dan menyesuaikan manfaat dari BPJS Kesehatan.
Pascarencana Kementerian Keuangan akan menggelontorkan Rp 4,9 triliun dana talangan, Ansyori menjelaskan ada beberapa langkah yang harus dilakukan. Untuk jangka pendek, adalah menutup semua kekurangannya. Sebab kekurangan ini menyebabkan banyak dampak. Misalnya akan terlambat membayar ke rumah sakit. ”Rumah sakit nanti tidak membayar farmasi. Farmasi lalu tidak menyetor obat, akhirnya pasien tidak dapat obat dan harus beli,” ucapnya.
Angka Rp 4,9 triliun menurut Ansyori merupakan audit dari BPKP yang dimungkinkan baru sampai Mei. ”Kalau dihitung seleuruhnya, kekurangan dana ada Rp 18,3 T,” bebernya.
Sementara itu Kepala Humas BPJS Kesehatan M. Iqbal Anas Ma'ruf menuturkan prediksi pasti tidak bisa dilakukan. ”Data kan bergerak,” katanya. Namun proyeksi bisa dilakukan dengan mengestimasi capaian kepesertaan. ”Rate dan unit cost juga bisa dihitung,” imbuhnya. (lyn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Rupiah Melemah, Minta Harga Obat Naik 5 Persen
Redaktur & Reporter : Soetomo